1
Seorang gadis remaja dengan seragam yang masih membalut tubuh terlihat duduk tenang di sofa bersama keluarganya. Di atas meja, terdapat sebuah surat yang menyatakan dirinya sudah lulus sekolah.
"Jadi, keputusanmu tidak berubah?" Seorang pria dewasa bertanya dengan nada kecewa pada Alisya, adik tirinya.
"Maafkan aku, Kak. Tapi aku sudah lama memikirkan ini. Dan aku tak akan berubah pikiran. Lagi pula, kemarin Mama Sarah menghubungiku dan berkata kalau dia tak sabar menunggu kepindahanku ke rumah mereka." Alisya menjawab. Diana, ibu kandung Alisya menghela nafas pelan. Sejak masih dalam kandungan sampai sekarang Alisya berusia 18 tahun, dia tak pernah berjauhan dengan sang anak. Saat bepergian pun, paling cuma dalam waktu satu minggu. Itu pun ada Axel yang selalu dia percaya untuk menjaga Alisya. Cukup berat bagi Diana melepaskan anak perempuannya.
"Kenapa harus pindah ke Jakarta? Di sini pun banyak universitas yang bagus dan baik. Kamu boleh memilih yang kamu suka." Diana mengutarakan rasa keberatannya. Alisya menunduk sesaat, menyiapkan diri untuk berbicara.
"Aku ingin tinggal dengan Papa, Bu." Jawaban Alisya membuat Diana bungkam. Dan kali ini, ayah tiri Alisya yang bersuara.
"Apa Ayah membuat kesalahan, Sya? Katakan saja jika Ayah melakukan sesuatu yang membuatmu tak nyaman." David, ayah tiri Alisya berkata. Dia hanya khawatir anak tirinya marah atau kecewa padanya yang mungkin saja tak dia sadari.
"Tidak, Yah. Ayah sangat baik padaku. Keinginanku ini murni karena keinginan saja. Tak ada masalah apa-apa," jawab Alisya meyakinkan orang tua juga kakaknya. Mereka bertiga saling berpandangan dan menghela nafas pelan. Tak mungkin juga mereka melarang keras Alisya untuk pindah. Karena Alisya juga memiliki hak memilih untuk tinggal bersama siapa.
"Aku tanya sekali lagi. Kamu yakin mau pergi dari sini, Alisya? Kamu tak akan menyesal?" Axel kembali bertanya dengan tegas. Alisya memicingkan mata sebal pada kakak tirinya tersebut.
"Aku sangat yakin. Aku yakin sekali. Aku sudah memikirkan ini sejak lama." Alisya menjawab dengan tegas dengan penekanan di setiap kalimat. Diana menatap putrinya tersebut dengan tatapan sendu. Sedih, mendengar keputusan sang anak yang memilih pergi. Namun, dia juga tak boleh egois.
"Baiklah. Ibu akan mendukung semua pilihanmu." Diana tersenyum lembut setelah mengatakan itu. Dia yakin Alisya akan selalu baik-baik saja di Jakarta nanti.
"Terima kasih, Bu. Aku akan mengemasi pakaianku sekarang. Jadi, besok bisa segera berangkat," ucap Alisya dengan semangat.
"Besok? Kamu yakin gak terlalu buru-buru?" tanya Axel kaget.
"Enggak lah, Kak. Aku kan harus segera mendaftar kuliah juga di sana nanti," jawab Alisya.
"Baiklah. Bolehkan besok kami ikut mengantarmu ke Jakarta?" tanya David. Alisya tersenyum dan mengangguk.
"Tentu saja. Aku senang jika kalian mau mengantarku sampai ke rumah Papa." Alisya menjawab dengan senyuman lebar. David menghela nafas lega mendengar itu. Cukup berat melepaskan Alisya yang sudah sejak kecil dia rawat dan sudah dia anggap anak sendiri. Tapi, David bersyukur karena dia tahu Alisya tak membencinya.
"Baiklah. Aku pamit dulu mau berkemas sekarang." Alisya berdiri lalu melenggang pergi dari sana. Alisya tak bisa berhenti tersenyum karena mendapatkan izin untuk pindah ke Jakarta. Yang paling membuat Alisya senang adalah karena dia tak akan tinggal bersama lagi dengan Axel. Yang artinya, tak akan ada lagi yang cerewet mengomentari gaya hidupnya dan segala pilihan yang dia buat.
***
Perjalanan dari Yogyakarta menuju Jakarta menggunakan pesawat tentu sangat menghemat waktu. Kurang dari dua jam, Alisya dan keluarganya sudah berada di bandara Kota Jakarta. Dan tentu saja, ada yang menjemput kedatangan mereka.
Alisya cukup tegang saat melihat anggota keluarga ayahnya yang berkumpul lengkap di bandara untuk menjemput dirinya bersama dengan orang tuanya dari Yogyakarta. Mata Alisya menatap satu persatu dari mereka, dan Alisya merasa lega karena mereka terlihat ramah. Semoga saja memang kenyataannya seperti itu.
"Terima kasih sudah mau meluangkan waktu untuk menjemput kami." Diana bersuara dengan nada ramah pada semua yang ada di sana, termasuk mantan suaminya.
"Tak masalah. Aku sudah lama menanti untuk waktu ini terjadi," balas Hendra. Dia tersenyum lalu memeluk putri kandungnya, Alisya. Alisya membalas pelukan sang ayah dengan senyum manis yang terukir di bibirnya. Dalam hati dia berbicara, semoga keluarga ayahnya bisa menerimanya dengan baik. Semoga saja mereka semua tulus padanya.
Setelah basa-basi sedikit, akhirnya mereka semua meninggalkan bandara. Alisya pikir, mereka akan langsung menuju rumah yang akan jadi tempat tinggal barunya. Tapi ternyata, ayahnya membawa mereka ke sebuah restoran mewah untuk makan siang bersama. Dan Alisya berterima kasih atas kebaikan ayahnya. Dia bahkan senang, melihat ibunya dan Sarah akrab. Begitu juga kedua pria yang berstatus ayah bagi Alisya.
"Wow. Sekarang kamu bukan hanya memiliki satu kakak saja, Alisya." Axel yang duduk di samping Alisya berucap. Matanya melirik pada tiga pria dewasa yang mungkin seumuran dengan dirinya.
"Ya, memang. Semoga saja mereka tak cerewet sepertimu, Kak," balas Alisya dengan spontan. Axel mendelik kesal mendengar itu. Namun Alisya mengabaikan kekesalannya.
Alisya tersenyum, seraya menatap sekeliling. David sedang mengobrol bersama Hendra dan anak-anak tiri Hendra yang sudah dewasa. Sedangkan Diana, sedang mengobrol bersama Sarah dan anak kembar Sarah yang berjumlah tiga orang. Taksiran Alisya, mereka sepertinya seumuran dengannya. Semoga saja mereka bisa akur nanti.
Sedangkan Axel, hanya diam dan sesekali melihat ke arah ponsel. Alisya meliriknya sekilas, dan wajah kakak tirinya tersebut terlihat kurang bersahabat.
"Apa ada masalah?" Alisya akhirnya bertanya pada Axel yang hanya diam saja semenjak mereka duduk di sana.
"Menurutmu?"
Tanggapan Axel yang sedikit ketus membuat Alisya merasa bersalah. Ya, Alisya sadar juga sebenarnya sebaik apa Axel terhadapnya. Walau hanya saudara tiri, mereka benar-benar dekat layaknya saudara kandung. Alisya tahu keputusannya ini mungkin membuat pria itu sedikit kecewa. Tapi, Alisya pun ingin merasakan tinggal bersama dengan ayah kandungnya. Dia ingin mencari pengalaman baru di Ibukota.
"Kamu yakin mereka bisa menjagamu seperti yang aku lakukan selama ini?" Pertanyaan Axel cukup menohok. Mungkin pria itu berharap Alisya menyerah dan memilih pulang lagi ke Yogyakarta.
"Aku bisa menjaga diriku sendiri, Kak. Aku tak mau jadi beban bagi siapa pun. Aku sudah dewasa sekarang." Alisya menjawab dengan tegas. Axel hanya menghela nafas, tanpa menjawab lagi. Kekecewaan terlihat jelas diwajahnya. Dan dia langsung berpamitan untuk pergi ke kamar mandi. Meninggalkan Alisya yang semakin merasa bersalah.