Setelah membisikan kalimat itu kepada Veronica, Lukas melepas jabat tangannya lalu memandangnya dari atas ke bawah, seolah dia adalah seorang hama yang harus dimusnahkan.
Veronica berdiri dengan sikap penuh percaya diri, wajahnya tak menunjukkan emosi selain tatapan datar. Meskipun di dalam hati, Veronica merasa gentar saat Lukas melayangkan tatapan penuh permusuhan kepadanya.
Lukas akhirnya berpaling dari Veronica dan menjabat tangan staf keuangan yang lain. Veronica menarik napas dalam-dalam, berusaha menguatkan diri meskipun dadanya terasa sesak.
Pria itu berdiri di ruangan yang sama dengannya disertai ekspresi dingin, tak ada lagi kelembutan yang pernah dia kenal. Di dalam hatinya Veronica meyakinkan diri, jika ini balasan yang harus diterima karena 'berselingkuh' dengan Lukas.
"Setelah ini saya mau bicara empat mata dengan dia," ucap Lukas seraya mengacungkan telunjuk kepada Veronica yang langsung memasang senyum kecutnya.
Semua rekannya tak lama meninggalkan ruangan Lukas dengan tatapan rasa ingin tahu yang besar. Veronica yakin saat dia kembali ke ruang divisi keuangan rekannya sudah menyiapkan berbagai pertanyaan yang harus dia jawab.
Tanpa perlu dikatakan lagi, Veronica tahu apa yang akan terjadi pada dirinya mulai hari ini. Lagi-lagi dia menghela napas panjang untuk mengumpulkan ketenangannya sebelum memulai percakapan dengan Lukas.
"Ada perlu apa Bapak sampai ingin bicara dengan saya secara pribadi seperti ini?" tanya Veronica.
Pria itu menatapnya dengan tajam, dan Veronica berusaha tetap tenang dalam menghadapi intimidasi dari Lukas. Apapun yang terjadi dia tidak boleh tumbang di hadapan pria ini.
"Tak kusangka kita akan bertemu lagi dengan cara seperti ini. Sebenarnya aku masih mengharapkan penyesalan dari kamu, tapi ternyata kamu ini wanita yang tak tahu malu rupanya," ejek Lukas dengan menyunggingkan senyum sinis.
Veronica terkejut saat mendengarnya, tetapi dia mencoba bersikap profesional. Biar bagaimanapun juga status Lukas adalah atasannya saat ini.
"Sialan kamu, Veronica! Bisa-bisanya sekarang kamu memasang wajah tidak tahu malu seperti itu." Lukas kembali meluapkan emosinya kepada Veronica yang hanya diam.
"Karena kamu hanya diam saja, saya punya tugas untukmu. Mulai dari hari ini, kamu harus mengerjakan semua laporan keuangan dalam bentuk manual. Saya tidak ingin ada kesalahan satu angka pun. Mengerti?" Titah Lukas sembari menggebrak meja.
"Manual? Tapi ... bukankah kita sudah menggunakan aplikasi digital untuk mempermudah pekerjaan, Pak?" tanya Veronica menyanggah permintaan Lukas yang tidak masuk akal itu.
"Oh, jadi kamu mau membantah perintahku? Ingat, saya yang berkuasa di sini, Veronica. Jadi kamu harus mematuhi perintahku," ucap Lukas, menaikkan alis, lalu tersenyum penuh ejekan kepada Veronica.
"Kalau kamu menolak melakukannya, maka silakan ajukan surat resign ... dan saya akan pastikan jika kamu tidak akan dapat diterima di perusahaan manapun setelah ini."
Veronica hanya dapat meneguk salivanya dengan kasar saat mendengar ancaman dari Lukas. Tidak dia sangka akan bertemu kembali dengan pria itu setelah 5 tahun berlalu.
Salahnya juga yang mengajukan lamaran pada salah satu anak cabang perusahaan keluarga Harfandi setelah lulus dari kuliah S1nya. Dia tidak memikirkan kemungkinan terburuk jika akan bertemu dengan Lukas.
Veronica akhirnya mengangguk kecil, menerima tugas yang tidak masuk akal itu, sambil menekan emosi yang berkecamuk di dadanya.
"Baik, Pak Lukas. Saya akan melakukannya," kata Veronica dengan nada tenang.
"Bagus. Saya harap kamu tidak mengecewakan. Lagipula, saya tidak mau masalah pribadi mengganggu pekerjaan. Jadi ingat di mana posisi kamu berada saat ini." Lukas menatap Veronica dingin setelah mengatakan itu.
"Baik, Pak. Saya akan bekerja sebaik mungkin dan memastikan tak ada masalah dalam pekerjaan," ucap Veronica dengan suara tenang, meski ada getaran dalam setiap nadanya.
Baru saja Veronica akan meninggalkan ruangan Lukas, terdengar suara pintu yang dibuka. Tak lama masuklah seorang wanita yang memakai baju kerja bermerek, riasannya pun semakin menonjolkan bentuk rahangnya yang tegas.
Veronica benci untuk mengakuinya, tapi wanita ini sangat cantik dalam pandangan matanya.
"Sayang, ada apa kamu kemari? Memangnya kantor kamu nggak terlalu sibuk?" tanya Lukas seraya menatap wanita itu dengan penuh kelembutan.
Tanpa ragu Lukas melingkarkan lengannya di bahu Helena-tunangannya, seolah ingin memastikan bahwa Veronica melihatnya.
Veronica terpaku di tempatnya berdiri, kakinya terasa berat untuk meninggalkan ruangan Lukas.
Helena tersenyum sambil merapatkan diri pada Lukas, "Kebetulan kantor aku sedang tidak terlalu sibuk, makanya aku bisa kemari."
Helena lalu menatap Veronica sekilas dengan pandangan meremehkan. Veronica merasa perasaannya semakin tersayat saat melihat kemesraan kedua orang itu, tapi ia menahan diri, karena tak ingin terlihat lemah di depan mantan kekasihnya.
Lukas tertawa kecil dan merangkul Helena lebih erat, bermaksud untuk mempermainkan perasaan Veronica. Tadi dia sempat melihat kedua mata itu memerah, dan Lukas semakin yakin menggunakan cara ini untuk mulai melakukan pembalasan dendam kepada mantan kekasihnya itu.
"Kalau begitu saya permisi dulu," ucap Veronica setelah mengumpulkan keberaniannya dengan susah payah.
Lukas menatapnya sekilas lalu mengibaskan tangannya, sebagai pertanda Lukas menyuruhnya pergi.
Setelah Veronica keluar ruangan, Lukas masih memandangi pintu yang menutup di belakangnya dengan tatapan penuh amarah yang belum terpuaskan.
Dia tak sadar, bahwa dendam ini sebenarnya hanya menyakitinya lebih dalam.
Sementara itu, di dalam ruangan divisi keuangan, Veronica sedang menghadapi serbuan pertanyaan dari para rekannya.
"Vero. Kenapa Pak Lukas mau bicara sama kamu berdua aja? Apa jangan-jangan sebelumnya kalian saling mengenal?" tanya salah satu rekan Veronica dengan rasa ingin tahu yang tinggi.
'Aku dan Lukas bukan hanya saling mengenal, kami ini dulunya sepasang kekasih,' gumam Veronica di dalam hatinya.
"Kok kamu diam aja, cepat jawab pertanyaanku, Vero. Apa kamu mengenal Pak Lukas sebelumnya?" tanya sang rekan lagi dengan nada menuntut.
Veronica yang melihat jika sang teman berubah menjadi agresif segera meninggalkan ruangan dengan alasan ingin ke kamar mandi.
Berulang kali Veronica mencuci wajahnya berharap jika semua ini hanyalah mimpi. Sang General Manager yang. baru bukan Lukas, melainkan orang lain yang ia tidak kenal. Tapi mendapati Helena yang juga sedang merapikan riasannya di toilet, membuat Veronica menyadari jika Lukas telah menciptakan neraka baginya.
"Hai. Tunggu dulu," ucap Helena saat Veronica akan melangkah keluar toilet.
Veronica lalu berbalik menghadap Helena lalu bertanya "Ada apa Ibu memanggil saya?"
"Beraninya kamu memanggil saya dengan sebutan Ibu. Memangnya kamu pikir saya ini sudah ibu-ibu!" bentak Helena dengan kebencian yang sangat kentara.
"Sebenarnya katakan saja, salah apa saya sama Ibu, sampai-sampai ibu memperlakukan saya seperti ini?" tanya Veronica yang mulai merasakan lelah menghadapi kelakuan Lukas yang di luar nalar.
"Jangan kira saya tidak tahu apa hubungan kamu dengan Lukas sebelum ini. Saya peringatkan sekali lagi, jangan dekati Lukas atau kamu akan menerima akibatnya," ucap Helena dengan berdesis.
Veronica terkejut saat mendengarnya, tapi dia berusaha menormalkan raut wajahnya. Veronica bahkan menyiapkan kalimat untuk segera pergi dari sini.
"Mana mungkin saya berani mendekati pria yang sudah memiliki tunangan," sahut Veronica.
Rupanya hal itu memancing amarah Helena, wanita itu berdecak keras lalu membuka ikatan rambutnya seraya mengacak-ngacak tatanan rambutnya yang rapi. Veronica yang belum mengetahui apa yang akan dilakukan oleh Helena hanya berdiam diri. Sebuah keputusan yang tak lama Veronica sesali.
Helena lalu menjambak rambutnya sendiri dan menampar kuat pipinya. Veronica membulatkan matanya saat Helena berteriak.
"Tolong! Perempuan ini sudah gila, dia menyerangku. Padahal aku tidak berbuat apa-apa!"
Veronica hanya pasrah saat mendapati beberapa orang memasuki toilet dan memandanginya dengan tatapan menghakimi.
'Welcome to the hell, Veronica,' gumam Veronica di dalam hatinya.