Chapter 01; The Legend Of Beast

1726 Kata
Bunyi hentakan antara balok kayu dan kapak besar terdengar menggema di tepi hutan, berkali-kali sampai hampir semua orang rasanya hafal suara itu dihasilkan oleh apa. Arian terus memotong balokan kayu-kayu yang dia ambil dari hutan. Setelah memotong sebatang pohon sehari sebelumnya, Arian baru bisa mengubahnya jadi bagian-bagian yang lebih kecil dan lebih banyak untuk persediaan musim dingin nanti. Selain untuk dia pakai sendiri, terkadang Arian juga menerima pekerjaan dari warga di desa untuk memotong pohon di hutan lalu dijadikan kayu bakar. Meski tubuhnya tidak sebesar dan sekuat remaja laki-laki di desanya, tapi Arian punya cukup tenaga untuk bekerja dan menghasilkan beberapa keping uang untuk bertahan hidup. Sambil memotong kayu, terkadang Arian menerima pekerjaan lain seperti memanen jagung dan gandum di ladang milik salah satu bangsawan di sana. Atau kadang dia datang ke pasar untuk membantu pedagang mengangkut bsrang dagangan mereka. Tapi untuk sekarang, memotong pohon dan menjadikannya kayu bakar adalah pekerjaan yang paling Arian sukai. Bukan hanya uang yang didapatkannya sedikit lebih banyak, Arian juga bisa bekerja semaunya dia. Datang ke hutan kapanpun dan selesai jam berapa pun tidak akan ada orang yang memarahinya seperti saat dia terlambat membawa barang ke pedagang. Mungkin konyol, tapi untuk pekerjaan semudah ini memang hanya Arian saja yang berani melakukannya. Entah apa yang membuat warga takut masuk ke dalam hutan meski hanya untuk mengumpulkan kayu bakar untuk musim dingin. Mereka selalu bilang kalau di dalam sana ada sesuatu mengerikan yang bersembunyi dalam banyangan. Dan sesuatu itu terus mengawasi mereka setelah satu kaki mereka menginjakkan kaki ke dalam hutan, sesuatu itu terus mengintai dan siap melahap mereka dalam kesunyian. Merasa lucu dengan dongeng yang selalu diceritakan oleh warga di desanya, Arian hanya selalu menganggap cerita yang sudah turun temurun diceritakan itu hanya omong kosong untuk melarang anak-anak masuk dan bermain ke dalam hutan, karena siapapun tahu kalau hutan yang terbentang di hadapannya sekarang memang seolah tak berujung dan semakin gelap jika kau masuk lebih dalam ke sana. Lagi pula, Arian bukan anak kecil yang bisa ditakut-takuti oleh sebuah dongeng fiktif seperti itu. Kalaupun benar, berapa usia makhluk itu sekarang? Seratus, seribu atau berapa tahun sejak dongeng pertama diceritakan? Kalau binatang kecil dan jurang yang tertutup semak memang ada banyak di dalam sana tapi, kalau tentang makhluk buas mengerikan, sebuah kastil milik bangsawaan yang mereka namai Alpha, rasanya Arian tidak pernah menemukan hal semacam itu setiap dia masuk ke dalam hutan selama hampir tiga tahun terakhir. Ya, Alpha. Kata mereka, di dalam sana ada seorang bangsawan yang tidak diketahui namanya dan yang lebih dikenal sebagai Alpha yang menguasai seluruh hutan dan kerajaan di sekitarnya, bahkan kalau mendengar dari legenda maka Arian akan takjub saat tahu kalau desa tempat tinggalnya sekarang juga adalah bagian dari kerajaan tersebut. Dari dongeng yang mereka ceritakan, Alpha adalah jelmaan seorang bangsawan kaya raya yang terlalu sombong, banyak orang yang minta tolong padanya dia abaikan begitu saja bahkan tak jarang dia usir secara tidak terhormat meskipun kasta mereka bisa dikatakan setara pun, Alpha tidak pernah mengenal kata ampun untuk itu. Abaikan permintaan tolong. Mereka bahkan mengatakan kalau Alpha tak segan membunuh siapapun di tempat kalau dia tahu ada yang mengambil sebiji jagung pun dari lumbung miliknya. Memang kejam. Tapi Arian sadar, karena semakin banyak harta yang dimiliki seseorang maka semakin butalah dia dengan kemilaunya. Mungkin saja, orang itu juga melakukan hal yang sama. Kalap karena terlalu banyak memiliki harta hingga tak tahu caranya berbagi. Karena itu ada seorang penyihir yang marah lalu mengubahnya jadi monster mengerikan yang terus bersembunyi di kedalam hutan. Penyihir itu pun melenyapkan semua kekayaan sang Alpha, menghilangkan wajah tampannya dan menyingkirkan semua orang yang dia sayangi. Bahkan anak dan istrinya pun meninggalkannya hingga berakhir dalam kesendirian. Tapi Alpha seolah tidak tersadarkan oleh kutukan itu. Dia malah semakin murka dan bersumpah akan menghabisi siapapun yang berani menginjakkan kaki di wilayahnya, seperti apapun itu. Baik hewan maupun manusia dia akan menghabisi semuanya. "Hei, Arian. Aku tahu kau butuh banyak uang untuk membeli beberapa keperluanmu tapi jangan lupa untuk mengisi perut lebih dulu." Teriak Rodin sambil melempar kerikil ke arah Arian yang masih sibuk memotong sebalok kayu. Namanya Rodin Yvre, meski tidak pernah ikut Arian masuk ke dalam hutan untuk menebang pohon tapi Rodin selalu datang untuk membantu Arian memotong balokan kayu-kayu itu di perbatasan desa di mana Arian mengumpulkan semuanya. Bahkan sejak awal Arian punya ide ini, Rodin adalah orang pertama yang membantu Arian memasok kayu-kayu itu pada warga. "Kenapa kau datang tidak bawa makan?" Hardik Arian menghentikan pekerjaannya lalu menyeka keringat yang turun dari dahinya. "Tuh, kau tinggal makan tapi jangan lupa jatah untuk keluarga Todd Terry kau berikan dulu dan membiarkan sisanya." "Kau ini, memangnya Todd Terry membayar berapa untuk pesanan mereka? Aku masih ingat kalau mereka memesan untuk hari terakhir musim gugur dan aku tidak bisa mendahulukan mereka sementara keluarga Johan sudah lebih dulu memesan." "Ayolah, aku sudah menerima uangnya dan setidaknya berikan mereka hak istimewa. Uang mereka banyak." Arian hanya menghela napas mendengar bagaimana Rodin merajuk untuk bagian yang lebih besar. Sebenarnya ucapan Rodin ada benarnya, dia memang butuh lebih banyak yang untuk berobat ibunya. Tapi, kalau dia harus memenuhi pesanan keluarga Todd Terry lebih dulu itu artinya dia akan kena marah oleh Johan Burner yang sudah memesan jauh-jauh hari. "Apa aku ke hutan saja malam ini?" "Apa? Kau gila? Dengan pergi ke hutan siang bolong saja ibumu tidak berhenti memakiku dan sekarang kau mau pergi ke hutan malam-malam? Tidak, aku tidak setuju!" Rodin menolak. "Kalau begitu biarkan aku selesaikan pesanan Johan Burner sebelum memberikan bagian Todd Terry." Arian memutuskan. Meski sebenarnya Rodin sedikit menolak keputusan itu tapi tetap saja dia tidak bisa berbuat banyak. Sejak pohon-pohon di perbatasan hutan sudah habis ditebang untuk keperluan musim dingin, warga enggan masuk ke dalam sana untuk memenuhi kebutuhan mereka yang sangat kurang. Sementara kalau mereka harus membeli batu bara, harganya yang lumayan mahal menjadi alasan lain kenapa Arian dan Rodin memberanikan diri untuk memenuhi kekurangan itu. Sejenak Arian menghentikan kegiatannya, mendekati Rodin untuk sekedar mengambil gelas air yang dibawa pria itu lalu menenggaknya rakus. "Ibumu menyuruhku untuk memaksamu berhenti dengan pekerjaan beresiko seperti ini, kawan." Rodin mengubah topik mereka. "Di dalam sana sama sekali tidak ada bintang buas. Yang kutemui hanya rusa-rusa, tupai dan beberapa ekor kelinci. Resikonya tidak seperti yang kalian bayangkan." "Tapi legenda itu nyata, kawan. Karena itu tidak ada satupun hewan buas di sana karena semuanya sudah pergi." "Kau tidak pernah masuk ke dalam hutan itu, bagaimana bisa kau menyimpulkan kalau dongeng itu benar-benar nyata?" "Semuanya nyata, Arian! Kau lupa sudah ada berapa banyak warga desa kita yang hilang di dalam hutan sana? Mereka itu di--" Rodin tiba-tiba berhenti, "ah, sudahlah ... bagimu ini semua hanya ladang uang terbesar, bukan?" Rodin menyerah. Meski sudah puluhan kali diperingatkan tapi Arian sama sekali tidak mendengarkan satu katapun darinya. Rodin tahu kalau Arian butuh banyak sekali yang untuk pengobatan ibunya yang sudah sangat tua dan selain ini, memang tidak ada pekerjaan lain yang menghasilkan uang sebanyak ini dibanding menjadi kuli di pasar. "Kau makanlah, biar aku lanjutkan sisanya. Sebentar lagi gelap kita harus cepat memasukkan kayu-kayu ini ke dalam gubuk agar tidak dicuri." Ujar Rodin bangun dan mengambil kapak yang baru saja dilepaskan Arian. Sementara Arian hanya tersenyum lalu dengan lahap memakan makanan yang dibawa Rodin. Tidak seperti saat siang di mana banyak orang yang leluasa ke luar masuk rumah mereka, bercanda dan berteriak sekencang yang mereka bisa, saat malam menjelang semuanya hening. Bahkan tak satupun manusia terlihat menampakkan batang hidung mereka hanya untuk sekedar melihat bagaimana indahnya langit malam berbintang di pertengahan musim gugur seperti ini. Sama saja seperti yang dilakukan warga di desanya. Setelah merapikan kayu-kayu bakar yang dia buat ke dalam gubug yang dibuatnya bersama Rodin, Arian hanya duduk sambil sesekali merapikan rambut ibunya yang sudah sangat pucat. Wanita tua itu berusia sekitar enam puluh tahun lebih, tepatnya berapa Arian sama sekali tidak coba bertanya. Tapi yang Arian tahu, wanita itu adalah ibunya. Wanita yang sudah berjuang dengan sangat baik di tengah penyakit yang seolah tak kunjung sembuh itu selalu menyayanginya seperti apapun tingkah Arian. Dulu waktu Arian masih kecil wanita itu sangat aktif memarahinya yang selalu ingin masuk ke dalam hutan tapi sekarang, setelah Deborah sudah tidak lagi bisa bergerak bebas, Arian dengan mudah melanggar semua larangan ibunya dan masuk sangat dalam ke hutan hanya untuk mencari uang untuk biaya pengobatannya. Angin malam merembes masuk melalui celah jendela yang tidak terlalu rapat, menggoyangkan api yang berada pada lampu minyak membuat bayangan keduanya seperti buram terhapus gelombang. Perlahan Arian bisa melihat sepasang mata yang sudah tidak lagi awas itu terbuka. "Kau belum makan," bisik Arian sambil tersenyum. "Anak nakal...," Desis Deborah, "aku sudah sering memperingatkanmu tapi telingamu sepertinya sudah terlalu keras untuk sekedar merasa sakit saat kujewer." Deborah mengangkat lengan keriputnya dan mulai menjewer telinga Arian gemas. Meski tidak sekuat dulu tapi Arian bisa berpura kalau itu menyakitkan hanya untuk menyenangkan sang ibu. "Sudahlah, sekarang ibu yang harus dengarkan aku. Aku ingin sekarang ibu bangun dan makan." "Aku tidak mau makan sebelum kau berhenti." "Lalu siapa yang akan membayar obat untukmu?" "Bekerjalah seperti dulu." "Kau tahu kalau uangnya tidak pernah cukup untuk kebutuhan kita yang lain." "Tap--" Desir angin terdengar berbeda malam itu. Suara yang menggema memecah keheningan seketika. Kelelawar yang seharusnya mencari makan pun terdengar bergerombol dan terbang ke satu arah, membuat keributan yang mencekam di tengah malam seperti ini. Siapapun yang mendengarnya akan ketakutan sama seperti yang dirasakan Deborah saat ini. Wanita tua itu mencengkeram tangan putranya sangat erat, gemetar bahkan Arian bisa dengan jelas melihat ketakutan itu menghilangkan senyum yang baru saja dia lihat. "Tidak apa-apa, hanya gerombolan kelelawar." Arian coba menenangkan ibunya. "Bukan!" Tepis Deborah, "itu bukan kelelawar, tapi itu dia ... dia tahu kalau kau menginjak wilayahnya!" "Sudahlah, aku tidak percaya pada dongeng konyol tentang 'makhluk buas penguasa hutan' seperti yang selalu ibu bilang. Sekarang tenangkan dirimu dan kita makan." "Arian!" Deborah membentak. Deborah semakin mengeratkan cengkeraman tangannya pada Arian, sampai pemuda itu bisa merasakan bagaimana kuku-kuku panjang ibunya yang belum sempat dia potong bercokol kuat nyaris merobek kulit. Dia ingin melepaskan itu tapi Arian tidak sanggup karena kalau dia melakukannya, kuku itu akan lebih dalam lagi menancap. "Hentikan pekerjaan itu! Jangan pernah masuk lagi ke dalam hutan atau dia akan marah! Dia akan tahu! dan saat dia tahu kau melanggar perintahnya, maka dia akan marah lalu semuanya akan berakhir!" _
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN