LM - BAB 3

2212 Kata
Hari sudah berganti, Vania terbangun dari tidurnya dan melihat sudah pagi. Vania melihat ke sampingnya, tempat seharusnya Adrian tidur tapi ia tidak menemukan suaminya. Bahkan masih sangat rapi tanda tidak ada orang tidur disana. Vania memilih ke kamar mandi untuk mandi. Karena ia berniat membuatkan sarapan karena Adrian sudah mulai masuk kerja dan kedua anaknya juga akan bersekolah, itu yang Vania tahu dari Aska tadi malam sewaktu menemani anak laki-lakinya itu tidur. Adrian bahkan tidak mengatakan apa-apa padanya. Setelah mandi Vania menuju dapur dan sudah mendapati Mbok Ina di dapur. Vania akhirnya tahu kalau Mbok Ina khusus memegang dapur. Sedangkan Bi Aminah akan membantu persiapan kedua anak Adrian dan mengenai pakaian. Sisanya akan dikerjain Bi Retno. “Buat sarapan apa hari ini Mbok?” Tanya Vania tiba-tiba. “Aduh Mbok kaget tahu.” Mbok Ina mengelus dadanya karena terkejut dengan kedatangan Vania. “Sampai kaget gitu Mbok.” “Iya biasanyakan masak ya sendiri.” “Emang dulu istrinya Mas Adrian nggak suka bantuin Mbok Ina?” “Ya kadang-kadang, soalnya Bu Rianty di larang sama Pak Adrian buat masuk dapur. Jadi kalau mau masak tunggu Pak Adrian pergi kerja dulu.” Hati Vania sedikit teriris mendengar hal itu. Dari cerita Mbok Ina, Vania menarik kesimpulan kalau Adrian sangat mencintai Rianty hingga menjaganya sampai seperti itu. “Ayo Mbok Vania bantuin buat sarapan.” “Eh jangan, nanti Pak Adrian marah. Mbok takut dimarahin.” Vania tersenyum simpul. “Mas Adrian nggak akan marah Mbok tenang aja percaya sama Vania.” Wanita itu langsung mengambil alih sayur-sayuran yang belum dicuci. Buat apa Adrian marah padanya? Dia bukanlah wanita yang dicintai suaminya, jadi nggak perlu khawatir bukan? Vania tersenyum miris mengingat statusnya di rumah itu. “Oh iya Mas Adrian kalau pagi gini kemana Mbok di kamar tadi nggak ada. Mas Adrian suka lari pagi?” Tanya Vania penasaran. “Enggak, kalau nggak ada di mana-mana berarti ada di ruangan kerja.” Vania menganggukkan kepalanya, mendongakkan kepalanya ke atas melihat pintu ruang kerja Adrian yang berada di samping kamar mereka. Vania nggak kepikiran sama sekali soal Adrian yang berada disana sepagi ini. Saat asyik membantu Mbok Ina, Adrian datang ke dapur hendak mengambil minum. Ia kaget melihat Vania yang sudah sibuk ikut berkutat di dapur. Tapi Adrian cuek saja dan tetap berjalan mengambil gelas kosong dan mengambil air di dispenser. “Eh Mas Adrian, mau mandi Mas? Aku buatin air hangat ya?” Adrian langsung menatap tajam Vania. Mbok Ina sampai harus menundukkan kepalanya melihat aura yang jelas berbeda dikeluarkan oleh Adrian. “Saya bisa sendiri.” Setelah mengatakan itu, Adrian meletakkan gelasnya asal dan langsung naik keatas. Tanpa Vania sadari ia menghela nafasnya kasar. “Mbok Vania tinggal dulu ya, mau bantuin Mas Adrian sekalian bangunin anak-anak.” Mbok Ina menganggukkan kepalanya, Mbok Ina sedikit mengerti dengan kondisi yang ada. Vania naik ke atas untuk masuk ke dalam kamar Aska dan membangun anak bungsunya itu. “Hey bangun yuk udah pagi. Katanya Aska udah nggak sabar ke sekolah mau ketemu sama temen-temen.” Aska mengerjapkan matanya dan mengucek matanya dengan perlahan matanya terbuka. “Selamat Pagi Bunda.” Sapa Aska, Vania tersenyum. “Selamat Pagi Aska.” Anggota keluarganya yang berada di rumah itu hanya Aska yang bisa menerimanya. “Udah pagi ya Bun?” Vania menganggukkan kepalanya. “Siap sekolah?” Tanya Vania riang. “Siap dong Bunda.” “Okey Boy good job. Aska mandi sendiri boleh? Bunda siapin baju Aska sekalian mau bangunin Kakak Zahra okey?” Aska menganggukkan kepalanya. Ia langsung turun dari tempat tidur dan menuju kamar mandi. Tadi malam Vania udah belajar mempersiapkan kebutuhan Aska. Baik itu buku pelajaran Aska, pakaian Aska termasuk seragam sekolah begitu juga yang lainnya. Vania sudah paham sampai bahkan kebiasaan dan jadwal Aska. Begitu juga dengan Zahra, Vania berusaha menjadi Bunda yang baik untuk anaknya. Semua info tersbeut Vania dapatkan dari Bi Aminah. Vania mengetuk pintu kamar Zahra, karena anak perempuannya itu paling tidak suka orang lain masuk ke dalam kamarnya. Harus diketuk dulu itu kata Bi Aminah. “Zahra bangun yuk, udah pagi nih.” Kata Vania dengan lembut. “Zahra,” Panggil Vania lagi. Vania berhenti ketika mendengar suara kunci terbuka. Dengan kasar Zahra membuka pintu kamarnya. “Apa sih berisik banget! Aku itu udah bangun dari tadi! Nggak usah norak deh bangunin orang!” Kata Zahra dengan kesal. Vania berusaha tersenyum, padahal Zahra masih saja memakai piyama tidurnya belum mandi dan rambutnya masih awut-awutan udah bangun dari tadi darimana coba? “Syukur deh kalau kamu udah bangun dari tadi. Kamu mandi ya, kita sarapan bersama di bawah. Bunda tunggu ya.” Kata Vania lembut. “Gausah sok baik! Nggak ada Papa disini!” Setelah mengatakan itu Zahra membanting pintunya dengan keras. Vania hanya bisa mengelus dadanya, ia harus bisa lebih sabar lagi. Vania menuju kamarnya dengan Adrian, membuka lemari baju Adrian berniat memilih kemeja untuk suaminya itu. Tapi ternyata Adrian keluar dari kamar mandi dan sudah menggunakan kemeja dan celana bahan pilihannya sendiri. Adrian tahu maksud dari Vania tapi ia cuek saja. Vania kembali menutup lemarinya karena ia sudah kalah cepat. “Kamu nggak usah menyiapkan kebutahan saya. Saya nggak perlu kamu siapkan atau urus. Kamu siapkan kebutuhan anak-anak saja.” Kata Adrian sambil memasang dasinya. “Tapi aku mau bantu kamu Mas. Aku istri kamu, keperluan kamu juga bisa aku siapkan.” “Kalau kamu mau bantu yaudah bantu keperluan anak-anak aja itu udah sangat membantu saya.” Putus Adrian, Vania tak menjawab ia hanya diam tidak setuju dengan perkataan Adrian. “Kamu tadi malam nggak tidur disini ya Mas?” Tanya Vania basa-basi walaupun sebenernya ia sudah tahu. “Kamu bisa tidur disini dengan bebas, saya akan tidur di ruang kerja saja. Lemari kamu juga nanti udah datang kamu boleh susun barang-barang kamu.” Vania menganggukkan kepalanya mengerti. Pria itu mendekat ke arah tempat tidur mereka membuka laci yang ada disampingnya dan membawa beberapa kartu yang memang sudah disiapkannya untuk Vania. “Ini ada dua kartu buat kamu. Isinya sama jadi kamu nggak perlu khawatir. Satunya itu untuk kebutuhan kamu sama keperluan kamu. Gimana baiknya kamu mengatur keperluan kamu sama keluarga kamu, gausah takut habis. Karena nggak akan habis, jadi kamu nggak usah takut gunainnya. Saya udah janji sama Ayah kamu buat ngebiayain operasi Ibu kamu. Satunya lagi kartu untuk keperluan anak-anak dan kebutuhan rumah. Contoh keperluan rumah habis, bahan makanan habis kamu boleh belanja pake itu. Atau anak-anak perlunya apa, mau main apa dan makan apa kamu bisa pake kartu itu. Kasih apa aja yang mereka minta nggak usah takut habis aku bisa pastiin mereka nggak akan kekurangan.” Jelas Adrian lalu meletakkannya di atas meja rias agar Vania bisa mengambilnya nanti. “Mengenai anak-anak, setiap pagi kamu antar anak-anak ke sekolah sama supir. Kamu tungguin Aska, karena Aska itu orangnya pecicilan jadi kalau nggak dipantau bisa bahaya. Kamu bisa tunggu disekolahnya, terus kalian jemput Zahra. Jangan biarin Zahra nunggunya lama nanti dia bisa marah. Zahra jangan dikasih pergi sendirian atau pergi sama teman-temannya, kalau Zahra mau pergi kamu harus ikut pantau dia jangan dibiarin pergi sendiri bisa bahaya untuk Zahra. Sambil nunggu Zahra pulang kamu bisa bawa Aska main kemanapun diam au. Anak-anak juga wajib sarapan di rumah sama bawa bekal. Kamu bisa minta Mbok Ina siapin keperluan mereka.” Jelas Adrian lagi, Vania hanya menjadi pendengar setia. “Anak-anak juga harus tidur siang, kamu pastiin makanan mereka juga bersih dan terjamin. Mereka nggak boleh terlalu sering makan diluar atau junk food. Kalau perlu makan di rumah aja lebih terjamin dibandingkan diluar. Setiap sore pastiin mereka kerjain PRnya sebelum main, boleh main kalau PRnya udah selesai. Makan malam mereka jam enam sore biasanya, jadi pastiin Mbok Ina udah siapin makan malam untuk mereka. Pokoknya kalau soal rumah dan kebutuhan anak-anak jangan sampai kekurangan. Terutama vitamin dan buah mereka kamu bisa belajar dari Mbok Ina atau Bi Aminah.” “Oh iya satu lagi, keperluan rumah habis kamu boleh beli. Tapi kamu jangan ubah konsep apapun yang ada di rumah ini sedikit pun. Ini semua udah diatur sesuai keinginan istri saya jadi tidak ada yang boleh merubahnya sama sekali termasuk sama yang ada di kamar ini jangan sentuh apapun yang berkaitan dengan barang istri saya, apa kamu mengerti?” Vania menganggukkan kepalanya pelan. Setelah itu Adrian pergi keluar dari kamar meninggalkan Vania. Wanita itu duduk di pinggir ranjang sambil menatap kartu yang sudah berada di tangannya. Ia berpikir buat apa semua fasilitas yang diberikan Adrian kalau akhirnya Adrian nggak pernah menganggapnya ada? Bukannya Adrian hanya menganggap Rianty istrinya, lalu bagaimana dengan dirinya? Apakah ia hanya pengasuh dari anak-anaknya saja? Dari tadi saja Adrian mengatakan semua tentang anaknya, tidak ada sama sekali tentang Adrian ataupun tentang kewajiban mereka sebagai pasangan suami istri. Pesan Adrian hanya tertuju seolah-olah Vania hanyalah pengasuh anak-anaknya saja. Lalu status apa yang sebenernya sedang dipikulnya saat ini? Adrian hanya memberikan tanggungjawabnya menafkahi hidupnya serta keluarganya. Kalau begitu apa bedanya ia sedang bekerja dengan Adrian sekarang untuk mengasuh anak-anaknya. Hanya saja bedanya gajinya sangat banyak sekali, bukankah seperti itu? Entahlah hati Vania saat ini sedang gundah memikirkan hal itu. Adrian melihat di atas meja sudah ada segelas kopi hitam membuatnya bingung. Kedua anaknya juga udah sangat lahap sarapan. Adrian mencicipi kopi hitam tersebut dan rasanya sangat enak. Bahkan lebih enak dari buatan Rianty istrinya. “Pa cobain deh makanannya enak loh, Mbok Ina kayaknya belajar pake resep Mama deh. Aku tahu banget ini itu resep nasi goreng Mama pake sosis sama telurnya dicampur.” Puji Zahra. “Mbok Ina, Mbok.” Panggil Adrian. Mbok Ina segera datang saat ia dipanggil. “Iya Pak?” “Saya nggak minta kopi siapa yang buatin?” Wajah Mbok Ina seketika berubah takut. “Itu Pak Bu Vania yang buatin kopi, saya udah bilang nggak usah tapi tetep aja dibuatin.” Adrian seketika bungkam, itu berarti kopi enak itu buatan Vania pikirnya. “Terus yang buat sarapan ini Mbok Inakan?” “Kenapa Pak nggak enak ya? Maaf ya Pak, saya buatkan lagi. Maaf Pak saya nggak bisa larang Bu Vania untuk masuk dapur, Bu Vania maksa mau bantu saya di dapur. Maafkan saya Pak.” Mohon Mbok Ina. “Jadi maksud Mbok Ina yang masak nasi goreng ini Vania?” Tanya Adrian memastikan. “Iya Pak.” Seketika Zahra memberhentikan aksi makannya. Itu berarti ia sedang memuji masakan Vania istri baru Papanya. Hal itu membuat Zahra kesal tapi jujur ia sangat menyukai nasi gorengnya sangat mirip dengan masakan Rianty bahkan Zahra bisa menilai lebih enak ini. “Yasudah kalau begitu makasih Mbok.” Kata Adrian. Ia tak menyangka kalau Vania bisa masak dan membuatkan kopi seenak itu. Adrian mengambil nasi dan diletakkannya kepiring, ia ingin merasai masakan Vania yang sudah dipuji anaknya itu. Setelah Adrian menyendokkan satu suapan, Adrian memang merasakan masakan Vania sangat mirip dengan istrinya. Malah lebih enak masakan Vania dibandingkan istrinya. Adrian benar-benar tidak menyangka. “Kamu nggak makan lagi?” Tanya Adrian pada Zahra. “Nggak nafsu makan waktu tahu masakan ini buatan Tante itu!” Zahra lebih memilih memanggil Tante alih-alih Bunda. “Enak tahu Kak masakan Bunda, iya nggak Yah? Masakan Mbok Ina mah jauh dari ini.” Puji Aska. “Papa minta tolong buatin ke piring Aska lagi dong.” Aska menyodorkan piringnya pada Adrian dengan sigap pria itu menyendokkan nasi ke piring Aska dan anak bungsunya itu memakannya dengan lahap. “Haii udah sarapannya?” Tanya Vania, ia terdiam sejenak melihat Adrian dan Zahra yang sudah selesai makan dengan masih sisa nasi dipiring mereka. “Bundaaaa Aska nambah makannya. Enak banget huaaaa.” Puji Aska dengan riang, penghiburan Vania akhirnya datang dari Aska yang menyukai makanannya. Tidak dengan Zahra dan juga suaminya Adrian. “Papa berangkat kerja duluan, kalian di antar supir sama Bunda Vania ya.” Adrian langsung bangkit berdiri dan mengambil tasnya yang berada di sebelahnya. Adrian mencium puncak kepala Aska dan Zahra setelah itu pergi. Padahal Vania hendak mencium tangan Adrian sebagai bentuk hormatnya sebagai istri tapi suaminya itu pergi terlebih dahulu tanpa berniat pamit dengannya. Vania merasakan hatinya seperti diremas-remas. “Buruan! Nanti aku telat!” Putus Zahra yang juga ikutan bangkit. Vania hanya bisa tersenyum masam melihat kedua orang tersebut yang tak menganggapnya, bahkan Adrian juga tidak menyukai kopi buatannya. Jelas sekali hanya tercicipi sedikit, entah mengapa membuat Vania merasa sesak. Padahal keluarganya selalu memuji masakannya, terutama Ayahnya yang sangat suka dengan kopi buatannya. Tapi ternyata Adrian suaminya dan Zahra tidak menyukainya. “Ayo Aska kita berangkat, Kak Zahra udah nungguin. Nanti kalau Aska masih mau bisa Bunda buatin untuk Aska okay?” “Besok masakin Aska kayak gini ya Bunda yang banyak terus di bawa kesekolah. Aska mau bagi ke teman-teman Aska, mereka suka kasih Aska makanan buatan Mama mereka. Sekarang gantian Aska yang bawain mereka makanan masakan Bundanya Aska, bolehkan Bunda?” Senyum mengembang di wajah Vania, Aska mampu menghiburkan hati Vania. “Aska beneren suka sama masakan Bunda ya?” Aska menganggukkan kepalanya dengan sangat antusias. “Suka banget Bunda! Masakan Bunda enak, pokoknya Aska mau makan kalau Bunda yang masakin makanan untuk Aska.” “Okey deh kalau gitu Bunda seterusnya akan masakin makanan khusus buat Aska okay?” Aska langsung berteriak senang. Kalau memang hanya Aska yang menyukai makanannya, mulai dari sekarang Vania hanya akan menyiapkan makanan untuk Aska, karena Zahra dan suaminya jelas tidak menyukai masakannya pikirnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN