“Apa aku tidak salah dengar kau meminta maaf padaku?”
“Kau mau memaafkanku bukan?” tanyaku penuh harap.
“Tentu saja,” Lela menghambur ke pelukanku. Dia menangis tersedu sedu, aku menepuk lembut punggungnya dan membiarkannya menangis dengan puas.
“Setiap malam sejak tujuh tahun yang lalu aku selalu berdoa pada Tuhan agar kau sadar dan kembali menjadi temanku,” isak Lela.
“Lela, bisa kau ceritakan kisah hidupku? dimulai saat aku kehilangan ibuku. Kau pasti mengetahui aku mengalami amnesia parsial,” ucapku menggenggam tangan Lela.
“Semenjak kematian ibumu, satu tahun penuh kau menutup diri dan menjauhi semua orang, kau hanya berbicara pada ayahmu dan Farrel,” kenang Lela.
“Dasar bocah visual, cuman pengen deket deket yang bening doang,” batinku mencibir Elena.
“Saat masuk SMP kau bergaul dengan teman teman yang ah, bagaimana menjelaskannya ya?” Lela menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Teman yang berakhlak dajjal,” potongku.
Lela terkekeh mendengar perkataanku.
“Lela bicara santai saja denganku, kau boleh menyumpahi atau bicara kasar denganku.”
Aku jengah mendengar bahasa formal yang diucapkan Lela.
“Kau seperti penyihir setelah bergaul dengan mereka, saat disekolah kau selalu menindas yang lemah. Saat di rumah, jika makanan malammu tidak sesuai dengan seleramu, kau akan melemparkan piring dan mencaci semua pelayan dan koki, saat sepatumu sedikit kotor kau akan menghukum semua pelayan tanpa ampun. Sudah banyak pelayan yang mengundurkan diri gara gara tidak tahan dengan tingkahmu, kau hanya baik pada kami saat Farrel berada dirumah.”
“Elena memang seorang penyihir,” aku mengangguk setuju.
“Kau menyebut dirimu sendiri penyihir?” Lela terkikik geli.
“Lela please, ini sudah kedua kalinya aku minta kamu untuk bicara santai,” pintaku
“Sudah kebiasaan, kau menghukum orang orang yang berbicara santai padamu dengan sadis,” Lela bergidik ngeri.
“Apa aku sangat mencintai Farrel?” tanyaku penasaran.
“BUCIN AKUT!” Lela terkekeh.
“Sudah kuduga!” aku menghela nafas.
“Aku shock berat saat mendengar Farrel melamar Clara, dan dengan bodohnya kau mencoba bunuh diri,” Lela meledekku.
“Pelakor berwajah malaikat, bukankah dia tau kalo Farrel tunangan kakaknya?” aku tersulut emosi.
“Aku setuju, Clara sangat serakah, sepertinya dia terobsesi merebut semua milikmu,” ucap Lela emosi.
“Aku harus memberinya pelajaran,” ucapku menggebu gebu.
“Kudengar ayahmu dan calon mertuamu menggabungkan perusahaan mereka dan akan mengangkat Farrel menjadi CEO-nya,” Lela memberikan informasi.
“Mantan calon mertua,” ralatku.
“Mantan calon mertuamu berkoalisi dengan ibu tirimu, mereka menunjukkan taringnya sekarang. Mereka merasa diatas angin karena ayahmu menyayangi Clara dan selalu berlaku adil untukmu dan Clara. Sepertinya mereka berencana menyingkirkanmu,” ucap Lela sedih.
“Tentu saja mereka lebih memilih gadis sehat yang anggun dan keibuan menjadi menantunya dibanding gadis penyakitan yang arogan sepertiku,” aku membuang nafas panjang.
“Sepertinya Clara tidak sebaik itu, aku sudah mengenalnya selama 6 tahun, dia sangat munafik dan hobi bermain playing victim, aku sangat senang saat kau menyiksanya. Disaat yang sama aku merasa sedih karena kau harus menerima hukuman dari ayahmu setelah menyiksanya,” kekeh Lela.
“Apa ayahku tidak sadar sedang dimanfaatkan oleh para hyena itu?” kesalku.
“Ayahmu berharap ada seseorang yang mengelola perusahaannya, mungkin dia merasa kedua putrinya tidak akan bisa mengurus perusahaan, jadi dia akan menggantungkan harapan kepada menantunya kelak. Farrel adalah menantu idaman yang diincar oleh ayahmu, selain Farrel adalah anak sahabatnya, ayahmu merasa Farrel mampu untuk mengelola perusahaannya kelak,” jelas Lela.
“Pantas saja dia setuju setuju saja saat keluarga Farrel melamar Clara, dia tidak memikirkan perasaan anak kandungnya. Dia hanya memikirkan perusahaannya,” cibirku.
“Sebenarnya ayahmu sangat menyayangimu, Elen. Mungkin karena perubahan sikapmu yang menjadi bar bar dan hasutan dari ibu tirimu, ayahmu jadi kurang memperhatikanmu,” ucap Lela.
Ternyata Ibu dan adik tiri Elena tidak sepolos itu, kulihat di film Pengorbanan Cinta, ibu tiri Elena menyayanginya seperti anak kandung dan Clara selalu mengalah untuk Elena. Ternyata Clara sangat pintar bermain playing victim dan ibu tirinya jago menghasut ayahnya. Tadinya aku kesal dengan tokoh Elena, namun sekarang aku menjadi iba pada Elena.
“Lela, ceritakan masa sekolah dan teman temanku,” pintaku.
“Kau pergi ke sekolah hanya untuk nongkrong dengan teman temanmu, semua tugas, pekerjaan rumah dan ulangan aku yang mengerjakan,” Lela menjulurkan lidahnya.
“Ya ampun, g****k banget gue?” saking penasarannya aku sudah tidak menjaga bahasaku lagi.
“g****k sih nggak, buktinya saat SD kau selalu juara kelas, kau hanya terseret teman teman dakjalmu saja. Nancy, Putri, Wyne, dan Alea adalah pengaruh sangat buruk untukmu. Pertemanan kalian sangat toxic, kau terjebak di dalamnya. Mereka dengan mudah memaksamu melakukan keinginan mereka, sering kali kau bolak balik ke kantor polisi hanya untuk menjamin mereka yang tersandung kasus”, Lela menjelaskan.
“Mereka kriminal?” tanyaku heran.
“Mereka sering tersandung kasus, seperti memakai n*****a, balapan liar atau pesta seks. Kau tidak pernah ikut karena takut Farrel tau, dan saat mereka ditangkap polisi, kau yang dengan sukarela menjamin mereka,” ucap Lela kesal.
“Elena bodoh sampai ke tulang sumsum,” aku memijat lembut pelipisku.
“Lihat saja sekarang, apa mereka menanyakan kabarmu? atau melongokmu saat di rumah sakit? Mereka seolah tidak peduli padamu, padahal kabar kau bunuh diri dan masuk rumah sakit sudah menjadi gosip terpanas di kampus,” Lela terbakar emosi.
Nasib Elena memang sangat menyedihkan, batinku.
“Ngomong ngomong, kau kuliah jurusan apa, Lela?” tanyaku.
“Hukum, kita satu kampus tapi beda jurusan. Kau ini bodoh sekali, mengapa mengambil jurusan Desain hanya karena cemburu pada Clara yang pintar menggambar?” cibir Lela.
“Benarkah?”.
“Saat itu Farrel memuji hasil desain Clara, kau cemburu buta dan mengubah jurusan kuliahmu menjadi Desain”, Lela menggeleng gelengkan kepalanya.
“Jadi aku satu jurusan dengan pelakor itu?” tanyaku.
Lela menganggukan kepalanya.
“Lela, kau harus belajar dengan rajin, suatu saat nanti aku akan menjadikanmu kepala hukum di perusahaanku,” ucapku tulus.
Lela malah tertawa mendengar ucapanku.
“Jangan meledekku, aku akan membuktikan padamu bahwa aku mampu,” ucapku yakin.
“Baiklah aku akan mempercayaimu, oh iya, aku mendengar dari Bi Asih, dua hari lagi akan dilaksanakan pertunangan Farrel dan Clara di rumahmu,” Lela menyampaikan kabar yang dia dengar dari pelayan di rumah utama.
“Mereka benar benar keterlaluan, luka di pergelangan tanganku saja belum kering, mereka sudah akan melakukan pesta?” cibirku.
Lela mengangguk setuju.
“Lela, apa kau mempunyai kenalan pengacara handal?” tanyaku.
“Tuan Tomi adalah pengacara keluargamu, dia sangat handal dan selalu berada dipihakmu,” ucap Lela.
“Apa kau memiliki kontaknya?” tanyaku.
“Aku bisa mencarinya, untuk apa kau menanyakan tuan Tomi?” Tanya Lela.
“Aku akan menjatuhkan bom di pesta pertunangan mereka,” seringai muncul di bibir tipisku.
Sekarang saatnya kebangkitan Elena, aku berjanji akan hidup dengan dagu terangkat, tidak akan aku biarkan orang lain meremehkanku dan merebut sesuatu yang menjadi milikku.