BAB 5 [KODE KERAS DARI EYANG PUTRI]

2189 Kata
Beberapa hari setelah Barton dan Geisha resmi berpacaran, semua kegiatan yang diharuskan pihak sekolah untuk mengikuti kompetensi pemilihan anggota inti G.T.M sudah selesai. Mereka dinyatakan lulus, dan menjadi anggota inti. Hal ini tentu saja membuat keduanya merasa bangga, karena mereka terbukti bisa memperoleh pencapaian seperti sekarang ini. Hari ini Geisha dan Barton juga sudah bersiap untuk pindah ke asrama anggota inti G.T.M, dan Barton sudah menunggu Geisha cukup lama di ruang tamu rumah besar nan mewah milik nenek cewek itu di Pondok Indah, Jakarta Selatan. Barton sedang menunggu pacarnya, ia duduk bersama nenek sang pacar yang sedang bersantai di kursi goyang sambil menyulam, cowok itu juga terlihat agak kaku dan merasa bingung harus membahas apa dengan sang nenek. “Nama kamu siapa?” Barton yang mendengar pertanyaan itu tersenyum. “Barry Thomas Audinson, Eyang.” Nenek Geisha menghentikan kegiatannya. “Kamu serius suka sama cucu Eyang?” “Iya, Eyang.” Barton mengatur napasnya, ia merasa sedang diinterogasi. Cowok itu benar-benar akan menghukum Geisha yang begitu lama di atas sana saat tiba di asrama, ia juga sudah sangat ingin keluar dari situasi ini. “Alasannya apa?” “Emang kalo suka harus ada alasannya ya, Eyang?” “Iya ... kamu suka apa dari Geges? Dia gimana menurut kamu?” “Geges itu unik, Eyang. Yang lain pada ngejar aku, eh dianya diem. Kalo cewek lain makan dikit bisa gendut, punya pacar Geges itu nyenengin, ga bisa gendut, padahal makannya udah kek orang kesurupan.” “Oalah ... terus rencana ke depan cuma pacaran aja?” “Kalo Geges mau nikah sama aku, ya kita nikah aja, Eyang. Ato kalo mau sekarang juga ayok ....” “Ya udah, sini pijitin pundak Eyang dulu.” Barton yang mendengar ucapan wanita tua itu segera menghampiri, ia kemudian berdiri di belakang sang nenek, dan memijat pundaknya dengan perlahan. “Gimana, Eyang? Enak?” tanya Barton. Sang nenek yang mendengar pertanyaan itu tersenyum. “Enak, pinter kamu mijitin. Sering-sering main ke rumah, ntar Eyang kenalin sama Eyang Kakungnya Geges.” Barton segera melanjutkan pekerjaannya, ia bicara banyak hal dengan nenek pacarnya itu, dan ia tak menyangka jika sang nenek begitu menyukai Nirvana, grup band dari Kota Aberdeen, Washington, Amerika Serikat. Band yang mendapatkan kesuksesan di Kota Seattle, Amerika Serikat. Sangat terkenal dengan aliran musik grunge, atau yang dikenal juga dengan Seattle Sound. Keduanya banyak membicarakan tentang musik dan juga lukisan-lukisan terkenal yang penuh dengan misteri, lalu membahas film layar lebar yang juga mendulang kesuksesan besar dalam industri perfilman. Mereka terus bicara, dan tak menyadari keadaan di sekitar. Geisha yang sedang menuruni anak tangga segera mengucek mata, sedangkan Pak Edi yang sedang bertugas membawa barang-barangnya ke dalam mobil untuk diangkut ke asrama juga melakukan hal yang sama. Cewek itu benar-benar nyaris tak percaya jika sang nenek bisa begitu mudah dekat dengan orang asing yang baru saja bertemu dengannya. “Non, kayaknya Eyang Putri suka ama Den Barton,” ujar Pak Edi pelan. Geisha menatap supir pribadinya. “Kok cepet banget? Tau ah ... Geges nyamperin mereka bentar.” Pak Edi hanya mengangguk, ia kemudian melanjutkan pekerjaannya. Geisha menuruni anak tangga dengan cepat, ia kemudian menghampiri sang nenek dan pacarnya yang terlihat sangat menikmati waktu. “Eyang ...” panggil Geisha dengan nada manja, ia segera bersimpuh dan meletakkan kepalanya di paha sang nenek. Ada rasa cemburu saat neneknya menjadi dekat dengan sang pacar, dan ia merasa kasih sayang neneknya bisa saja terbagi. Barton yang melihat kelakuan Geisha mengulum senyum, ia menahan rasa geli, berusaha untuk tak mengajukan protes, atau juga melontarkan kritikannya untuk cewek itu. Sedangkan sang nenek yang melihat kelakuan cucunya segera tersenyum, ia mengelus rambut Geisha. “Cucu Eyang kenapa? Ada yang sakit?” Geisha menggeleng. “Loh ... kenapa? Jelasin sama Eyang.” “Eyang ... Geges nggak mau tinggal di asrama, Geges maunya tinggal sama Eyang aja.” Sang nenek yang mendengar keluhan cucunya mengulum senyum. “Kan Cucu Eyang udah jadi aset penting buat sekolah, dan juga itu udah jadi peraturan. Eyang sering-sering main deh sama Eyang Kakung kamu ke sana.” Geisha mengangkat kepalanya, ia melihat Barton yang sedang menahan diri untuk tidak tertawa. “Iya deh. Tapi Eyang janji, kan?” “Iya, Eyang janji, udah ... sekarang Eyang anterin ke depan.” Geisha yang mendengar ucapan sang nenek segera berdiri, ia segera merangkul tangan sang nenek, dan berjalan bersama. Dan Barton yang melihat hal itu segera melangkah, ia mengikuti Geisha dan nenek pacarnya itu. Mereka bertiga menuju ke pintu depan, dan segera keluar dari rumah. Tak memerlukan waktu lama mereka sudah sampai di depan rumah, dan Geisha segera melepaskan rangkulannya pada sang nenek, ia kemudian menatap neneknya dengan mata berkaca-kaca. “Eyang ... Geges pergi dulu yah. Eyang jaga kesehatan, Geges balik sabtu ama minggu.” “Iya, kamu ati-ati di jalan. Bawa mobil sendiri juga ati-ati, ingat! Ini Jakarta, bukan Singapur.” Barton melirik, ia sedikit tak mengerti dengan ucapan nenek pacarnya. Cowok itu kemudian menatap sopir pribadi Geisha yang mendekat dan memberikan kunci mobil kepada Geisha. “Thomas, Eyang titip Geges yah.” Geisha menatap bingung. “Eyang, kok Barton dipanggil Thomas?” “Eyang suka manggil dia begitu,” jawab sang nenek dengan santai. Geisha tak bisa mengomentarinya dengan cara apa pun, ia segera menatap Barton. “Iya, Eyang. Pasti dijagain kok,” jawab Barton. Geisha lagi-lagi tak bisa menahan keterkejutannya. “Ya udah, berangkat sana.” Geisha yang tak ingin memusingkan interaksinya sang nenek dan Barton segera memeluk neneknya, ia kemudian melepaskannya, dan menarik tangan Barton untuk menjauh. “Lo ngomong apaan sama Eyang Putri?” “Gak ada,” balas Barton. Ia melirik Geisha. “Eyang nanya, ya gue jawab.” “Songong ih ... jarang Eyang Putri bisa deket sama orang.” Geisha menatap sang nenek yang kini sedang melambaikan tangan di belakang sana, ia kemudian tersenyum dan membalas lambaian tangan itu. “Gue bahkan udah direstuin buat jadi laki lo di masa depan.” Geisha mendelik. “Lo melet Eyang gue?” “Mana ada gituan di kamus gue. Pikiran lo minta di mandiin pake air suci nih.” “Emang lo pernah masuk gereja? Ragu gue.” Geisha melangkah sedikit lebih cepat, ia mengikat rambutnya dan menghampiri mobil Matte Black Honda Civic Type R. Barton segera menyusul Geisha, ia menahan tangan cewek itu dan melepaskan jaket yang dikenakannya. “Lo mau temenin gue masuk gereja? Sekalian kita pemberkatan di sana.” Geisha menatap Barton yang menahan tangannya, ia terpaku saat cowok itu memasangkan jaket dan mengatakan tentang pemberkatan di gereja. Otak cantiknya langsung mengerti jika cowok itu membahas masalah pernikahan, ia kemudian tertawa kecil. “Buktiin kalo berani. Udah ah ... cepetan berangkat. Si Ranjiel udah ngomel-ngomel dari tadi.” Geisha segera membuka pintu mobilnya. Ia melirik Barton yang masih berdiri di dekat mobilnya, lalu segera menutup pintu. Barton yang mendengar jawaban Geisha tersenyum. Ia berbisik di dalam hatinya, ‘Liat aja lo ntar.’ Setelah beberapa detik berlalu dengan cepat, Barton segera menghampiri Audi R8 warna Dark Silver miliknya, ia segera masuk, dan duduk dengan tenang. Baru saja cowok itu ingin menghidupkan mesin mobilnya, ia kemudian menatap ponselnya. Ada pesan chat masuk, dan ia melihat nama sang pacar di sana. Kang Makan : Balapan? Anda : Ayok! Kang Makan : Star depan gerbang, pas pager ketutup. Barton melirik ke arah mobil Geisha, cewek itu sudah bergerak. Ia kemudian menyusul Geisha, dan mereka sudah berada di luar. Pagar rumah segera tertutup, dan saat itu pula keduanya melajukan mobil dengan cepat. Di dalam mobilnya Geisha menyeringai, ia segera menambah kecepatannya. Jakarta memang sangat berbeda dengan Singapura, dan ia merasa lebih tertantang mengendarai mobil secara ugal-ugalan seperti saat ini. Barton yang melihat kelakuan Geisha saat mengendarai mobil memasang wajah masam, ia segera menyusul Geisha. ... Mobil Geisha dan Barton kini berhenti di parkiran asrama, mereka berdua sampai dalam tiga puluh menit, dan itu dengan cara saling kejar-mengejar di jalanan. Beruntung saat mereka melakukan itu lalu lintas tidak dalam kondisi yang padat, dan tidak ada sesuatu yang buruk terjadi kepada mereka. Geisha segera mematikan mesin mobilnya, ia kemudian membuka pintu dan melepaskan jaket Barton yang menutupi tubuh bagian atas dan pahanya secara sempurna. Cewek itu kemudian keluar dan segera membuka bagasi mobilnya, ia terlihat begitu syok karena barang-barang cukup banyak. Ia kemudian membuka pintu mobil dan menatap pada jok belakang. Oke ... dia perlu bantuan jika begini. Baru saja Geisha ingin menarik salah satu koper, Barton segera memeluknya dari belakang, dan menciumi leher Geisha. Geisha yang mendapatkan perlakuan seperti itu menutup mata, dan saat dirinya lengah secara cepat Barton merebut kunci mobilnya. “Lo gak boleh bawa mobil lagi!” bisik Barton. Ia kemudian menciumi daun telinga Geisha, memeluknya semakin erat, lalu menciumi pundak cewek itu. Geisha yang mendengar ucapan Barton memasang wajah datar. “Lo mau ngebuat gue kek orang miskin?” Barton menyandarkan kepalanya pada bahu Geisha. “Gue mau jaga masa depan gue. Ngeri liat lo nyetir kek orang mabok.” Geisha yang mendengar penuturan pacarnya merengut. “Lo pikir balapan bawa mobil jalannya kura-kura?” “Gimana kalo bawa di kasur aja.” Gesha yang tak bisa menjawab hanya diam, sedangkan Barton menghirup wangi tubuh cewek itu sambil tersenyum. Ranjiel yang baru saja keluar segera menggeleng. “Ges, sejak kapan lo rela di peluk-peluk beton pabrik?” Geisha yang mendengar suara teman baiknya itu segera mengalihkan tatapan. Sementara itu Barton terlihat tak peduli dengan semua ucapan orang-orang. “Main nyosor aja lu, Betoneser.” Theo melangkah santai. Ia melirik Barton, dan terlihat tidak peduli dengan tingkah cowok itu. “Nggak bisa liat yang bening dikit ih ...” Lia yang sudah tiba dengan membawa satu koper terlihat agak curiga. Ia tahu jika Barton memiliki pacar, dan merasa kesal karena cowok itu seperti menginginkan Geisha juga. “... Awas ya kalo Nanat bulat-bulan kayak donat gangguin temen Yaya. Barton Yaya jadiin sate!” Barton dan Geisha tak ada yang menyela. Mereka membiarkan diri mereka menjadi orang yang menerima persidangan di depan asrama. “Cie... udah gak jomblo nih ....” Vivi terlihat menahan tawa. Niel dan Milana yang juga ada di sana. Niel seperti biasa, ia memasang tampang datar dan tak tertarik dengan keadaan sekitar. Sedangkan Milana masih berada di gendongan cowok itu dengan posisi yang nyaman. Setelah semua orang masuk ke dalam asrama, Barton melepaskan Geisha. “Kita sekamar!” “Ihhh ... apaan sih lo?” “Kita sekamar. Gue nggak mau tau!” “Angkut semua barang ke kamar gue di lantai dua!” Geisha segera berlalu pergi, ia meninggalkan Barton yang kini sedang terpaku dengan mata menatap tak percaya ke dalam mobil. Barang bawaan Geisha begitu banyak, dan ia merasa cewek itu agaknya sedikit gila. “Barang apa sampah, anjir!” Geisha yang mendengar aksi protes sang pacar tertawa, ia kemudian menyapa Mbok Darsih dan meminta bantuan wanita itu untuk mengantarkan minuman dingin ke kamarnya. Beberapa menit pun berlalu, dan Barton sudah selesai mengangkut barang-barang dirinya dan sang pacar ke kamar tingkat dua. Ia melihat cewek itu sedang menyusun beberapa pakaian, dan ia membatalkan niatnya yang ingin berbaring. “Gue bantuin,” ujar Barton. Ia kemudian membuka salah satu koper milik Geisha dan melihat pakai yang ada di dalam sana. Apa cewek itu tak memiliki baju atau celana yang tertutup dan panjang? Kenapa celana pendek, yang terlihat ketat, dan gaun juga terlihat pendek. “Sekalian aja ga usah pake baju, dah diem aja di kamar,” ujar Barton secara tiba-tiba. Geisha yang mendengar hal itu melirik, ia melihat Barton yang sedang memegang salah satu hotpans miliknya. “Lo m***m banget sih?” “Lo yang m***m, lo mau semua cowok sentuh tubuh itu?” Barton segera berdiri, ia menatap Geisha. “Mending juga di kamar, m***m ama gue.” “Ihhh ... gue kan nggak bugil keluar. Lo nggak liat gue bisa berantem?” Geisha menghampiri Barton, ia menjinjingkan kakinya, berdiri dengan ujung jempol kakinya secara sempurna. “Bilang aja lo cemburu.” Barton segera memeluk Geisha, ia menghempaskan tubuh mungil pacarnya ke atas kasur. Geisha menahan napasnya. “Akkhhh ... BARTON! LO GILA!” “Lo yang bikin gue gila! Diem! Ato gue langsung masukin nih.” Geisha membelalakkan mata. “Sakit begok! Badan lo gede, kek raksasa!” “Harusnya lo bersyukur, kali punya anak ntar bisa jadi lo yang memperbaiki keturunan.” Barton tak ingin kalah berdebat, ia menatap Geisha yang masih terbaring di atas ranjang. “Lo yang perbaiki keturunan! Gue cakep, lo nggak liat apa? Kalo gue jelek, lo nggak akan lakuin hal gila ke gue!” Geisha mencoba untuk segera bangun. “Perkosa juga nih,” balas Barton. “Lo demen ....” Geisha yang tadi ingin beranjak dari ranjang berhenti, ia mendengar ucapan pacarnya dan terlalu bersemangat untuk membalas ucapan itu. Barton segera naik ke atas ranjang, ia segera membaringkan Geisha dan membuka hotpans cewek itu. “Barton!” Geisha panik. “Apa sayang ... mending diem, atau lo gue iket.” Barton segera menindih tubuh Geisha. “Barton ... akhhh ... lo berat banget!” Barton yang mendengar hal itu segera tertawa, ia kemudian menahan tubuhnya dengan tangan kiri dan menatap wajah Geisha. “Nggak usah pakek pakean begituan lagi. Lo cuma punya gue, nggak ada yang boleh nikmatin lo selain gue. Nggak ada yang boleh liat kulit mulus lo, lekuk badan lo. Ges, lo cuma punya gue.” Geisha yang mendengar ucapan itu terpaku, ia menelan ludahnya kasar. Barton segera melumat bibirnya, dan Geisha membalas lumatan bibir Barton dengan lembut. Tok ... Tok ... Tok ... Keduanya segera mengakhiri ciuman itu. “Maaf, Non .... Den ....” Mbok Darsih cukup kaget dengan pemandangan di depan matanya. Ia segera masuk, meletakkan minuman dingin di atas meja, dan keluar dari kamar Geisha. “Gue malu!” cicit Geisha. Barton yang mendengar ucapan itu segera melumat bibir Geisha lagi, ia tak peduli pada pintu yang masih terbuka. Tak akan ada yang mengganggu mereka, semua orang kini sedang ada di kolam renang belakang asrama, dan ia bisa melakukan apa pun yang dirinya inginkan. Geisha yang larut dalam ciumannya dengan Barton terlihat begitu menikmati, ia bahkan lupa pada pintu kamar yang masih terbuka dengan lebar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN