"Iya, Anda Pak. Anda suaminya pasien, kan? Saya perlu membicarakan kandungan istri Anda. Loh kenapa kaget? Apa Anda nggak tahu kalau istri Anda hamil sampai terkejut seperti ini?"
Mendengar apa yang dikatakan oleh dokter tersebut, baik Dilla maupun Dika keduanya membisu, untuk sejenak mereka seperti tidak bisa berpikir dengan benar mencerna kalimat sederhana yang baru saja diucapkan oleh sang dokter, terutama Dilla. Perempuan cantik dengan mata indahnya tersebut menggeleng, matanya berkaca-kaca bersiap menangis atas hal yang telah terjadi pada adik sepupunya tersebut.
"Nggak, nggak mungkin sepupu saya hamil, dok. Bagaimana bisa dia hamil jika dia belum menikah?" Dilla menggeleng tidak percaya, menolak apa yang baru saja di dengarnya. Tidak, tidak mungkin Shireen hamil, berbeda dengan Dilla yang pergaulannya begitu bebas, boro-boro ke club seperti yang biasa Dilla lakukan untuk melepas penat karena pekerjaan, minum bir yang sekali Dilla sediakan di kulkas saja tidak pernah. Shireen adalah sepupunya yang paling lurus, tidak pernah neko-neko, hidupnya hanya seputar kantor dan apartemen. Bergaul dengan laki-laki pun sebatas pekerjaan saja itu sebabnya Dilla nyaris tidak pernah mengajak Shireen untuk masuk ke dunianya, lantas sekarang Dilla mendengar jika sepupunya itu hamil.
Tentu saja Dilla syok. Hal yang seharusnya sudah bisa Dilla tebak mengingat belakangan ini memang sepupunya tersebut sangat tidak biasa. Dilla mengira Shireen hanya sakit biasa, tapi ternyata wajah pucat, badan lemas, sering muntah dan mual merupakan gejala jika sepupunya tengah hamil.
"Dokter, Dok tolong bilang ke saya kalau dokter bohong, dokter mau nge-prank, kan?"Dilla meraih tangan dokter tersebut, air matanya benar-benar turun karena kalut, tentu saja reaksi Dilla ini membuat dokter UGD yang bertugas tersebut tahu jika kabar yang disampaikannya dengan penuh senyum tersebut bukan hal yang diharapkan. Tanpa harus bertanya lebih jauh Sang dokter paham apa yang tengah terjadi.
"Maaf Mbak, tapi apa yang saya katakan memang kebenarannya. Pasien hamil, saya perkirakan usia kandungannya 8-9 minggu, tapi lebih tepatnya saya ingin suami atau siapapun yang bertanggungjawab membawa pasien ke dokter kandungan."
Semakin dokter tersebut berbicara, semakin pucat wajah Dilla, bayang-bayang kemarahan yang akan diberikan oleh Ayah dan Om-nya tentang dirinya yang tidak becus menjaga Shireen sudah terbayang-bayang dibenaknya, tidak hanya itu sudah pasti orangtuanya akan mengkritik gaya hidup Dilla dan menyebutnya sebagai penyebab nasib buruk Shireen, sudah Dilla katakan diawal, Shireen itu sweetheartnya keluarga besar mereka, saking lurusnya hidup Shireen selama ini.
Dengan frustrasi Dilla menyugar rambutnya, berantakan dan awut-awutan itulah keadaannya sekarnag, "Ya Allah, gimana ini? Apa yang mesti aku bilang ke Om Umar, Ya Allah!"
Dilla terduduk lemas, tangannya menyembunyikan wajahnya yang menangis meraung-raung sekarang ini. Dokter dan perawat yang melihat keadaan Dilla pun hanya bisa saling beradu pandangan tidak enak sendiri. Sementara itu, jika Dilla menangis histeris atas kehamilan Shireen maka Dika justru mematung tanpa bereaksi apapun, Dika benar-benar seperti orang yang baru saja dipaksa menelan satu kuintal brotowali. Itu sebabnya merasa Dika lebih bisa diajak berbicara, dokter beralih pada Dika.
"Saya tidak tahu Anda ini benar suaminya atau tidak, tapi saya dan dokter kandungan perlu berbicara secepatnya. Kondisi pasien benar-benar tidak baik-baik saja."
Dika tersentak mendengar permintaan dokter tersebut, bingung bagaimana menjawabnya. Seorang Andika Prasetya, seorang yang bahkan mampu menundukkan lawan bicaranya hanya dari tatapan matanya kini tidak mampu berkata iya atas apa yang diminta dokter kepadanya.
"Tolong lo yang pergi, Ka. Gue nggak sanggup. Tolongin gue." Baru saat Dilla berbicara dengannya sembari meraih tangannya disela tangis tergugunya, Dika mendapatkan kesadarannya.
Mau tidak mau Dika akhirnya mengikuti dokter tersebut meski Dika tahu itu adalah vonis mati untuk perjalanan hidup dan kariernya. Aiiissshhh, rasanya Andika ingin mati saja sekarang ini.