Arkana nampak harap-harap cemas ketika dirinya bersembunyi di balik pintu kamar utama. Sementara Yura, sang kekasih terlihat begitu asyik bercumbuu mesra di ruang tengah apartemennya dengan seorang pria lain.
Hari ini, Captain Arkana Athalla Elhaq yang berprofesi sebagai pilot sengaja memajukan jadwal penerbangan dari biasanya. Ini semua sengaja ia lakukan agar dapat pulang ke Jakarta lebih awal karena ingin melamar Yura tepat di hari ulang tahunnya.
Kalau di tahun lalu Arkana menghadiahi Yura sebuah apartemen mewah, maka di perayaan ulang tahun yang ke 25 kali ini, pria keturunan Arab tersebut sudah menyiapkan satu cincin berlian untuk ia sematkan di jari manis pujaan hatinya tersebut. Arkana sudah bertekad untuk mengakhiri hubungan jarak jauh yang dua tahun ini terjalin dengan menikahi Yura sesegera mungkin. Bahkan ia sudah merencanakan untuk memboyong sang kekasih kemana pun ia bertugas.
Hampir dua jam berada di apartemen, wanita yang sedari tadi ditunggu-tunggu akhirnya pulang. Tapi kali ini Yura tidak sendiri. Arkana bisa mendengar kalau wanita yang berprofesi sebagai model tersebut datang bersama pria yang tidak ia kenal sebelumnya. Karena takut ketahuan, Arkana memilih untuk segera berlari lalu bersembunyi di balik pintu kamar utama. Dari sanalah ia curi-curi dengar serta memperhatikan gerak gerik yang dilakukan sang kekasih dari kejauhan.
"Kamu yakin mau melakukannya di sini? Di apartemen pacarmu?" tanya pria itu memastikan. Seolah ragu dengan apa yang akan mereka lakukan setelah ini. "Biasanya juga kita senang-senang di hotel, kan?"
Yura tampak tersenyum dengan genit. Tangan wanita itu terulur, membelai lembut dadaa bidang milik si pria yang berpostur tubuh jangkung tersebut.
"Kenapa harus nggak yakin? Kamu takut kita ketahuan?"
"Bukan takut, aku cuma khawatir pacar pilotmu itu tiba-tiba datang trus mergokin kita berdua lagi mesra-mesraan seperti sekarang."
Yura semakin memajukan tubuhnya. Tanpa canggung menarik wajah pria tersebut, mendaratkan ciuman di kedua pipi lalu beralih ke bibir.
Jangan takut, Sayang," ucapnya setelah mengurai ciuman. "Jadwal pulang Arkana ke Indonesia itu besok. Selama pacaran, nggak pernah sekali pun dia kasih kejutan yang tiba-tiba datang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu."
"Itu artinya sekarang kita aman?" Pria itu sekali lagi memastikan keadaan. Tentu saja ia tidak ingin mengambil risiko harus kepergok oleh orang lain saat sedang bermesraan.
"Tentu saja."
"Lagian, kalau emang nggak cinta, kenapa kamu nggak putusin aja, sih?"
Yura tersenyum tipis. Kedua tangannya masih melingkar di tengkuk sang pria. Sesekali wanita itu mengecup singkat bibir pria di depannya.
"Mana bisa aku putusin Arkana, Sayang. Kamu tau sendiri, dia itu sumber penghasilanku. Mulai dari mobil, apartemen ini, lalu tabungan, itu semua dia yang kasih."
"Tapi, mau se-kaya apapun pacarmu itu, tetap aja dia nggak bisa kasih kepuasan seperti apa yang aku kasih ke kamu. Buktinya kamu selalu ketagihan setiap main bareng aku."
Yura mengangguk lalu tertawa gemas. Selama berpacaran, Arkana memang pintar menjaga diri. Pria itu berkilah tidak ingin menyentuh Yura sedikit pun sebelum resmi menyandang status sebagai istrinya yang sah.
"Arkana itu emang bosenin, yakali tiap pacaran yang dilakuin cuma nonton, jalan-jalan, atau belanja ini dan itu ---"
"Padahal, yang lebih asyik itu main-main di atas tempat tidur seperti apa yang sering kita lakukan."
Yura mengangguk lagi, menyetujui ucapan pria di depannya. Detik kemudian wanita cantik itu dengan tidak sabaran kembali mendaratkan ciuman bahkan lebih intens dari sebelumnya. Terlihat jelas, kalau Yura memang lebih agresif dari pada si pria.
Maka, tanpa sedikit pun melepas pagutan, keduanya perlahan mulai melucuti pakaian masing-masing. Detik kemudian, berjalan dengan hati-hati memasuki kamar utama. Hal selanjutnya yang mereka lakukan adalah sama-sama berbaring, bersiap untuk berhubungan layaknya pasangan suami istri. Nafsu memang sudah membutakan keduanya. Bahkan tidak ada satu pun yang menyadari bahwa Arkana sedari tadi memperhatikan dari balik pintu.
Tangan Arkana tampak terkepal kuat hingga buku-buku tangannya memutih. Bersusah payah sekali pria itu menahan emosi agar tidak menghajar orang yang jelas-jelas mengkhianatinya.
Selama ini, di belakang Arkana, Yura Priscilia memang menjalin hubungan dengan pria yang juga berprofesi sebagai model. Keduanya hampir setiap hari menghabiskan waktu untuk saling bercumbuu bahkan bermesraan. Tapi ketika Arkana pulang dari tugas, Yura akan bersikap layaknya pacar yang begitu setia dengan pasangan.
"Jadi begini kelakuan kamu di belakangku, Yura Priscilia?"
Yura yang hapal benar suara Arkana langsung terlonjak kaget. Ketika menoleh, buru-buru ia bangkit. Di sana, Yura sudah mendapati sang kekasih berdiri sempurna tepat di depannya.
"Kana, ini nggak seperti apa yang kamu pikirkan." Yura mengerjapkan mata. Dalam keadaan nyaris polos kepala wanita itu menggeleng berulang kali. Sementara pria lain yang ia ajak bermesraan hanya terduduk diam tidak berkutik sedikit pun.
"Jadi, aku harus berpikir seperti apa, hmmm?" Arkana menyipitkan mata. Pria itu melipat kedua tangannya tepat di depan dadaa. Bersikap seolah menunggu sebuah penjelasan.
"A-aku berani sumpah ini cuma salah paham. Aku bisa jelasin semuanya," pinta Yura tergugu.
"Salah paham, katamu?" Arkana melayangkan tatapan menghunus. Demi Tuhan, ia tidak pernah merasakan sakit hati karena dibohongi seperti ini. "Gimana bisa salah paham kalau aku liat sendiri kamu having s*x sama cowok lain. Lalu aku harus ngertiin perbuatanmu yang sudah kelewatan ini? Jangan gila, Yura!"
"Kana, A-ku ---"
"Aku apa?" Bentak Arkana dengan suara menggelegar. "Sudahlah, Yura. Aku akui, aku memang bukan tipe cowok yang bisa diajak having s*x sesuka hati kamu. Tapi asal tau aja, kalau selama ini kamu bisa jaga diri, jangankan uang, mobil, atau apartemen, dunia pun mungkin bakal aku kasih ke kamu secara cuma-cuma." Arkana tertawa masam. Habis sudah kesabaran yang ia pupuk sedari tadi. "Tapi ternyata kamu nggak lebih dari perempuan murahan. Kamu udah nggak ada harganya lagi di mata aku."
"Kana!" Yura berseru. Mata wanita itu terlihat berkaca-kaca. Entah air mata tulus atau sekedar kamuflase belaka. "Aku mohon dengar dulu penjelasanku. Ini semua nggak lebih ---"
"Nggak!" Arkana langsung menggeleng. "Hubungan kita sampai di sini aja. Aku minta kamu keluar dari apartemen ini. Karena kamu datang tanpa membawa apa-apa, silakan pergi tanpa membawa uang atau mobil pemberianku."
Yura semakin meraung. Sementara Akana tidak perduli. Pria itu memilih keluar dengan perasaan yang begitu sakit. Dari peristiwa ini, Arkana akhirnya menutup rapat pintu hatinya untuk semua wanita yang berani mendekat.