Sebuah Fakta

1012 Kata
"I'l get the fact. Just wait and see," gumam Amanda seraya melangkahkan kakinya ke kamar mandi. Mengekor mama Yogi yang sudah jalan terlebih dahulu. "Apa tante Lita berada di balik semua ini ya? Kenapa sikapnya begitu mencurigakan?" tanya Amanda dalam hati seraya tetap memperhatikan gerak gerik mama Yogi tanpa diketahui Sang Target. Tak selang berapa lama, radar indera penglihatan Amanda menangkap sosok Felya tengah berjalan menghampiri Lita. Memantik kecurigaan Amanda, apakah dua perempuan beda generasi ini menjadi dalang di balik masalah kisah cintanya. Amanda yang mulanya hendak mengamati dari jauh polah tingkah wanita bersurai panjang, kini justru berjalan menghampiri mereka. Ia langkahkan kakinya, memperpendek jarak yang terbentang. Memungkinkan indera pendengarannya menangkap suara lirih dua orang sasaran Amanda. "Sepertinya kali ini usaha kita mulai menunjukkan hasil, Fel. Tante berhasil memukul mundur Amanda dari sisi Yogi," ucap Lita seraya tersenyum smirk tanpa beban. "Serius, Tant? Ah, jadi seneng deh dengernya," sahut perempuan penjaja diri dengan wajah berbinar. Mereka berdua tak hentinya tertawa, tanpa tahu sasaran perundungannya berada di dekatnya. Jelas sudah, ibu dan pengagum Yogi itu tampaknya begitu senang jika berada di atas penderitaan orang lain, khususnya Amanda. Masing-masing dari mereka bahagia karena hasratnya terpenuhi. Lita yang bahagia karena berhasil membalas dendamnya pada Fida. Dan Felya yang begitu percaya diri mampu memiliki Yogi. "Ternyata, jahat sekali tante Lita. Dia yang bermasalah sama mama, kenapa aku juga dibawa-bawa. Dasar childish emang tante satu itu." Amanda menggerutu kesal dalam hati. "Alright, kita lihat saja nanti tante Lita terhormat dan Felya genit. Siapa yang akhirnya benar-benar tertawa." geram Manda seraya memasukkan benda pipih kesayangannya berwarna hitam. Setelah ia gunakan untuk merekam momen emas antara Lita dengan Felya. Lepas menguping pembicaraan rahasia antara dua wanita yang sempat membuat hatinya kacau, Amanda sengaja menampakkan diri di depan Lita dan Felya. Tentu saja dengan memasang tampang innocent. "Eh ada tante Lita. Apa kabar, Tant? Maaf yah akhir-akhir ini Manda jarang berkunjung ke rumah. Merasa gak enak aja kalau gak ada mas Yogi di rumah," ucap Manda seraya sengaja mengucap lebih jelas kata mas di depan Lita dan dara ambisius itu. "Tante baik-baik aja kok. Manda sendiri apa kabar?" Lita berbasa-basi. Tiada pilihan selain berpura bersikap ramah kepada Amanda. Demi menarik simpati perempuan yang diakui calon istri Yogi. Amanda menggerutu. Ia mencebik dalam hati, menyadari liciknya wanita yang telah melahirkan kekasihnya. Di depan baik, tapi ketika berada di belakang Amanda, layaknya seperti nenek lampir saja. "Alhamdulillah. Yah seperti apa yang tante Lita lihat sekarang. Masih sehat, mata panda juga gak ada kok." serang Amanda secara halus. Sekedar ingin menunjukkan pada Lita bahwa ia memanglah tangguh. "For the god's sake, I will stand tall even though you shake my core." tekad Amanda dalam hati seraya menatap nanar wajah Lita. "Dasar perempuan bermuka dua." seketika rasa benci Manda terhadap Lita pun mencuat. "Ehm… kalau gitu Manda pamit dulu ya, Tant. Tadi rasanya seperti kebelet banget, tapi setelah sampai di sini hajat ini mendadak hilang." Amanda beralasan, seiring ia sudah mengantongi sebuah fakta tentang Lita. Lita dan Felya hanya menganggukkan kepalanya. Seraya melipat dahinya, bingung dengan hasrat Amanda yang bisa tiba-tiba hilang. Tanpa curiga jika kehadiran Amanda bisa menjadi ancaman mereka. Selepas puas membuat wajah Lita merah padam, Amanda kembali melangkahkan kakinya menuju ke bangkunya. Ia tidak ingin Natasha curiga terhadapnya. Kalau ternyata "Maaf ya, Sha. Aku tadi lama di sana," ujar Manda seraya menerjunkan biriknya di atas kursi berbusa itu. Natasha tersenyum simpul lalu menggelengkan kepalanya. "Ah, gak apa-apa kali, Mand. Siapa tahu aja 'kan kamu lama di di dalam sana karena memang lagi antre banyak. Atau si adek ogah dikeluarin di sini," tutur Natasha dengan segala pikiran positifnya. Tanpa tahu jika sahabatnya ini tengah berusaha menemukan jawaban atas pertanyaan tentang sepupunya. "Oh ya, Mand. Sorry nih. Aku kok rasa-rasanya belum bisa percaya kalau Yogi kayak begitu. Tega banget mengkhianati kamu." tanpa Manda duga, ternyata Natasha masih geram jika melihat potongan gambar skandal Yogi. Amanda menganggukkan kepalanya. Wanita itu paham jika respon pertama orang di sekitarnya tentunya sama dengannya. Seperti tidak percaya akan hal yang dilihatnya namun juga geram di satu waktu. "Aku pun juga begitu kok, Sha," sahut singkat Amanda seraya tersenyum yang dipaksakan. Setelah mengantongi fakta yang begitu mengejutkan dirinya, timbul rasa penyesalan di hati Manda. Tidak seharusnya ia marah membabi buta pada Yogi. Menuruti emosi yang nyatanya membahayakan diri. "Yah, seharusnya aku memberinya kesempatan untuk menjelaskan. Bukan malah sibuk memotong penjelasan Yogi," gumam Amanda lirih, yang rupanya bisa didengar oleh Natasha. Sejenak, Tasha mencebik. Sahabat masa kecilnya yang duduk di depannya memang sedang ada masalah dengan sepupunya. Pastinya dua sejoli itu habis berantem gak jelas. "Oh pantes, akhir-akhir ini Yogi seperti menarik diri. Jarang banget keluar dari rumah." monolog Natasha. Sementara itu, masih di sudut restoran yang sama, tampak seorang pria berkemeja slim fit berjalan ke dalam kedai bernuansa etnis itu. "Chicken bruelle satu dan lemonade squash ya mbak," ucap Affandi lembut. Selepas memesan makanan, tangan Affandi merogoh saku celana bahan slimfitnya. Bermaksud mengambil vapor, demi menenangkan pikirannya. Affandi melayangkan pandangan ke halaman luar restoran sembari menghisap vapornya. Berharap keresahan yang mengusik jiwanya bisa perlahan menghilang. Yah, tidak salah lagi permintaan perempuan yang melahirkannya tiga dekade lalu tak ayal membuat Affandi pusing tujuh keliling. Bagaimana tidak pening, jika ia diminta untuk menikahi perempuan yang belum ia kenal. Akan ada sederet adaptasi yang harus ia lakukan. Kejutan kecil yang bisa saja membuat jantungnya pingsan sejenak. Atau malah menggiringnya untuk menanggung beban hidup yang semakin berat. Akan tetapi, dari sederet konsekuensi atas pernikahan dadakannya itu, hanya satu yang terberat. Belajar mencintai orang lain di tengah-tengah hatinya yang masih enggan untuk mencinta. "Woi! Ngelamun aja. Kayak lagi mikiran hidup." ucapan Yogi tak ayal mendistraksi Affandi yang khusyuk dengan pemikirannya sendiri. "Ya emang bener lagi mikirin hidup. Hidup kok ribet amat yah," celetuk Affandi setelah tersadar dari lamunannya. Yogi hanya tersenyum kecil, heran dengan kakak tingkatnya semasa di kampus yang duduk di hadapannya. Pemuda itu pun melemparkan celetukan yang membuat keduanya tertawa. Saking kerasnya, suara tawa itu bisa tertangkap oleh indera pendengaran Amanda. Membuat gadis itu menoleh ke sumber suara. Perempuan itu menelungkupkan kedua tangannya, ketika tahu sosok tersangka yang membuat restoran itu gaduh.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN