17 - Hasilnya Positif.

1501 Kata
Setelah mendapat pesan dari Dean, Devina seketika merasa jika waktu berjalan lambat. Devina ingin segera makan malam, lalu menemui Dean. Saat ini Devina sedang duduk santai di sofa kamar sambil menonton melalui laptop. "Ah, ini sangat menyebalkan," keluh Devina. Sejak tadi, Devina mencoba untuk menyibukkan dirinya sendiri supaya tidak merasa bosan, dan berharap jika jam makan malam akan segera tiba. Devina sudah tidak sabar, bukan tidak sabar untuk menikmati makan malam, tapi sudah tidak sabar untuk berbicara dengan Dean. "Lebih baik main game." Devina meraih ponselnya, dan mulai bermain game. Tak terasa, 1 jam telah berlalu sejak Devina bermain game. Devina dikejutkan oleh suara pintu kamarnya yang di ketuk sebanyak 3 kali. Tak lama kemudian, seorang pelayan berteriak memanggil Devina, memberi tahu Devina kalau sekarang sudah waktunya untuk makan malam. Devina membalas teriakan sang pelayan, mengatakan jika dirinya akan segera turun. "Akhirnya," gumam Devina sambil tersenyum lebar. Malam ini, Devina hanya makan malam sendiri, karena Devian tidak ada di rumah. Devian sedang pergi bersama dengan teman-temannya. Biasanya, Devina akan menikmati makan malamnya dengan santai, tapi kali ini tidak. Devina terburu-buru menghabiskan makan malamnya. Kelakuan Devina membuat para pelayan bingung, tapi mereka tak mengatakan apapun, dan memilih untuk diam. Alasannya tentu saja karena Devina ingin segera bertemu dengan Dean. Setelah menghabiskan makan malamnya, Devina menunggu Dean di ruang keluarga. 10 menit berlalu, tapi Dean tidak kunjung menunjukkan batang hidungnya, membuat Devina kesal. Devina menghubungi Dean, tapi nomor Dean malah tidak bisa dihubungi, membuat kekesalan Devina semakin bertambah. "Kenapa nomornya malah enggak aktif sih?" Devina mulai menggerutu, dan terus menggerutu ketika tak melihat adanya tanda-tanda kedatangan Dean. "Astaga, jangan bilang kalau dia lupa dengan janjinya sendiri." Devina berdiri, kembali menghubungi Dean, tapi hasilnya masih sama seperti sebelumnya. "Lebih baik samperin aja ke kamarnya." Setelah berpikir cukup lama, Devina memutuskan untuk mendatangi Dean. Saat akan memasuki lift, Devina bertemu dengan Han yang baru saja keluar dari lift. Devina mengurungkan niatnya untuk memasuki lift. "Om, apa Om Dean ada di kamarnya?" "Dean tidak ada di kamarnya, Devina." "Lalu di mana?" Devina penasaran, jika Dean memang tidak ada di kamarnya, lalu di mana Dean saat ini? Apa Dean berada di pos penjagaan yang terletak dekat dengan gerbang utama? "Sejak 1 jam yang lalu, Dean pergi ke luar, dan sampai saat ini belum pulang." "Om Dean pergi?" Ulang Devina yang sekarang ini terlihat sekali sangat shock. "Iya, Dean pergi." "Apa Om tahu ke mana Om Dean pergi?" "Enggak tahu, karena Dean enggak bilang mau pergi ke mana." Han memang tidak tahu ke mana Dean pergi, karena Dean memang tidak memberi tahu Han. "Kira-kira, kapan datangnya?" "Mungkin sebentar lagi, Devina." Ucapan Han terbukti benar. Tak berselang lama kemudian, Han dan Devina mendengar suara mobil milik Dean memasuki halaman mansion. "Itu dia." Devina berlari menuju garasi, tempat di mana mobil milik Dean biasa terparkir. "Sebenarnya ada apa sih?" Setahu Han, Devina masih marah pada Dean, jadi tadi saat tahu Devina mencari Dean, Han kebingungan sekaligus juga penasaran. Kenapa Devina mencari Dean? Han menyusul Devina, mungkin ia akan tahu saat melihat Devina sudah bertemu Dean. Dean baru saja keluar dari dalam mobil ketika Devina menghampiri Dean. Dean terkejut, tapi tak lama kemudian, Dean tahu apa yang Devina mau darinya. "Om, katanya ada hal penting yang mau Om katakan." "Devina, kita bicara besok saja, tidak sekarang." Sekarang ada hal yang jauh lebih penting yang harus Dean lakukan. "Loh kok gitu sih?" Jawaban Dean membuat Devina kesal. Bayangkan saja, Devina sudah menunggu sejak berjam-jam yang lalu, tapi Dean dengan santai mengatakan kalau pembicaraan antara mereka di tunda sampai besok. Dean menoleh ke samping begitu mendengar suara langkah kaki mendekat. "Han, tolong panggil Arion, kita kumpul di kamar gue. Ada hal penting yang mau gue bahas sama kalian berdua." "Ok, gue akan panggil Arion sekarang juga." Setelah menanggapi ucapan Dean, Han pergi mencari Arion. Ucapan Dean menarik perhatian dari Devina. Devina seketika ingin tahu, hal penting apa yang mau Dean bahas dengan kedua pengawalnya yang lain? Atensi Dean kembali tertuju pada Devina. Dean tahu kalau Devina marah padanya, terlihat jelas dari raut wajah serta tatapan matanya. "Maaf, Devina, tapi kita tidak bisa bicara sekarang. Kita bicara besok saja ya." Dean akhirnya meminta maaf. "Ya sudah, mau bagaimana lagi?" Dengan lemas, Devina menyahut. "Ya sudah, sebaiknya kamu istirahat, ini sudah malam." Devina hanya mengangguk, lalu kembali memasuki mansion, begitu juga dengan Dean. Devina pergi ke kamar, begitu juga dengan Dean. Saat Dean baru saja memasuki kamar, Han dan Arion datang. Dean mempersilakan keduanya untuk duduk di sofa, di susul dirinya yang duduk tepat di hadapan keduanya. "Dean, ada apa?" "Hasil tesnya menyatakan jika Benedick positif mengkonsumsi obat-obatan terlarang, dan dia adalah seorang pecandu berat." Dean menjawab pertanyaan Han sambil meletakkan sebuah kertas di atas meja. Han segera meraih hasil laporan yang baru saja Dean letakkan di meja. Arion mendekati Han, lalu kedua pria tersebut mulai membaca hasil laporan tersebut secara seksama. Kedua pria tersebut sama-sama shock sesaat setelah membaca hasil laporan tersebut. Han mendongak, menatap cemas Dean. "Lalu bagaimana dengan hasil dari tes Devina, Dean? Apa hasilnya positif, atau negatif?" "Gue hanya melakukan tes pada Benedick, Devina belum gue tes, Han." Sekarang Dean juga menyesal karena tidak melakukan tes tersebut pada Devina, juga kedua teman Benedick yang lainnya. "Jadi kita belum tahu ya, apa Devina juga mengkonsumsi obat-obatan itu atau enggak," gumam Han yang langsung Arion dan Dean tanggapi dengan anggukan kepala. "Bagaimana menurut kalian berdua? Apa Devina juga memakainya?" Dean ingin tahu, apa pendapatan Arion dan Han tentang Devina. "Kalau menurut gue si enggak." Arion terlebih dahulu menjawab pertanyaan Dean. Atensi Dean pun tertuju pada Arion. "Kenapa lo berpikir kalau Devina bukan pecandu?" "Karena Devina tidak menunjukkan tanda-tanda kalau dia adalah seorang pecandu obat-obatan terlarang." Dengan tegas, Arion menjawab pertanyaan Dean. Dean dan Han dengan kompak mengangguk, setuju dengan apa yang Arion katakan. Selama mereka bersama dengan Devina, Devina sama sekali tidak menunjukkan jika dirinya adalah seorang pecandu. "Tapi tetap saja, kita harus memastikannya, Dean." "Tentu saja, Han." Devina memang tidak menunjukkan tanda-tanda kalau Devina adalah seorang pecandu, tapi itu tidak akan membuat Dean mengabaikan Devina. Dean bukan hanya akan memeriksa Devina, tapi Dean juga akan memeriska kedua teman Benedick. "Caranya bagaimana, Dean?" "Itu biar jadi urusan gue, Arion." "Lo gak perlu bantuan dari kita berdua?" tanya Han sambil menunjuk dirinya dan Arion. Dean menggeleng, menolak halus tawaran Han. "Enggak usah, gue bisa sendiri kok." Dean tidak mau melibatkan Arion dan Han, karena Dean pikir, akan jauh lebih baik kalau tugas tersebut ia lakukan sendiri, dari pada harus melibatkan keduanya. Setelah berdiskusi selama hampir 1 jam lamanya, Han dan Arion keluar dari kamar Dean, meninggalkan Dean sendiri. Selang beberapa jam kemudian, setelah Dean yakin jika Devina tertidur, Dean keluar dari kamar, lalu pergi menuju kamar Devina. Sekarang Dean sudah berdiri di depan kamar Devina. Dean menarik dalam nafasnya, lalu menghembuskannya secara perlahan-lahan. Dean gugup, lebih tepatnya takut. Dean takut jika sebenarnya sampai saat ini Devina masih terbangun, itu artinya ketika nanti dirinya menerobos memasuki kamar Devina, Devina akan marah. Dean memang sudah menyiapkan banyak sekali alasan, untuk berjaga-jaga, tapi tetap saja, rasanya takut. "Semoga pintunya enggak di kunci." Dean akan kesulitan memasuki kamar Devina jika Devina mengunci pintu kamarnya dari dalam. Dean bernafas lega karena apa yang ia takutkan sama sekali tidak terjadi. Devina tidak mengunci pintu kamarnya. Dean juga lega saat melihat Devina sudah tertidur pulas. Itu artinya, Dean bisa segera melakukan tugasnya. Dean tidak mau Devina terbangun, jadi Dean melangkah mendekati tempat tidur Devina dengan sangat hati-hati. Dean sudah berdiri tepat di belakang Devina yang tidur dengan posisi tertelungkup. Dean memutuskan untuk mencabut beberapa helai rambut Devina. Devina terusik ketika Dean mencabut beberapa helai rambutnya, tapi untungnya, Devina tidak terbangun. Awalnya Dean juga ingin mengambil sampel kuku Devina, tapi saat melihat jika kuku Devina dihiasi nail art, Dean tidak bisa memotongnya. Besok pagi Devina pasti akan shock jika melihat kuku cantiknya terpotong atau rusak, bahkan mungkin Devina akan memeriksa rekaman CCTV di luar kamar untuk melihat siapa orang yang sudah melakukannya. Setelah merasa jika hasilnya cukup, Dean keluar dari kamar Devina. Dean tidak kembali ke kamar, karena Dean akan langsung pergi menemui Dokter Liam. Dean berpikir jika lebih cepat ia menyerahkan sampel rambut Devina pada Liam, maka itu akan jauh lebih baik. Dean tidak bisa menunggu sampai besok. "Sekarang mari berharap kalau hasilnya negatif bukan positif." Dean tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi kedua orang tua Devina jika sampai hasil tes Devina nanti positif. Brian dan Brianna pasti akan sangat shock. Dean yakin jika Brian akan langsung meminta Devina untuk menjalani rehabilitasi. Sebelumnya, Dean sudah memberi tahu Dokter Liam jika malam ini ia akan kembali, dan Dokter Liam memang menunggu kedatangan Dean. "Devina sudah, jadi sekarang hanya tinggal mengambil sampel dari kedua teman Benedick dan Devina." Sebelum pergi meninggalkan mansion, Dean sudah menitip pesan pada para penjaga yang ada di pos, meminta mereka memberi tahu Han dan Arion kalau ia pergi. Tak sampai 25 menit kemudian, Dean sampai di rumah sakit milik Dokter Liam. Dean langsung menyerahkan sampel yang ia bawa, setelah itu pergi ke tempat di mana kedua teman Devina tinggal.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN