Mulai Dekat

1429 Kata
Sepasang manusia kini duduk berhadapan di sebuah restoran di tengah kota Chicago. Valaria nampak diam saat memperhatikan deretan menu dalam restoran pilihan Seth. Hingga beberapa menit kemudian dirinya berhasil memilih menu yang sesuai selera. "Tomato Mozza Salad satu dan Lemon Tea satu," ucap Valaria sedang seorang Waiters yang sejak tadi berdiri di samping mereka mulai mencatat pesanan. "Kau ingin pesan apa?" tanya Valaria melihat Seth hanya diam menatapnya. "Samakan saja denganmu," jawab Seth. Valaria mengernyitkan tatapannya. Hingga dia pun memilih tidak ingin banyak bertanya pada Seth. Valaria menyuruh Waiters untuk menyamakan pesanan Seth dengannya. Tak menunggu lama, Waiters wanita itu pun pergi meninggalkan keduanya. Valaria nampak diam sembari memperhatikan ruangan restoran tersebut. Sejak lama dia ingin mempunyai bisnis kuliner. Namun memasak saja dirinya tidak mampu hingga menyurutkan keinginan untuk membuka sebuah restoran. Valaria hidup mandiri sejak dirinya masih kuliah, namun belum bisa memasak sendiri. Sedangkan Ibu dan kakak laki-lakinya tinggal di Georgia untuk mengurus bisnis yang dibangun oleh kakaknya sendiri. Perusahaan Real Estate milik kakaknya memang belum sebesar perusahaan lainnya, namun Valaria yakin jika kakak laki-lakinya itu mampu membangun bisnisnya untuk lebih berkembang pesat. Tidak bisa dipungkiri jika Valaria memang membenci sosok pria, namun kakak laki-lakinya menjadi satu-satunya orang yang dia kecualikan. "Apa yang kau lamunkan?" Pertanyaan Seth membuat lamunan Valaria menghilang. Dia hanya berdehem pelan sembari melirik ke arah Seth. Valaria memalingkan wajahnya, menatap pada satu sudut ruangan. "Aku suka menonton baseball, kalau kau?" Valaria menoleh ke arah Seth ketika mendengar pria itu bertanya, seolah mengajaknya berbincang santai. "Aku lebih suka menonton bioskop," jawab Valaria dan kembali mengalihkan tatapannya. "Film apa yang kau suka?" Valaria mendesah pelan sembari menggulingkan bola matanya. "Apa ini pelatihan cintamu? Sangat membosankan. Kau seperti seorang detektif, bukan seorang pelatih cinta," gerutu Valaria. Seth tersenyum tipis, "Kau yang menyulitkanku." "Sejak kapan aku menyulitkanmu? Yang ada kau selalu menggangguku." Perdebatan di antara mereka terjeda saat seorang Waiters datang membawa pesanan. Waiters itu nampak telaten meletakkan setiap menunya di atas meja. "Selamat menikmati," ujar Waiters dengan senyum ramahnya kemudian berlalu dari hadapan mereka. "Terima kasih," timpal Seth sembari tersenyum manis hingga membuat Waiters itu menunduk malu. Sedangkan Valaria hanya mendengus melihat sikap Seth yang menampakkan sisi yang dibencinya. Tanpa menunggu lebih lama, Valaria mulai menyantap salad tomat kesukaannya. ~ Selesai makan siang Valaria dan Seth bergegas pergi dari restoran tersebut. Saat Seth hendak masuk ke dalam mobil Valaria, wanita itu mencegahnya. "Stop! Apa yang kau lakukan?" tanya Valaria dan menghampiri Seth. "Aku yg mengendarainya, tidak mungkin kan jika kamu yang menjadi supir untukku?" "Iya, aku memang tidak akan mungkin menjadi supirmu," jawab Valaria dan melepaskan tangan Seth dari pintu mobilnya, "Dan kau juga tidak boleh mengendarainya," sambung Valaria lalu masuk ke dalam mobil. Dia menutup pintunya cukup keras hingga membuat Seth melangkah mundur. Valaria segera membuka kaca mobil, "Jangan pernah datang ke butikku lagi!" ucapnya dan langsung menginjak pedal gas, membuat mobil itu melaju meninggalkan Seth di depan restoran. "Wanita bar-bar," gumam Seth diiringi senyum yang menahan tawa. Dia pun menyeberang jalan untuk menunggu bus di halte seberang. Seth tidak tahu alasan mengapa Valaria terlihat tidak menyukainya sedikit pun. Meski wanita itu selalu memalingkan wajah di depannya bahkan sangat jarang membalas tatapannya, dan itu menunjukkan sikap jika wanita itu ingin menghindar darinya. Tapi di sisi lain Seth merasa tertarik dengan Valaria. Wanita itu tidak seperti wanita lain yang pernah menjadi kliennya. Lagipula ini adalah kesempatan langka untuknya dapat bermain dengan klien hingga jangka waktu tiga puluh hari. Biasanya paling lama Seth akan mendapatkan waktu hingga delapan hari. ~ Valaria tersentak mendengar bel apartemennya berbunyi. Namun dirinya tidak langsung bangkit dari sofa. Kedua tangannya masih sibuk memeluk kakinya yang tertekuk di depan d**a. Wajahnya pucat pasi sembari menatap lekat-lekat pada barisan lilin yang menyala di atas meja. Tidak mungkin Marcella maupun Elsa akan datang di waktu malam hari, terlebih hujan di luar sangat deras dengan kilatan petir yang menggelegar. Valaria kembali mengabaikan bel apartemennya, berpikir jika itu hanyalah orang iseng yang sedang lewat di depan apartemen. Toh kedua temannya sangat hapal password apartemennya, jadi sangat tidak mungkin jika kedua temannya yang menekan bel itu. Lima menit kemudian Valaria kembali tersentak. Dia menoleh ke arah pintu saat mendengar suara pintu apartemennya terbuka. Hingga beberapa detik kemudian pandangannya dipenuhi oleh sosok pria yang sudah tidak asing untuknya. Seth tersenyum sembari melambaikan tangan namun langsung diabaikan Valaria. Dia pun mendekati wanita yang saat ini meringkuk di atas sofa. Wanita itu nampak sibuk menatap lilin-lilin di hadapannya. Seolah merasa cemas lampu di apartemennya akan padam. "Sedang apa?" tanya Seth lalu duduk di samping Valaria. Wanita itu masih diam, sekilas dia menoleh ke arah Seth lalu kembali berfokus pada lilin. Seth mengernyit bingung wanita itu berubah diam dengan wajahnya yang nampak pucat. "Kau sakit?" Seth kembali bertanya, kini sebelah tangannya menyentuh kening Valaria, seolah memeriksa suhunya. Dia menurunkan tangannya kembali saat tidak merasakan apa-apa, sedang Valaria menggelengkan kepalanya. "Tidak," jawabnya singkat. "Lalu, kenapa wajahmu pucat?" "Tidak bisakah kau berhenti bertanya, sialan!" Valaria menggertak Seth. Dirinya merasa kesal karena Seth tidak berhenti bertanya setiap kali bersamanya. Seth pun diam. Sunyi. Tidak ada suara yang terdengar selain derasnya air hujan. Hingga beberapa detik kemudian Seth bangkit berdiri membuat Valaria terkesiap menatapnya. "Mau ke mana?" tanya Valaria pelan melihat Seth melangkah menjauh darinya. "Pulang," jawab Seth, jaraknya semakin jauh dari Valaria. "Jangan... pulang..." gumam Valaria namun tak dapat dijangkau oleh indra pendengar Seth. Saat Seth sampai di depan pintu, dirinya segera menarik knop pintu untuk membukanya. Namun, belum sampai dirinya keluar, lampu dalam gedung apartemen mendadak padam. Seth terkejut saat mendengar jeritan dari arah Valaria. Dia pun menoleh ke belakang dan melihat wanita itu nampak ketakutan. Seth menutup pintunya kembali. Dirinya berlari menghampiri Valaria. Saat Seth duduk di samping wanita itu, tubuhnya tersentak mendapat pelukan erat dari Valaria. Wanita itu memeluknya sembari memejamkan kedua matanya. Bibirnya tidak berhenti bergumam. Dan sayangnya Valaria tidak mengeluarkan suaranya sehingga Seth tidak bisa mendengar apapun. "Kau kenapa? Apa kau baik-baik saja?" tanya Seth merasa bingung, kedua lengannya membalas pelukan Valaria. Tubuh Valaria menggigil dalam pelukannya. Dan wanita itu nampak lemas seketika. Tidak tega melihat keadaan Valaria, Seth pun mengunci mulutnya untuk tidak banyak bertanya. "Jangan... tinggalkan aku." Akhirnya Seth dapat mendengar gumaman Valaria. Dia pun tersenyum tipis sembari menganggukkan kepalanya, "Iya. Tenanglah," Seth mencoba menenangkan. Lima menit dalam posisi Seth memeluk Valaria, lampu gedung apartemen kembali menyala. Deru napas Valaria mulai teratur, tubuhnya pun tidak menggigil seperti sebelumnya. Dia menarik tubuhnya untuk terlepas dari pelukan Seth. "Maaf," gumam Valaria sembari memalingkan wajahnya. Tatapannya memperhatikan sekitar ruangan depan. Hujan di luar sudah sedikit mereda sehingga kilatan petir pun sudah jarang terlihat. "Aku..." "Kau takut dengan sesuatu?" Valaria menatap Seth sejenak, perlahan kepalanya mengangguk. Seth tidak bertanya lagi. "Kau... ingin minum apa?" tanya Valaria ragu hingga membuat Seth nampak terkejut mendengar nada bicaranya, "Sebagai ucapan terima kasih, kita bisa minum bersama," sambung Valaria untuk menghilangkan keterkejutan Seth. "Beer atau Wine, terserah kau saja," jawab Seth. "Okay," Valaria menimpali. Dirinya pun bangkit berdiri dan melenggang jauh. Valaria kembali dengan sebotol wine yang baru dibelinya dua minggu lalu. Dia duduk di samping Seth dan meletakkannya di atas meja. Valaria mulai menuangkan wine itu ke dalam dua gelas. "Silakan," Valaria mempersilakan Seth untuk minum. "Apa kau sadar sedang bersikap baik padaku?" tanya Seth dengan nada menyindir sembari menyesap minumannya. Valaria tersenyum masam, "Aku hanya tidak suka pada pria, itu—" "Lesbian?" Sontak pukulan dari Valaria mendarat di punggung Seth hingga membuat pria itu meringis akibat terkejut. "Berhenti membuatku kesal," ucap Valaria sembari menatap Seth. Seth justru tertawa. "Aku kan hanya bertanya, Miss Gregory." "Vale, Valaria, jangan panggil nama belakangku," tegas Valaria. "Jadi sekarang kita sudah dekat?" Seth menaikkan sebelah alisnya. "Terserah," jawab Valaria acuh, dirinya mulai menyesap Wine. Sunyi. Keduanya mulai diam dengan pikiran masing-masing. Sedangkan botol Wine itu tinggal setengahnya. Valaria meletakkan gelas kosongnya. Kepalanya mulai terasa pusing. Dirinya memang tidak kuat meminum alkohol. Saat Valaria hendak bangkit berdiri, tubuhnya justru hilang keseimbangan hingga terjatuh di pangkuan Seth. Sebelah lengan Seth reflek memeluk tubuh Valaria supaya tidak terjatuh. Dia meletakkan gelas dalam genggamannya di atas meja. "Kau baik-baik saja?" tanya Seth yang masih terlihat sadar. "Iya... tentu saja..." nada bicara Valaria membuat Seth mengernyit. Wanita itu sedang mabuk. Valaria mencoba bangkit berdiri. Kedua tangannya bergerak menolak saat Seth mencoba membantunya. Seth pun ikut berdiri. Langkahnya mengikuti Valaria seolah menjaga wanita itu, takut-takut tubuh Valaria kembali limbung. Benar saja, Valaria kembali terjatuh. Seth pun bergerak sigap menangkap tubuh Valaria. Wanita itu tak sadarkan diri hingga membuat helaan napas panjang keluar dari bibir seksi pria itu. Seth mengangkat tubuh Valaria dalam gendongannya. Langkahnya menaiki anak tangga menuju lantai dua, tepatnya ke kamar wanita itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN