Part 3

1969 Kata
Seorang wanita berusia 25 tahun tengah bermain piano dengan begitu indah, terdengar sangat merdu dan membuat siapa pun yang mendengar alunan melodi pianonya akan merasa tenang. Yang memainkan piano bukanlah seorang pianis ternama dengan jutaan fans, melainkan hanya seorang wanita bisu penuh talenta dan selalu diangap sumber masalah oleh suaminya sendiri. Ya, wanita itu adalah Lily dan memainkan piano sebagai salah satu pelarian Lily dari kesedihannya, melupakan sejenak tentang semua rasa sakit yang membuatnya menderita setiap hari. Untuk sesaat saja, Lily ingin merasa bahwa hidupnya baik-baik saja dan piano bisa membuat Lily merasakan bahwa semua bisa ia kendalikan, tentu saja piano adahal nomor dua karena yang pertama adalah buku diary. Saat ini, Lily sedang memainkan lagu sedih berjudul Waiting yang dinyanyikan oleh Younha. Lagu dengan lirik yang sangat menyayat hati, hingga membuat Lily menangis. Lily tidak menangis hanya karena lagu yang begitu sedih, tapi Lily menangis karena hidupnya jauh lebih sedih dari lirik lagu itu. Begitu menyedihkannya hingga kadang membuat Lily merasa kalau dirinya adalah satu-satunya orang di dunia ini yang Tuhan beri cobaan paling berat. Lagu sedih untuk orang menyedihkan seperti dirinya. Terdengar cocok, sekaligus menunjukkan bahwa ia akan selalu menjadi orang paling menyedihkan di dunia ini. Itulah yang Lily pikirkan saat memainkan piano. Apa ia hidup hanya untuk mengharapkan sikap baik David ? Apa ia harus membuang waktu untuk berharap pada hal mustahil? Apa salahnya menjadi bisu? Mungkinkah ini terlihat begitu buruk di mata David? Lebih buruk dari mulut yang hanya bisa berkata kasar dan membentak? Lily begitu ingin bertanya, namun ia tak memiliki kemampuan bicara. Lily hanya bisa mengatakan kesedihan lewat tatapan mata, sedangkan David tidak pernah sekali pun mau menatap matanya. Entahlah, mungkin bagi David menatap matanya mungkin sebuah dosa besar yang tidak termaafkan. Sedangkan di kamar, David mendengar alunan piano Lily dan sejujurnya David menikmati suara indah itu. David sudah hafal betul apa kegiatan Lily setelah dibentak, menulis atau bermain piano. Hanya itu yang bisa Lily lakukan. “Setidaknya dia punya kemampuan lain, selain menghancurkan kebahagianku,” ujar David. Terdengar seperti orang tidak tahu diri yang tidak menyadari bahwa dirinya telah menghancurkan hidup seorang wanita bisu. Permainan piano Lily terpaksa harus berhenti sebelum waktunya, karena seseorang menekan bel. Mau tidak mau Lily harus membuka pintu seorang diri sebab Bibi Lee, pelayan di rumah David sudah pulang. Saat pintu telah terbuka, Lily terkejut melihat yang datang adalah Ayah David dan beliau datang seorang diri, padahal kesehatannya tidak berada dalam keadaan begitu baik. “Kenapa Ayah datang sendiri? Bagaimana jika terjadi sesuatu pada Ayah?” tanya Lily, dan Ayah David memahami bahasa isyarat setelah belajar dengan keras. Andai David juga seperti ayahnya, Lily akan merasa bahwa keberadaannya mulai dihargai oleh David. “Jangan khawatir, ayah tadi diantar oleh supir. Ayah tidak datang sendiri.” Pria paruh baya bernama Aland Cho ini tersenyum pada Lily, meyakinkan Lily bahwa dirinya baik-baik saja. Setelah mendengar ucapan sang mertua, Lily hanya bisa tersenyum dan mengajak Ayah David masuk. Ketika Ayah David sudah duduk, Lily berniat pergi ke dapur untuk membuat minuman. Namun, Lily ditahan oleh Ayah David. Ini membuat Lily langsung menoleh pada Ayah David. “Duduklah. Wanita hamil harus banyak istirahat,” ucap Aland, dan Lily mengangguk pelan. Lily duduk di sebelah Ayah David. Dalam situasi seperti ini membuat Lily kadang berpikir, kenapa David tidak seperti ayahnya? Kenapa kebaikkan dan kelembutan seorang Aland Cho tidak ada dalam diri David? Atau, sisi baik dan lembut ada dalam diri David tapi tidak pernah untuknya, jadi ia tidak pernah bisa melihatnya? “Dimana David?” Aland bertanya pada Lily. “David ada di kamar. Ayah ingin bertemu dengan David?” Aland menggeleng setelah menerima jawaban dari Lily. Meski David adalah anaknya, tetap ada saat dimana Aland enggan melihat David, apalagi setelah tahu bagaimana perlakuan David pada Lily. David mengganggap Lily sebagai sumber masalah, tanpa tahu bahwa Lily lah yang sudah membebaskan seorang David Cho dari masalah besar bernama kekecewaan dan rasa sakit yang bisa sangat melukai hatinya. “Ayah hanya ingin bicara denganmu dan untuk malam, ini ayah akan menginap disini. Boleh, kan?” Aland kembali bertanya. Sudah pasti Lily mengangguk setuju. Jangankan malam ini, Ayah David menginap setiap hari pun bukanlah sebuah masalah dan malah membuat Lily senang. Besok, Lily bisa mendapat kebahagian dari kehadiran Ayah David yang akan selalu bersikap lembut padanya, bukan hanya mendapat kesedihan yang berasal dari bentakkan David. •••• Aroma coklat panas sangat tercium di ruangan seorang dokter Eric Kang. Saat ini, pria yang berusia 29 tahun ini sedang kedatangan tamu seorang wanita cantik, yaitu Elsa Kim, kakak dari Lily. Entah ada alasan apa hingga Elsa datang ke rumah sakit untuk menemuinya, namun Eric merasa Elsa datang karena ingin membahas sesuatu yang sudah tidak asing lagi. “Aku datang karena masalah di depan toko bunga.” Kalimat yang keluar dari mulut Elsa tepat seperti dugaan Eric. “Kau tidak bisa menyebutnya sebagai masalah. Lily punya hak untuk menamparku, atau bahkan menghajarku.” Eric tersenyum getir diakhir kalimatnya, sadar bahwa ia pantas mendapat perlakuan buruk dari Lily. Eric sadat adalah dirinya adalah sumber dari semua penderitaan Lily saat ini dan Eric juga menyadari bahwa dirinya adalah orang yang pantas disalahkan saat Lily mendapat perlakuan tidak pantas dari David. Karena itulah, Eric selalu menjaga Lily dari kejauhan dan memberitahu Elsa tentang perlakuan buruk David pada Lily, agar wanita itu bisa sedikit membantu Lily dari jarak dekat. “Aku tahu. Tapi, aku merasa bersalah padamu.” Elsa menatap Eric dengan tatapan penuh rasa bersalah. Ucapan Elsa tidak membuat Eric merasa lebih baik, kalimat tadi malah membuat Eric semakin merasa bersalah. Eric rasa cukup dirinya yang merasa bersalah pada Elsa dan Lily, jangan sampai kakak beradik itu juga merasa bersalah padanya karena itu bukanlah hal yang bisa di benarkan. “Jangan berkata seperti itu. Hanya aku yang boleh merasa bersalah. Hanya aku.” Eric memberikan penekanan pada kalimatnya. “Tapi tetap saja ....” “Aku mohon, jangan pernah merasa bersalah. Aku hanya ingin kau menjaga Lily. Lily mungkin tersenyum, tapi jauh di dalam hatinya dia pasti menangis, itu sudah terlihat sejak sebelum pernikahan. Aku harap kau benar-benar menjaga Lily, bukan sebaliknya.” Eric menyela kalimat Elsa, lalu menatap wanita itu. Eric tahu bahwa Elsa adalah mantan kekasih David, tapi Eric tidak tahu karena alasan apa mereka putus. Eric hanya takut akan ada cinta lama yang bersemi kembali tidak pada tempatnya. “Apa maksudmu? Aku tentu akan menjaga Lily.” Elsa tersenyum canggung. Elsa berharap tindakkannya nanti akan mendatangkan hasil yang baik. “Aku harap begitu. Ini sudah malam, kau harus pulang. Aku akan mengantarmu.” Eric sudah bangkit dari duduknya. Wanita berambut panjang itu menggeleng, kemudian menunjukkan kunci mobil tepat di hadapan Eric. “Aku membawa mobil. Sampai jumpa lagi," ucap Elsa, dan Eric terlihat tersenyum kecil. Elsa tidak langsung pergi meninggalkan rumah sakit, melainkan diam di dalam mobilnya dan menatap pesan dengan kata-kata manis yang dikirim oleh David. Elsa meremas ponselnya, karena Elsa tidak tahu apa ini salah atau benar, yang Elsa inginkan hanya Lily mendapat perlakuan lebih baik dari David. “Aku harap kau benar-benar menjaga Lily, bukan sebaliknya.” Kata-kata Eric kembali terngiang di telinga Elsa. Elsa tahu apa yang Eric takutkan dan Elsa yakin ketakutan Eric tidak akan pernah terjadi. “Aku akan membuat Lily mendapatkan apa yang sudah seharusnya dia dapatkan,” ucap Elsa dengan percaya dirinya. •••• Matahari menyapa semua orang dengan cahaya hangat diawal musim semi. Ketika salju mulai mencair dan digantikan oleh bunga yang bermekaran, saat itulah Lily merasa cukup bahagia. Lily membuka sedikit tirai di jendela kamarnya agar sinar matahari masuk, namun tidak membuat David terbangun. Mata indah Lily menatap dalam David yang masih tidur dengan lelap. Lily ingin menikmati sejenak pemandangan indah ini, sebelum nanti ia harus keluar untuk membuat sarapan. Meski David tidak pernah sarapan atau makan bersamanya, Lily selalu memasak untuk dirinya sendiri dan sekarang juga untuk Ayah David. Memang ada Bibi Lee, tapi Lily merasa senang saat memasak dan sekali saja, Lily ingin melihat David makan makanan yang ia masak dengan sepenuh hati. Namun ternyata pagi ini, Lily tidak bisa membuat sarapan karena Bibi Lee sudah berada di dapur atas perintah Ayah David, sedangkan Lily kini hanya bisa duduk dan menatap Bibi Lee memasak. Agak mengecewakan karena Lily suka memasak dan sekarang harus diam seperti ini, tapi Lily menghormati keputusan Ayah David karena ini salah satu bentuk perhatiannya. “Nanti, biarkan saja Bibi Lee yang memasak, kau cukup istirahat dan jaga calon cucuku. Mengerti?” ujar Aland. Mendengar perintah dari sang ayah mertua membuat Lily hanya bisa mengangguk patuh, meski Lily sendiri tidak yakin benar-benar bisa menjalankan perintah itu. Dan Bibi Lee tersenyum tipis melihat Ayah David yang begitu perhatian pada Lily, berbeda jauh dengan pria yang bernama David Cho, si suami tidak berperasaan. “Bisa bangunkan David? Dia pasti akan tidur sepanjang hari jika tidak di bangunkan. Anak itu enar-benar.” Aland sempat berdecak diakhir kalimatnya, saat mengingat kemalasan David yang bisa datang kapan saja. “Aku sudah bangun." Lalu, suara David terdengar, tepat saat Lily ingin bangkit tempat duduknya. Pria tampan bernama David Cho itu menuruni satu persatu anak tangga, dengan tatapan tajam yang sudah diberikan pada Lily, seakan itu menjadi sarapan Lily pagi ini. David ingin membentak Lily karena tidak memberitahu kalau ayahny ada disini. Tapi tentu saja itu hanya dari sudut pandang David, karena semalam Lily sudah ingin memberitahu David, namun David sudah tidur. “Ken ...” bentakkan David tertahan, karena matanya menangkap sosok Elsa yang baru saja keluar dari toilet. Elsa memberikan lirikkan cukup tajam pada David, membuat pria itu mau tidak mau harus mendekati Lily sembari tersenyum manis. “Aku harap, ini adalah awal yang baik untukmu,” guman Elsa, lalu mendekati kembali ke meja makan seolah tidak terjadi apa-apa. “Selamat pagi.” Untuk pertama kalinya David menyapa Lily di pagi hari dengan nada yang ceria, bahkan sampai mengecup kedua pipi Lily. Semua orang tentu terkejut, kecuali Elsa. Yang paling terkejut sudah pasti Lily, hingga membuat Lily sampai mematung. Lalu ada Aland yang batal meminum kopi karena melihat sikap David, juga Bibi Lee yang sampai berhenti mengaduk sup karena melihat sikap David yang sangat berbeda memunculkan pertanyaan, apa yang terjadi pada David? Apa David sudah menyadari kesalahanya? “Apa ini nyata? Atau hanya mimpi? Aku tidak tahu kenapa David tiba-tiba menjadi sosok yang sangat manis. David tidak sedang bersandiwara di depan Ayah, karena semua orang sudah tahu apa yang terjadi dalam rumah tangga ini. Lalu, apa yang membuat David berubah dengan cepat?” hati kecil Lily berbicara, mempertanyakan alasan di balik pagi yang indah ini. •••• “Kau sungguh ingin berubah? Bukan karena ada sesuatu, kan? Ayah sangat mengenalmu, David. Ayah rasa tidak mungkin kau bisa berubah begitu saja.” Aland memulai pembicaraan dengan David setelah selesai sarapan. David yang tadinya sedang menonton video penganiayaan yang viral, kini meletakkan ponselnya dan menatap sang ayah. David tidak tahu jika ayahnya begitu mengenal dirinya sampai bisa menebak ada sesuatu yang tersembunyi di balik sikap baiknya pada Lily. “Ya, aku sungguh ingin berubah. Walau menikah karena perjodohan yang Ayah rencanakan, aku sadar bahwa seharusnya aku tidak memperlakukan Lily dengan buruk, bahkan jika aku tidak mencintainya. Ayah jangan khawatir, aku tidak main-main.” David bicara dengan sangat manis demi meyakinkan ayahnya. Aland berharap ucapan David bukanlah kebohongan, karena Aland tidak akan bisa berbuat apa-apa jika Lily lelah terus diperlakukan dengan buruk dan akhirnya pergi. Aland ingin David menyadari bahwa Lily adalah sosok yang sempurna untuknya. “Kau harus memperlakukan Lily dengan baik. Lily adalah yang terbaik untukmu. Lily memang memiliki kekurangan, tapi semua kekurangan Lily sudah tertutupi oleh kebaikkan hatinya. Teruslah baik pada Lily, atau kau akan menyesal karena sudah menyia-nyiakan wanita baik seperti dirinya.” Aland menasehati David. “Ya, Ayah benar. Aku tidak akan menyia-nyiakannya lagi. Aku akan memperlakukan Lily dengan baik, seperti yang selama ini Ayah inginkan.” David tersenyum pada ayahnya. Jauh dalam hatinya, David tidak pernah setuju pada ucapan ayahnya yang mengatakan bahwa Lily adalah yang terbaik untuknya. Elsa adalah sosok wanita terbaik yang seharusnya ada dalam hidupnya, bukan Lily. Selamanya, David hanya akan menganggap sebagai wanita bisu yang telah merusak hidupnya. Itu tidak akan pernah berubah dan bahkan jika menyia-nyiakan Lily sebanyak seribu kali, ia, David Cho tidak akan pernah menyesali hal itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN