bc

Bukan Mauku

book_age18+
3.4K
IKUTI
28.3K
BACA
others
family
drama
sweet
bxg
like
intro-logo
Uraian

Kejadian tragis yang menimpa Dika, Suami windy, membuat Windy harus menjadi orangtua tunggal di usia 33 tahun. Semenjak kejadian naas itu, hari-hari Windy selalu diliputi kesepian dan airmata. Terlebih Mentari, putri keduanya yang setiap saat selalu menggigau memanggil abynya. Mentari yang masih berusia 5 tahun begitu haus akan kasih sayang seorang ayah. Sementara pekerjaanya di perusahaan konstruksi begitu menyita waktu yang membuatnya sering pulang malam.

Didalam kesendirian, dilema cinta mulai menggelayuti hati dan fikiran Windy. Beberapa lelaki mulai mendekatinya, dari seorang duda, hingga pria beristri. Sungguh itu bukanlah hal mudah untuk Windy.

Malang, Ketika ia memutuskan menerima tawaran untuk menjadi istri kedua. Dunianya Semakin terpuruk dan batinnya semakin tersiksa.

“Sungguh, ini bukan mauku.” Jerit hatinya setiap saat.

Terasa mimpi, menjadi istri kedua bukanlah inginnya. Tak pernah sedikitpun Windy terfikir akan terjebak dalam pernikahan dan cinta seperti ini. Rasa rindu kepada mendiang suaminya, selalu menggelayuti hatinya yang rapuh.

===================

Cover information :

Image : https://pixabay.com/ FREE

Font : https://www.canva.com/ FREE

chap-preview
Pratinjau gratis
BAB 1 – Kecelakaan Tragis
Namaku windy, usiaku menginjak 33 tahun.  Aku janda dengan 2 orang anak, Langit dan Mentari. Langit yang kini berusia 10 tahun sudah berada di kelas 5 SD,  sedangkan Mentari genap berusia 5 tahun Maret ini. Aku tinggal di sebuah rumah yang berdiri di atas tanah peninggalan orang tuaku. Rumah di atasnya adalah hasil dari pernikahanku dengan mendiang suamiku. Suamiku baru saja meninggal tepat di usia pernikahan kami genap 11 tahun April lalu, dan Ibuku yang memang sudah sakit-sakitan, menyusulnya 2 bulan kemudian. Semenjak kepergian suamiku dan mama, aku tinggal berlima di rumah ini bersama Mentari, Langit, Rian dan Dian, ponakan kembarku—anak dari kakak perempuanku satu-satunya yang sudah lebih dulu meninggalkan kami 1,5 tahun yang lalu. Terpuruk? Tentu saja, aku hanya seorang wanita biasa yang sudah terbiasa bermanja dengan mama, orang tua satu-satunya yang selalu setia mendampingi serta menemaniku sedari kecil. Aku tidak pernah berpisah dengannya. Pun tidak ketika aku memutuskan menikah muda waktu itu, mama selalu di sampingku. Dan dia, mendiang suamiku yang sudah menemani hari-hariku selama 11 tahun ini dengan segala suka dukanya tentu membuat hati ini remuk ketika harus kehilangannya untuk selamanya, akibat kecelakaan hebat waktu itu. - - - Flashback Tepatnya 3 bulan yang lalu, ketika hujan lebat sepulang suamiku bekerja, sebuah mobil truk pembawa batu menyambarnya sesaat sebelum dia berhasil menyeberangi jalan. Helmnya lepas, kepalanya terhempas dan badannya terseret di jalanan basah itu, membuat sekujur tubuhnya dipenuhi darah segar. Seketika itu juga ponselku berdering mendapat kabar mengerikan itu dari salah seorang teman suamiku yang melihat jelas kejadian tersebut. Dengan bergetar, aku secepat kilat mengambil kunci motor dan tas yang terletak di depan meja kerjaku. Tanpa terlebih dahulu mematikan komputer dan tanpa pamit pada siapa pun, aku langsung pergi sesegera mungkin menuju lokasi kejadian. Beruntung, kantor tempatku bekerja tidak jauh dari kantor tempat suamiku bekerja dan juga tidak jauh dari lokasi kecelakaan sehingga hanya dalam hitungan menit aku sampai di lokasi. Tubuh suamiku masih tergeletak di sana, manusia begitu ramai hanya menonton tanpa berbuat apa pun. Tanpa di kode, aku langsung menghampiri tubuh itu. Banyak yang mencoba mencegahku, namun mereka tidak mampu menghalangiku memeluk tubuh itu. “Ni, (Uni sama dengan kakak, itu adalah panggilan kepada orang yang lebih tua atau juga panggilan hormat kepada seorang wanita di daerahku), jangan ke sana, kita tunggu ambulan datang, jangan gegabah.” Teriak seorang wanita sembari menahan tubuhku agar tidak menghampiri tubuh kaku itu. Ya, aku melihat tubuh itu sudah kaku, orang2 menutupi bagian kepalanya dengan daun pisang. Beberapa orang memotretnya dan bahkan merekamnya. Padahal kondisi masih hujan lebat. Sementara truk yang menabrak suamiku melarikan diri. Namun teman suamiku yang melihat kejadian itu sempat mengingat dan menyimpan plat nomor mobil itu. “Tolong ... tolong ... dia suamiku ... jangan halangi aku untuk menemuinya.“ Kataku keras dengan suara bergetar karena sudah penuh dengan air mata dan air hujan. Setelah berhasil melepaskan diri, aku langsung memeluk tubuh kaku itu, “ Kalian semua jahat ... dan kau ....“ kataku dengan penuh amarah sambil menunjuk kepada seseorang yang tampak menikmati rekaman adegan ini dengan ponselnya.  “KAU ... SAMA SAJA SEPERTI SETAN, KAU MEREKAM TANPA MENOLONG. DAN KAU JUGA APA HAKMU MEMFOTO-FOTO SUAMIKU, KALIAN SEMUA SETAN ... KALIAN MEREKAM NAMUN TIDAK ADA YANG MENOLONGNYA ...,“ kataku sambil berteriak sangat keras, suaraku bersahutan dengan bunyi derasnya hujan. “Windy sabar ....“ Seseorang menghampiriku dan aku tau dia adalah teman kerja suamiku. “Ambulan sebentar lagi akan datang, tolong sabarlah Windy, kami bukan tidak mau menolong, kami hanya tidak ingin gegabah yang bisa menyebabkan hal yang lebih buruk pada tubuhnya. Dan kalian juga semua, berhentilah merekam, Windy benar, kalian semua sama saja seperti anjing.“ Bang Ilham, itu adalah namanya. Beliau tampak sangat marah kepada sekelompok orang-orang yang masih asyik menikmati kejadian ini dengan ponselnya. Ya Allah ... Kenapa ambulan begitu lama, pikirku ... Tiba-tiba bunyi deringan ambulan datang, dengan cepat mereka mengangkat tubuh itu ke dalam tandu dan memasukkannya ke mobil, beriringan mobil polisi pun datang. Tampak Bang Ilham berbicara sebentar dengan polisi dan kemudian menghampiriku. “Windy, kamu ikut dengan ambulan ya, disini biar abang yang urus. Banyak juga teman-teman Dika disini yang membantu mengurus disini. Nanti kak Eka dan Kak Mona akan turut serta menemanimu,“ kata bang Ilham. Nama suamiku adalah Dika Pratama, Sarjana Mesin, orang pertama dan satu-satunya sampai saat ini yang pernah dekat denganku. Kebersamaanku dengannya selama 4 tahun membuatku memutuskan untuk menerima permintaannya menikah di usia muda, bahkan ketika aku baru saja beberapa hari menyelasaikan S1 teknik Sipilku waktu itu. Pernikahan yang sederhana namun tentu saja berkesan untukku dan untuknya. Kak Eka dan Kak Mona adalah Rekan kerja suamiku, aku tidak mengenali mereka berdua, namun itu tidak penting bagiku. “Baiklah bang, Mohon Doakan Bang Dika baik-baik saja,“ kataku dengan berurai air mata sembari masuk kedalam ambulan. Desiran hujan yang begitu memekakkan telinga menambah duka dijiwaku. “Sabar ya Windy, kita doakan yang terbaik untuk Dika ya.“ Entah siapa nama wanita yang mencoba menenangkanku, yang ku tau nama mereka adalaha Mona dan eka, sungguh itu tidak penting untukku saat ini. Aku duduk di tengah-tengah antara mereka berdua dan mereka berdua dengan kondisi pakaian basah kuyup terus berusaha menenangkanku dan memelukku. Perjalanan ke rumah sakit terasa sangat lama untukku. Jemari Dika tak pernah luput dari genggamanku. Aku menciumi telapak tangan kekar itu. Tapi ada yang berbeda dari pertama aku naik ke ambulan ini, tangan bang Dika terasa sangat dingin.   Seketika aku tersentak, aku belum mengabari siapa-siapa mengenai kejadian ini. Aku mencari ponsel dalam tas. Alhamdulillah ada, sudah basah namun bersyukur ponsel itu masih menyala. Aku menyeka air yang membasahi ponselku dan seketika tanganku bergetar mencari nama seseorang yaitu Cindy, adik iparku. Aku mengiriminya pesan w******p, mulutku terlalu kaku untuk berbicara melalui telpon. “[Cindy, bang Dika kecelakaan, sekarang kakak sedang di atas ambulan menuju Rumah Sakit By. Pass, tolong kabari mama dan papa].” begitulah pesan yang bisa kutulis, tak banyak yang bisa kuketik. “[Dek, tolong kabari siapa saja yang bisa dek kabari, Pak Dika Kecelakaan, sekarang ummy sedang dalam ambulan menuju Rumah Sakit By. Pass].” lagi, kukirim pesan w******p ke salah seorang ponaanku yang tinggalnya tidak jauh dari rumah kami. Mobil ambulan pun melambat, itu pertanda kami sudah sampai di rumah sakit. Dengan Sigap petugas IGD dan Supir ambulan membawa tubuh suamiku ke Ruangan IGD. Sesampai di dalam mereka menutup tirai, membersihkan semua darah yang masih mengalir pada beberapa bagian tubuh Bang Dika, khususnya bagian kepala. Kami tidak diperkenankan masuk. Walau aku sudah memohon kepada dokter agar bisa selalu mendampingi bang Dika.  

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Married By Accident

read
225.8K
bc

No Escape, Honey (BAHASA INDONESIA)

read
18.4K
bc

The Ensnared by Love

read
105.5K
bc

FINDING THE ONE

read
29.8K
bc

Om Tampan Mencari Cinta

read
404.0K
bc

Bercumbu dengan Bayangan

read
22.0K
bc

Enemy From The Heaven (Indonesia)

read
61.5K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook