Chapter 4

1015 Kata
Saat itu, Ren, Zen, dan Ken datang, dan memesan makanan. Seperti biasa, mereka makan tanpa mempedulikan orang-orang yang melihat mereka dengan tatapan terpukau. Seperti menyaksikan aksi sulap hebat dari pesulap terkenal Indonesia yang berinisial 'D'. ♡ ♡ ♡ Ketika Ren, Zen, dan Ken sedang makan, seorang cewek kelas XI Fisika 3 bernama Liana mendekati Ren. "Hai, nama lo Ren, 'kan ?", sapa Liana. "Iya", jawab Ren dingin, tanpa sedikitpun melirik kearahnya. "Kenalin, gue Liana dari kelas Fisika 3", cewek itu mengulurkan tangan untuk menjabat tangan Ren. "Ada perlu apa ?", Ren tidak menerima jabatan tangannya. "Mmm... Nggak ada perlu apa-apa sih. Gue cuma pengen duduk di samping lo, boleh nggak ?", tanya Liana penuh harap. "Ehm, kayaknya gulanya udah mulai didatengin semut nih. Iya kan, Zen ?", Ken tersenyum jahil. "Iya, dan kayak biasanya, semut itu bakal tau kalo gula yang satu ini rasanya pahit", Zen menyeringai kearah Liana. "Maksud kalian ?", Liana terlihat bingung. "Mmm... Ren, gue boleh duduk di samping lo, 'kan ?" Ren melirik kearahnya dan tersenyum. "Boleh" "Asik !. Makasih ya, Ren ?", Liana langsung berbunga-bunga. "Sama-sama" Liana duduk di samping Ren, tapi Ren malah berdiri. "Zen, Ken, kalian udah selesai ?", ekspresi datar melekat di wajah Ren. "Udah", Ken tersenyum manis. "Kita pergi sekarang", Ren beringsut dari kursinya. "What ?. Pergi ?", Liana tercengo. "Iya, karena itu lo boleh duduk disini", Zen rasanya ingin tertawa melihat Liana, tapi dia harus tetap stay cool. "Tapi kan... ", Liana berdiri. "Ren itu berbahaya", senyuman di wajah Zen terlihat menyeramkan. "Dia selalu bikin orang jatuh waktu orang itu ngerasa kalo dia udah ada di atas awan. Iya kan, Ren ?", Ken menoleh kearah Ren. "Iya", jawab Ren dengan nada dingin. "Kita pergi dulu ya ?. Abisin aja makanan lo", Zen tersenyum mengejek. Ren, Zen, dan Ken pergi, dan seluruh kantin menertawakan Liana, termasuk Isha, Shila, Afia, Fernan, dan Pandi. "Kasian si Liana, dia nggak tau cowok kayak apa yang dia deketin kali ini", Isha terkekeh. "Lo bener, Is. Sebelum ini dia selalu berhasil ngedeketin cowok, tapi kalo Ren, kayaknya dia nggak akan bisa", Shila memainkan garpunya seperti seorang guru yang menerangkan pelajaran. "Iya tuh, jadi kasian gue liatnya. Tapi lucu juga sih. Cewek songong yang selalu pamer kekayaan sama status, ditolak sama cowok keren kayak Ren. Bener-bener lucu", Afia tidak bisa berhenti tertawa. "Ya, biar tau rasa dia. Iya nggak, Fer ?", Pandi menoleh ke Fernan. "Iya aja gue", Fernan menjawab dengan santai. Bel masuk berbunyi. Semua masuk ke kelasnya masing-masing. Di kelas XI Kimia 3, semua sibuk mengerjakan tugas dari bu Richa. Saat itu Zen terlihat sedang mencari sesuatu di tasnya, dan itu membuat Shila penasaran. "Zen, lo nyari apa ?" Zen terkesiap pelan, dia menatap Shila. Tatapannya tidak terlalu dingin. "Gue nyari penggaris gue" "Lo nggak bawa penggaris ?" "Ya, kayaknya gue lupa" "Kalo gitu pakek aja penggaris gue, gue udah selesai kok bikin tabelnya", Shila menyodorkan penggarisnya ke Zen. "Oh ok, gue pinjem ya ?", Zen tersenyum. Tanpa sengaja Zen memegang tangan Shila saat dia mau mengambil penggaris itu dari tangannya. Seketika Shila merasa kalau jantungnya berhenti berdetak, tubuhnya membeku, dan terasa dingin. Zen juga terdiam sebentar. "Ma-maaf", Zen melepaskan tangan Shila dan mengambil penggarisnya. ... Saat pulang sekolah, Afia hampir lupa memgembalikan buku ke perpustakaan. Karena itu dia meminta Shila menunggu di gerbang, sementara dia mengembalikan buku yang dia pinjam. Setelah mengembalikan buku itu, Afia segera pergi, tapi dia berpapasan dengan Ken di lorong. "Ken ?. Lo ngapain disini ?", keringat dingin mendadak mengalir di seluruh tubuh Afia. "Gue mau nanya sama lo, sebenernya lo tadi mau bilang apa ?", seperti biasa, ekspresi wajah datar digunakan oleh salah satu dari kembar tiga ini. "Kapan ?", Afia pura-pura lupa. "Setelah lo nabrak gue. Lo bilang kalo lo nggak mau ngeledek gue, karena gue murid baru ?" "Iya" "Tapi gue rasa, lo nggak mau bilang gitu" "Mmm... Maksud lo ?", Afia jadi semakin gugup. "Maksud gue, lo jujur aja, sebenernya lo mau bilang apa ?" "Gu-gue... Gue emang mau bilang kalo lo murid baru kok", Afia benar-benar merasa dipojokan sampai menempel di tembok. "Oh ya ?", Ken maju selangkah. Jantung Afia semakin tidak karuan. "Dengerin gue, gue nggak suka di boongin, dan kalo ada yang coba-coba boongin gue, gue nggak akan ngelepasin dia", Ken pergi. "Aduh, kok jadi ruwet gini sih urusannya ?", Afia merasa sedikit khawatir mendengar apa yang Ken katakan tadi. Kemudian tanpa banyak berpikir lagi, Afia pulang bersama Shila. ♡ ♡♡ Keesokan paginya, saat Ren, Zen, dan Ken sampai di parkiran. Mereka melihat Isha sudah pergi dari sana. "Gue jadi inget kemarin", kata Zen sambil melihat punggung Isha yang berjalan menjauh. "Inget apa ?", Ren menautkan alisnya. "Kemarin pagi-pagi udah ada cewek yang marah-marah ke lo, 'kan ?", Zen menoleh ke Ren. "Isha maksud lo ?", Ken menyahut. "Ya, siapa lagi ?", Zen nyengir. "Hmm... Sebelum ini nggak ada cewek yang berani marah-marah ke kita, apalagi ke Ren. Cewek itu bener-bener gentle", Ken mengurut dagu. "Lo bener, tapi dia itu ngeselin banget. Dia nggak tau kalo kemarin itu Ren lagi pusing, jadi dia nggak konsen bawa motor, eh dia malah marah-marah", sepertinya Zen masih agak kesal pada Isha. "Terus kemarin dia pengen lo minta maaf ke dia kan, Ren ?", Ken menoleh ke Ren. "Iya", jawab Ren singkat. "Lo udah minta maaf ?" "Udah" "Terus dia maafin lo ?", Zen ikut kepo. "Gue nggak tau dan nggak pengen tau" "Mmm... Tapi cewek kayak Isha itu udah langka tau", Ken sepertinya sengaja mengusik Ren. "Emang apa yang lo tau soal Isha ?. Apa lo tau kalo itu sifat aslinya ?", Ren menatap kesal kearah Ken. "Maksud lo Isha kayak gitu cuma buat cari perhatian ?", Zen menyambar begitu saja. "Bisa jadi, tapi gue juga nggak yakin" "Ya, cewek itu emang susah ditebak sih", Ken menggaruk kepalanya dengan jari telunjuk. "Tapi udahlah, kita ke kelas aja yuk. Keburu masuk nih" Mereka masuk ke kelasnya masing-masing. Di kelas XI Fisika 2, Ren melihat hanya ada Isha yang sedang menulis sesuatu. Ren pun duduk, dan mereka berdua terlihat tidak menghiraukan satu sama lain. Saat itu Liana datang menghampiri Ren. "Hai, Ren. Gue denger lo pinter Fisika, ya ?. Ajarin gue dong", pinta Liana memelas. "Gue nggak bisa", Ren tidak menoleh kearahnya sama sekali.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN