EPISODE || Akan Menunjukan Padanya

2002 Kata
EPISODE 6 ______________________________________________________________________________________________                Jika tidak salah ingat, semalam Noah  masih dalam keadaan setengah mabuk. Lalu ketika acara makan malam bersama keluarga Rovando selesai, Zelia masih tinggal. Sementara Rovando dan istrinya langsung pulang. Noah tidak tahu setelah Zelia tinggal apa yang terjadi di antara mereka berdua.               Samar-samar Noah hanya mengingat pembicaraan semalam di ruang keluarga.             “Ini pertama kalinya aku melihat kalian berdua dekat seperti sepasang suami istri. Itu sungguh membuat kami bahagia. Bukan begitu, Ellards?”             Ayah Noah mengangguk mantap. “Tentu. Pemandangan yang membuat kita semua senang. Noah sangat beruntung menyetujui perjodohan ini.” Noah menoleh cepat ke ayahnya ketika merasakan tepukan di pundak. Ini tidak seperti yang dia harapkan. Bagaimana bisa perjodohan itu masih berlanjut sementara Noah tidak pernah mengatakan IYA.             “Karena kau sudah menyenangkan hatiku, katakan apapun yang kau inginkan Noah. aku akan menurutinya.” Rovando menatap bahagia putrinya yang duduk di samping Noah. Belum lagi kebahagiaan itu ditambahkan dengan apa yang baru saja dilihatnya. Noah menggandeng tangan Zelia. Seolah tidak ingin ada sekat di antara mereka.             “Bagaimana jika kita batalkan saja perjodohan ini?” Sayangnya, Noah hanya bisa mengucapkan itu di dalam hatinya.             “Maafkan aku sudah berprasangka buruk padamu, Noah. Aku pikir kau akan menolak mentah-mentah putriku karena dua hari lalu jangankan mengajaknya mengelilingi rumah kau bahkan tidak berpamitan pada kami saat pergi. Belum lagi    Zelia mengatakan bahwa kau sudah punya kekasih. Sungguh, itu membuatku cukup stress ternyata itu hanya guyonan.” Ditatapnya orang di ruangan itu satu persatu. Lalu Rovando dan Ellards tertawa keras memenuhi ruangan.             Candaan? Aneh! Padahal Noah serius soal itu.             Aselin merasa canggung. Lalu setelah itu terdengar suara kekehan Ellards berusaha mencairkan suasana. Menganggap itu sebagai sindiran guyon.             “Begitulah Rovando. Sebenarnya ini kesalahanku, aku tidak tahu bahwa dia saat itu sedang ada urusan bisnis di luar kota. Dia juga baru pulang malam ini, itu sebabnya wajah Noah tampak lelah.”             “Noah, Noah …. Kau ini benar-benar menantu idaman. Sangat bertanggung jawab pada pekerjaan.” Semakin bangga Rovando padanya, Noah merasa semakin risih. Dia hanya tersenyum tipis menanggapi itu.             “Begitulah putraku, Rovando. Memang sangat berbeda dariku. Dia lebih rajin dalam mengurus bisnis kami.”             Entah harus bagaimana Noah menanggapi ucapan itu. Semua orangg melihat ke arahnya dengan tatapan bangga. Pernyataan itu memang benar. Namun, apakah harus dijelaskan dan harus membanggakan diri seperti itu?             “Ahaha, itu sudah tugasku. Sudah sepantasnya kita bertanggung jawab dengan pekerjaan, ‘kan? Lagi pula, aku memang lebih senang menghabiskan waktuku di kantor daripada di rumah yang penuh---”             “Noah … sebaiknya kita tidak membahas itu lagi. Dan Rovando, kau pasti sudah mengerti mengapa dua hari lalu Noah tidak datang, ‘kan?” Bisa didengar suara itu seperti menahan kekesalan. Entah apa yang akan Ellards lakukan setelah acara ini selesai.             Itulah yang Noah pikirkan malam itu.             Lalu pagi ini dia terbangun dalam keadaan belum sepenuhnya sadar. Nyawanya perlahan-lahan masuk ke tubuhnya. Linglung sebentar, kepalanya pening. Kemudian, menoleh ke kanan dan ke kiri. Ruangan kamarnya masih terlihat seperti biasanya. Hanya perbedaannya, lebih berantakan. Di mana-mana air tumpah di lantai dan karpet. Botol wiski kosong di mana-mana             Sempat meregangkan otot tubuhnya sembari mengerang, Noah menyadari sesuatu. Kemana jas dan kemejanya semalam? Ketika ia menyambut Rovando semua masih baik-baik saja tetapi setelah acara makan malam itu selesai .… Dengan perasaan was-was Noah menoleh ke samping kiri.             Betapa terkejutnya Noah. Dia mendapati perempuan meringkuk di sebelahnya.             Zelia tidur pulas dengan selimut menutupi sebagian tubuhnya. Rambutnya berantakan. Noah panik, mencoba mengingat kejadian semalam yang sepertinya menghilang begitu saja dari memori otaknya.             Mengapa ada perempuan itu di sini?! Bukankah seharusnya dia tidur di kamar tamu? Atau harusnya pulang, kan?             Bertelanjang d**a membuat Noah ingin memastikan sesuatu. Pikirannya kemana-mana. Dia berharap semalam tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan olehnya. Rasa penasaran dan was-was akan menghantuinya jika Noah tidak mencari tau. Olehnya, dia mengapit ujung seprei dengan jari telunjuk  dan ibu jarinya.             Huuffft!!             Noah pikir, semalam terjadi persilatan di atas ranjang. Noah bersyukur karena Zelia masih berpakaian lengkap. Hanya saja perempuan itu terlelap cukup nyenyak. Napasnya terdengar teratur.             Mungkin, saat ini dia tak bisa mengumpulkan keseluruhan ingatannya karena nyawanya pun baru saja masuk perlahan ke dalam raga. Mengingat bahwa dia bukan seorang pelajar yang hanya bangun pagi untuk bergegas ke sekolah, lantas Noah menyingkap selimut dan turun dari ranjang.             Dia rasa, tidak perlu membangunkan Zelia karena mendengar suara wanita  itu pun sudah mengacaukan harinya. Selain itu, Noah juga malas harus berdebat. Pagi yang cukup cerah ini harus disambut dengan sesuatu yang tenang dan damai. Sayangnya, semua itu kacau ketika …             “Noah ….”             Tidak tahu sejak kapan Zelia terbangun. Langkah Noah terhenti tepat di samping ranjang. Kelopak matanya tertutup rapat-rapat. Tubuhnya terpatung di sana. Tidak bergerak sama sekali, menunggu apa yang akan Zelia katakan.             “Jika semalam aku menyakitimu, maafkan aku.” Suara Zelia serak.             Kelopak mata Noah terbuka lebar. “A—apa maksudmu?” Tidak! Jangan sampai mereka melakukan hal itu semalam!               “Apakah kau benar-benar lupa? Semalam aku menyentuhmu. Kita menikmatinya. Ya walaupun hanya aku yang menyentuhmu.”             Samar-samar Noah ingat apa yang terjadi. Namun, dia akan berkata sebaliknya.             “Maaf, jika aku tidak lupa sepertinya aku minum banyak wiski. Sehingga aku tidak percaya perkataanmu. Kau bisa saja berbohong untuk menjebakku.”             Zelia melotot, terkejut. “Noah! Aku melakukannya untuk-mu! Bahkan sebelum kita makan malam kau sudah memintanya padaku! Apakah secepat itu kau melupakannya?”             “Apakah semalam setelah makan malam bersama keluargamu, aku melarangmu pulang?” Noah masih belum bergerak sedikitpun.             “Seberapa banyak wisky yang kau minum sampai kau melupakan semua kejadian semalam?”      Ada pergerakan di ranjang. Lalu Noah merasa tangan merambat di punggung hinga ke pundaknya.             “Zelia ….” Noah menurunkan tangan perempuan di belakangnya.             “Apakah sentuhanku ini lebih membuatmu tidak nyaman daripada sentuhanku semalam?”             Kelopak mata Noah tertutup.  “Please … sentuhan semalam bukan pertanda aku sudah sepenuhnya menerimamu atau bahkan sentuhanmu. Aku juga tidak sepenuhnya mengingat itu. Tolong  jaga jarak 2 meter dariku.” Suara dingin itu tertinggal di sana, karena Noah melangkah pergi ke kamar mandi.             Ketika dia melirik jam dinding, di mana kedua jarumnya membuat Noah was-was dan terburu-buru. Jarang sekali dia terlambat bangun. Dan jarang sekali ketika Noah telat bangun, orang tuanya tidak mengirimkan pelayan rumah untuk membangunkannya.             Handuk di gantungan diambilnya satu-persatu melepas pakaiannya dan mulai membiarkan tubuhnya dihujami ratusan air dari shower di atasnya. Masuknya Noah ke dalam kamar mandi rupanya tidak mengusir Zelia dari kamar pria itu.             Tepat di bibir ranjang Zelia duduk sembari merapikan rambutnya dengan sisir yang dia temukan di nakas sebelah kanan ranjang. Tentu saja milik Noah, dan perempuan itu memakainya tanpa izin. Rambut kecokelatan itu sudah kembali lurus tidak berantakan seperti sebelumnya.             Zelia tidak sakit hati atas apa yang Noah katakan. Ada hal yang dapat dia pastikan yaitu Noah pasti sedang pura-pura.  Dari ekspresi wajah dan nada suaranya pun terlihat bahwa dia hanya berusaha tidak mengingat apapun yang terjadi semalam.             Penampilan Zelia sudah cukup rapi dari sebelumnya. Dia hanya mengelap wajahnya dengan tisu basah yang selalu tersedia di dalam tasnya. Karena masih pagi, Zelia belum akan memutuskan untuk pulang. Dia akan  menunggu Noah. Bagaimanapun, mendapatkan sesuatu yang dia inginkan haruslah sungguh-sungguh. Zelia tidak ingin menyerah hanya karena Noah terus membentaknya.             Batu yang keras pun bisa hancur apalagi sikap dingin Noah padanya. Suatu saat entah kapan pasti bisa dihangatkan.             “Ruangan ini tampak gelap dan misterius sepertinya,” gumamnya ketika memperhatikan sekeliling dengan penasaran.             Ruangan kamar serba hitam ini terasa kelam. Hampir tidak ada lukisan disekitarnya. Warna yang cukup cerah diberikan oleh kepala ranjang dan sofa di sudut kanan yang punya warna biru bludru. Serius, interiornya sangat minim. Tidak akan bisa dijumpai satu tangkai bunga atau warna merah muda. Jangan harap. Karpet berbulu dan bed cover kamarnya saja warna abu-abu.             Sebagian dinding, tepat di belakang kepala ranjang terbuat dari kayu dengan ukiran persegi. Tirai jendela bewarna cokelat. Benar-benar hanya lampu yang menerangi ruangan itu. Minimalis dan klasik.             “Kamar ini sangat tidak cocok untuk pria tampan sepertinya,” gumamnya lagi dengan ekspresi tidak dapat dijelaskan.             “Kalau begitu, aku juga tidak cocok untukmu. Kita beda selera. Semua yang kau punya adalah kemegahan sementara aku suka yang sederhana.”             “Noah!” Zelia buru-buru berdiri. Membungkam mulutnya. Siapa yang tahu jika secepat itu Noah selesai dari ritwal mandi?             Pria itu mengusap rambut panjangnya dengan handuk kecil sembari memperhatikan Zelia. “Tatapanmu itu untuk aku yang terlihat seksi dengan penampilan begini atau untuk kau yang tidak menyadari bahwa aku sudah mendengar keluhanmu tentang kamarku?” selidik Noah. Menuju ke lemari pakaian.             “Tidak keduannya, Noah.” Suara Zelia terdengar dekat. Ternyata perempuan itu sudah berada di belakangnya.             “Dasar pembohong. Kau pikir, mudah mempercayaimu?” tukas Noah, tanpa menunggu jawabannya kembali mencari pakaian. Zelia hanya diam dan menunggu Noah mencari pakaian.             “Lebih baik kau keluar saja. Setelah ini aku harus berangkat ke kantor. Jangan jadikan kesepakatan kita sebagai alasan agar kau bisa ikut denganku.” Noah memakai kaos hitam, yang akan ia padukan dengan jas nantinya. Dia tidak suka dengan gaya pakaian yang terlalu formal. Itu menjadikannya terlihat terlalu serius.             “Aku memang ingin ikut denganmu.” Noah lantas menoleh cepat. Ekspresinya susah dijelaskan tetapi yang jelas Noah merasa Zelia sudah melewati batas.             Sebenarnya, apa yang Zelia inginkan darinya? Mengapa penolakan mentah-mentah pun tidak menyadarkan wanita itu?   ______________________________________________________________________________________________             Siapa yang tidak risi jika setiap langkah selalu ada yang mengikutimu dari belakang? Akan lebih baik jika orang itu   adalah orang yang kau suka. Lalu bagaimana jika tidak? Pertanyaan pertama mungkin adalah jawaban yang tepat.             “Sepertinya, aku harus menyadarkanmu.”             “Maksudmu?” Zelia mengikuti langkah cepat Noah.             “Bahwa sebenarnya kau bukan bagian dari rumah ini. Dan menginap kurasa hanya satu malam saja setelah itu kau bisa pulang, bukannya tinggal sampai sekarang!” oceh Noah terus melangkah cepat menuruni anak tangga. Sementara Zelia seperti binatang buas yang mengejar mangsanya.             Mendengar pengusiran secara tersirat itu, Zelia mengerucutkan bibirnya. Persis seperti bocah SD yang merajuk karena tidak diberi uang jajan.             “Tapi Ayah Ellards dan Ibu Aselin memintaku untuk menganggap rumah ini sebagai rumahku juga. Aku harus pulang kemana jika ini adalah rumahku?” Zelia terus saja menjawab. Noah meliriknya kesal. “Pintar sekali kau membuat jawaban.”             Padahal itu bukan pujian, tetapi Zelia justru tersenyum senang.             “Noah, Zelia!”             Kekesalan Noah  bertambah tingakatannya. Entah sejak kapan Aselin sudah menunggu di bawah tangga. Lansung menggandeng perempuan yang sejak semalam memakai pakaian yang sama.             Karena Zelia adalah perempuan yang tidak punya malu. Dia sempat meminta untuk memakai baju Noah. Tapi Noah melarangnya dan mengunci lemari rapat-rapat agar perempuan itu tidak nekat mengobok-obok pakaiannya. Alhasil, Zelia masih memakai dress merah semalam.             “Bagaimana tidur kalian? Apakah nyenyak?”             “Tidak!”             “Sangat nyenyak!”  Zelia bersikap tidak punya rasa malu.             Noah melirik Zelia kesal. Bisa-bisanya dia menjawab seperti itu.             “Ibu, tolong sampaikan pada Ayah. Aku tidak sarapan di rumah hari ini karena ….” Noah melirik jam tangannya. “Sial! Aku sudah telat 15 menit. Maaf Ibu tetapi aku harus bergegas.” Noah mengecupi pipi ibunya, berpamitan untuk pergi.             “Noah! Izinkan aku ikut denganmu!” Zelia berteriak ketika Noah jauh 5 langkah di depan sana.             Pria itu menggeram marah. “Tolong, sadarlah sedikit. Apakah aku harus memukul kepalamu dengan batu, agar kau sadar bahwa kau yang memperlambat aktivitasku pagi ini? Lalu kau akan menghancurkan hariku lagi?!”             Zelia persis seperti anak kucing yang dimarahi.             “Noah!” bentak Aselin. Matanya melotot. “Apakah dengan mengajak Zelia akan menghambat pekerjaanmu? Lagi pula, dia sudah meminta izin padamu untuk ikut.”             Astaga … Noah sedang tidak ingin berdebat karena akan memakan waktunya.             “Baiklah, baiklah!” pasrahnya. Tapi jangan harap Noah menunggu Zelia. Dia langsung berjalan cepat menuju mobilnya. Sementara Zelia berlari mengikutinya seperti anak kecil.             Jangan pikir, Noah menolak kehadiran Zelia karena takut pekerjaannya terganggu. Bukan sama sekali. Siang ini, dia akan menemui Kylie untuk meminta penjelasan perempuan itu. Noah mencoba membuka hatinya. Barangkali, Kylie punya alasan dibalik apa yang dia lakukan.             Sekaligus, dengan begitu. Noah bisa menunjukan kepada Zelia. Siapa sebenarnya wanita yang Noah cintai.  ______________________________________________________________________________________________ Sampai jumpa di episode 7
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN