Danisa termenung dalam kebingungan. Sebenarnya situasi apa yang sedang ia alami kini? Kenapa seperti mimpi?
Pria setampan Ethan menyukainya? Mana mungkin? Apa yang membuat pria itu menyukainya? Dia hanya janda, dia juga bukan siapa-siapa.
"Kamu tahu kenapa aku nangis semalaman?" tanya Danisa lirih.
"Kenapa?"
"Karena aku pikir aku terlalu mudah, sampai kamu anggep aku terlalu murah. Aku terus bertanya-tanya, kenapa kamu nyium aku? Kenapa? Nggak mungkin kamu suka aku, kamu pasti cuma mau main-main."
Ethan mengetatkan rahangnya. Ia terlihat marah setelah mendengar ucapan Danisa.
"Apa aku salah kalau aku suka kamu?"
Danisa terkekeh. "Tentu saja, Ethan!"
"Apa yang salah, Danisa?" Ethan terlihat seperti frustrasi.
"Kamu wanita, dan aku laki-laki Salahnya di mana? Seorang laki-laki suka sama wanita, itu hal yang wajar, Danisa!" Ia menekankan kalimat terakhirnya.
"Aku janda, Ethan!"
"Lalu kenapa? Apa ada hukum yang mengatur laki-laki single nggak boleh suka sama janda? Kenapa pikiranmu sempit sekali? Aku ngaku sikap aku ke kamu semalem itu salah. Nggak seharusnya aku nyium kamu, tanpa izin. Tapi, Danisa ... aku sudah cukup lama menahan perasaanku ke kamu. Aku beneran suka sama kamu."
Setiap kalimat yang keluar dari bibir Ethan seperti mantra bagi Danisa. Padahal sampai beberapa detik lalu, dia masih merasa Ethan mempermainkannya. Namun, kini seolah ia dihipnotis dan percaya dengan ucapan pria di depannya itu.
Danisa terdiam. Dia tidak tahu harus menjawab apa.
"Sekarang coba katakan, apa ada alasan kenapa kamu dan aku nggak bisa bersama? Kalau ada alasan yang masuk akal, aku akan terima." Kembali Ethan bicara, memecah kebisuan di ruang kamar apartemen sederhana itu.
Sementara Danisa masih saja diam.
"Nggak ada, kan? Kalau begitu, kita pacaran mulai sekarang." Ethan memutuskan begitu saja.
Mata Danisa membulat seketika. "Bagaimana bisa kamu memutuskan sendiri?"
"Siapa suruh kamu diam saja dari tadi."
Danisa membuka mulutnya, cukup lama. Lalu akhirnya dia bersuara. "Aku nggak mau."
"Nggak mau apa? Kamu nggak mau pacaran sama aku?" tanya Ethan dengan suara meninggi. Dia tak terima dengan penolakan Danisa.
"Iya. Aku nggak mau kita pacaran." Tentu saja ia menolak Ethan, sungguh ia masih takut menjalin hubungan asmara lagi. Walau ia sudah menjanda lebih dari 2 tahun.
Di usianya yang sudah menginjak 32 tahun itu, Danisa malah ingin hidup sendiri sampai ajal menjemput.
"Apa alasan kamu nggak mau pacaran sama aku?" tanya Ethan penasaran.
"Aku nggak suka sama kamu. Apa ada alasan lain?"
"Hei, Danisa ... kamu sadar ngomong begitu? Memang apa kurangnya aku sampai kamu nggak suka sama aku?"
Dengan penampilannya yang di atas rata-rata itu, sudah pasti ada banyak wanita yang mengantri untuk menjadi kekasih Ethan. Pria itu sudah menolak banyak gadis, dan malah menjatuhkan hatinya ke seorang janda. Ia pun tak tahu alasan pasti kenapa dia bisa suka ke Danisa yang biasa-biasa saja itu.
Atau mungkin, kesederhanaan Danisa, serta apa adanya wanita itu lah yang menjadi daya tariknya.
"Lalu, kamu sendiri, sadar nggak pas kamu bilang kamu suka ke aku? Masuk akal nggak cowok macem kamu suka ke aku?" tanya Danisa yang tak mau kalah.
Rasanya senang, juga lega, rupanya Ethan menyukainya. Ciuman semalam bukan atas dasar rasa penasaran dan bukan untuk mempermainkannya. Namun, tetap saja Danisa tidak ingin menerima keputusan Ethan untuk berkencan.
"Ah, lagi-lagi kamu mau sebut kamu janda? Memang kenapa, sih? Apa salahnya status kamu janda? Kamu jangan merendahkan diri kamu sendiri dengan pikiran kamu yang sempit itu."
Danisa menyeringai. "Aku bukannya berpikiran sempit, Ethan. Aku cuma sadar diri!"
"Atau jangan-jangan kamu belum move on dari mantan suami kamu? Iya?"
Kening Danisa berkerut. Ia paling benci tuduhan itu. Karena kenyataannya, dia sudah tidak ada perasaan lagi untuk pria yang sudah melukai hatinya. "Tutup mulut kamu! Kamu mau aku tampar lagi?"
"Terus kenapa kamu nggak mau pacaran sama aku?" Ethan sangat penasaran. Dia sudah sangat amat percaya diri kalau Danisa mau menerima perasaannya, rupanya salah. Wanita itu malah menolaknya mentah-mentah.
"Ethan, aku janda, kamu perjaka. Aku lebih tua dari kamu, dan aku nggak tertarik sama pria yang lebih muda dari aku."
"Terus? Apalagi? Atau cuma itu aja alasan kenapa kamu nolak aku? Nggak masuk akal, Danisa."
"Apanya yang nggak masuk akal, Ethan?" Danisa terlihat kesal dengan ucapan Ethan barusan, seolah ia diremehkan. Padahal, memang ia hanya mengarang. Alasan kuat ia menolak Ethan adalah karena luka di hatinya, hanya saja ia malu untuk mengatakannya.
"Kalau aku bilang aku trauma dengan masa lalu, dia mungkin akan tertawa. Ethan pasti akan bilang nggak semua cowok kayak Mas Agus yang nggak bisa setia sama 1 hati aja," batin Danisa. Baginya, tak ada orang yang paham perasaannya kecuali dirinya sendiri.
Menolak Ethan bukan hal yang mudah pula baginya. Bagaimana pun pria itu amat tampan, tinggi, badannya amat proposional. Wanita mana pun pasti akan suka ke Ethan. Namun , setelah merasakan sakit hati dikhianati, Danisa tak lagi menomorsatukan penampilan. Baginya, kesetiaan jauh lebih penting.
Yang tak kalah penting adalah hatinya yang belum siap untuk hubungan yang baru. Ketampanan Ethan bukan hanya kelebihan, itu juga bisa menjadi boomerang.
Bagaimana kalau ada banyak wanita yang menggoda? Membayangkannya saja sudah membuat Danisa merinding ketakutan. Dia tak siap sakit hati lagi.
"Alasan kamu terlalu dibuat-buat. Status kamu yang janda, itu bukan masalah. Apalagi di tahun 2024 ini, banyak kok perjaka yang nikah sama janda. Bahkan, banyak janda yang udah punya anak, nikah sama perjaka. Terus, soal perbedaan usia, apalagi itu, Danisa? Aku udah 28 tahun, kamu pikir aku masih anak-anak?"
Ethan bicara panjang lebar untuk mematahkan pendapat Danisa yang memilih menolaknya.
Danisa menelan ludah, lalu menatap Ethan dengan lekat. "Kamu nggak bisa maksa kemauan kamu, Ethan. Cukup dengan apa yang kamu lakuin semalem. Kalau kamu minta maaf, aku akan maafin kamu. Tapi, nggak lebih dari itu. Kita tetep temenan. Atau kamu mau kita jadi asing?"
Wanita itu malah mengancam Ethan, membuat pria itu makin kesal. "Minta maaf? Aku nggak akan minta maaf ke kamu karena aku udah nyium kamu. Karena apa? Aku nggak main-main sama kamu. Aku serius. Dan kalau kamu masih tetep nolak aku, oke. Aku nggak butuh persetujuan kamu. Aku udah berusaha baik-baik ke kamu, kamunya malah nolak aku."
Ethan menatap Danisa tanpa berkedip. "Maaf, Danisa, aku nggak nerima penolakan. Ke depannya, aku akan sering mencium kamu. Mau kamu izinin atau enggak, aku nggak peduli."