Maksud kamu apa, Mas? Kamu mau ninggalin aku atau gimana?" Manda mencecar Yogi dengan pertanyaan seberat itu.
Jangankan meninggalkan Amanda. Menjawab pertanyaan yang begitu ringan diucapkan pun, rasa-rasanya Yogi tak mampu. Sejatinya, pria itu tidak sanggup jika hidup tanpa Amanda. Akan tetapi, ketika dia melihat bagaimana Amanda tersiksa karena teror itu, membuat Yogi begitu sedih.
"Sebenarnya aku tidak ada maksud untuk menyerah. Hanya saja, aku begitu malu denganmu, Hon. Karena aku tahu siapa yang menjadi dalang dari huru hara yang menimpa kamu," tandas Yogi seraya menatap dalam paras Amanda.
"Memang siapa, Hon?" selidik Amanda yang mulai tahu ke mana arah pembicaraan mereka.
"Maaf, aku tidak bisa mengatakannya sekarang, Hon. Aku takut kalau nanti kamu bakal membenci orang itu," tolak halus Yogi. Yang justru menguatkan kecurigaan Amanda selama ini.
Mendengar apa yang Yogi ucapkan, Amanda sempat terhenyk. Bukannya apa-apa, hanya saja ia merasa ada yang aneh dengan Yogi.
Sebenarnya, sesulit apa sih untuk berkata apa adanya? Bukankah dengan berterus terang justru memberi kemudahan pada orang lain? Dan kalaupun dalang di balik adanya teror itu adalah orang tua Yogi, Amanda menjamin dirinya tidak akan balik menyerang.
"Kok alesan kamu klasik banget sih, Hon?" Amanda menyunggingkan senyuman kecut, tidak habis pikir dengan Yogi yang mengklaim terlalu mengenalnya akan tetapi nyatanya berbanding terbalik 180 derajat.
"Kamu kayak gak tahu aku aja sih, Hon. Just tell me the truth. I'll stay strong, believe me!" tekan Amanda yang masih bersikukuh meminta Yogi berterus terang padanya. Sekaligus berharap kecurigaannya terhadap Lita ataupun Felya tidaklah benar.
Yogi terdiam seribu bahasa. Batinnya berkata jika apa yang Manda bisa saja hanya untuk membujuknya agar mau berterus terang soal teror dan penyanderaan itu. Dalam hati, ia bertanya. Jika memang ibunya lah yang terlibat dalam teror ini, masihkah Manda berusaha tetap kuat. Seperti apa yang baru saja perempuan itu ucapkan.
"I'm sorry, Manda. I ca-" tukas Yogi yang langsung saja dipotong oleh Amanda.
"But I can tell the truth, Hon. Sejujurnya, aku tahu siapa otak dari huru hara ini. It's ehm-" belum juga Manda menuntaskan bicaranya, dering panggilan masuk pun berbunyi. Membuat dengan terpaksa Manda menjeda percakapan yang serius itu.
"Manda, mama bilang kamu pulang sekarang!" makian seorang perempuan lewat patuh baya menjadi penyambut kala Amanda menempelkan gawainya di daun telinga.
Yap, suara Afida yang bernada sekian oktaf itu tak pelak membuat jantung Amanda berdetak lebih cepat. Pikirannya pun sekarang berlarian entah ke mana. Apa mungkin mamanya mengetahui jika dia tengah bersama dengan Yogi. Kalaupun jawabannya iya, dari mana Afida tahu adanya pertemuan rahasia ini.
"Amanda!" seru Afida dari seberang. Menghentikan lamunan Amanda seraya menggiring dara berparas ayu itu mengiyakan pinta Afida.
Selepas menerima panggilan suara dari perempuan yang mengorbankan nyawa untuknya, Amanda mengulurkan tangannya pada Yogi. Seraya berpamitan jika ia harus pulang sekarang juga.
"Mas, maaf aku harus cabut sekarang. Mama memintaku untuk segera pulang," ucap Amanda seraya menyampirkan backpack hitam kesayangan ke pundaknya. Bersiap untuk pergi.
"Yok cabut," ujar Yogi seraya menggenggam punggung tangan mulus Amanda, sesaat sebelum ia mengangkat abaimananya dari kursi empuk kafe itu. Lalu menyambar kunci kontak yang ia letakkan di depan meja.
"Aku tidak ingin kejadian kemarin terulang lagi, Mand. Dan aku tidak mau ada lelaki lain yang menyelamatkanmu," tandas Yogi begitu kakinya menginjak pedal gas kuda besinya. Meninggalkan halaman parkir kafe tempat pertemuan rahasia pasangan sejoli itu.
Sama halnya dengan Amanda yang bertemu diam-diam dengan Yogi, di salah satu sudut kota, Affandi yang semula hendak meneruskan perjalanannya ke luar kota, kini harus memutar balik kemudinya. Seiring adanya isi pesan singkat yang mendistraksi niatnya meninggalkan perempuan itu.
("Beb, maafkan aku. Aku janji akan melakukan apapun. Asal kamu mau kembali ke sini.") tulis perempuan itu dalam pesan singkat via aplikasi berwarna hijau. Tak lupa emotikon bergambar jantung ia sematkan.
("Aku janji kali ini gak akan membuat kamu kecewa.") wanita berambut pirang itu kini mengirim pesan spam untuk Affandi. Mengusik fokusnya yang tengah menyetir. Yang menggiringnya untuk membalas pesan itu.
"Yakin gak bakal membuat kecewa? Ada jaminan?" balas iseng Affandi. Kali ini pria itu menunjukkan skill yang tak pernah ia tunjukkan pada Amanda.
Membaca pesan singkat dari Affandi, terbit ide nakal dari perempuan penjaja diri itu. Dengan penuh percaya diri, ia mengirimkan potret dirinya yang hanya mengenakan baju minim pada Affandi. Berharap lelaki yang bersikap dingin padanya tergoda.
Dan benar saja, harapannya terwujud begitu mudahnya. Tak menampik keadaannya sebagai lelaki dewasa, tentu saja Affandi akan tergiur dengan penawaran menggiurkan satu itu dari perempuan yang baru dikenalnya. Senyum multi tafsir pun terkembang dari lelaki berbibir tipis ini.
Layaknya kucing kelaparan yang disuguhi ikan asin, pastilah akan tergoda untuk menikmatinya. Begitu pun juga dengan Affandi, yang kini melihat potret diri Felya yang memang menggoda iman. Membuatnya menelan saliva berkali-kali. Seiring mata lelakinya menelanjangi setiap inchi potret diri Felya.
"Oke. Tunggu aku di sana. Sepuluh menit lagi aku sampai," tulis Affandi seraya memutar kuda besinya berbalik arah.
Yah, akhirnya kesempatan yang dinantikan Affandi datang juga. Bertemu dengan perempuan yang tampaknya gampangan seolah menjadi celahnya untuk menyakiti hati perempuan, seperti yang Kinan lakukan padanya di masa lalu.
"Kapan lagi aku bisa menyakiti hati perempuan selain mama?" gumam Affandi seraya membiarkan kaki kokohnya menginjak pedal gas SUV mewahnya. Menuju ke tempat wanita itu berada.
Affandi membunyikan klakson seiring roda depannya menapak pekarangan parkir kafe itu. Meminta seorang perempuan muda yang masih berada di dalam, segera menampakkan batang hidungnya.
Tak berselang lama, seorang wanita berusia sekitar kepala dua berjalan menghampiri kuda besi seven seater itu seraya melengggok-lenggokkan tubuh gitar spanyolnya.
"Boleh aku masuk?" tanyanya seraya melempar kerlingan mata genitnya. Membuat bibir Affandi berkomat-kamit di balik masker. Berharap urat malaunya tidak akan terputus selama dalam perjalanan dengan perempuan itu.
"Ah, sial! Mengapa dia terlalu menggoda seperti ini?" rutuk Affandi seraya menatap sejenak perempuan yang berhasil menodai penglihatannya. Juga membuat sesuatu yang di bawah sana berkedut. Seakan ingin unjuk kemampuan.
"Honey, may I come in?" panggilnya sekali lagi. Membuyarkan gumaman Affandi yang tidak terlisankan.
Tanpa menyahut ucapan wanita yang masih berdiri memegang handle pintu kabin mobilnya, Affandi mematikan central locknya. Mempersilakan dara nan menggoda itu masuk ke dalam kabin.
"Kita mau ke mana ganteng?" perempuan itu tak henti-hentinya menguji iman Affandi. Jika tadi ia hanya mengedipkan netra indahnya, kali ini Felya beraksi lebih berani. Yang tak ayal menggiring Affandi membangun fantasinya. Dan mengantarkan pertemuan rahasia ini menjadi sesuatu yang mempengaruhi kehidupan Affandi selanjutnya.