Kehidupan Kedua Istri Yang Tertindas (21)

1146 Kata
“Aku sama sekali tidak melakukan apa pun pada temanmu, lantas kenapa kau ingin menuntut?” Namera tak habis pikir, karena memang dirinya tidak melakukan kesalahan. “Semalam Sky mabuk berat hingga membuatnya tidak sadar, kau tahu apa yang terus keluar di mulutnya? Dia terus memanggil nama wanita yang bernama ‘Namera’ Aku berharap orangnya ada di sini.” Seketika Namera terdiam, harusnya Sky tidak berlebihan karena baginya antara dirinya dan dia hanyalah teman, tidak lebih dari itu. “Kita hanya berteman, jadi semua itu bukan sepenuhnya salahku—.” “Akan tetapi, Sky menganggapmu lebih.” Dengan cepat Sailom menyela ucapan Namera. Apa maksudnya? Kenapa Sky berpikir seperti itu? Bukankah semua itu hanya salah paham? Entahlah, semua menjadi sangat rumit. “Maaf Tuan, Anda terlalu berpikir berlebihan karena saya tidak mungkin memiliki perasaan lebih dari seorang teman.” Setelah mengatakannya, Namera pergi. Namun, suara panggilan dari Sailom membuatnya berhenti melangkah. “Nona, bukankah sebentar lagi kau akan bercerai? Lantas kenapa harus mempersulit sahabatku,” ujar Sailom. “Itu semua bukan urusanmu, jadi berhenti untuk masuk ke dalam hidupku.” Jawab Namera dan dengan perlahan melangkahkan kakinya. “Jika kau butuh bantuan, bicaralah agar seseorang bisa membantu.” Masih dengan suara tanpa menyerah, Sailom berusaha mengulit tentang rahasia Namera. “Apa maksudmu?” tanya Namera dengan tatapan seolah meminta sebuah jawaban. Sejenak Sailom tersenyum. Menikmati semilirnya angin di bawah pohon beringin yang sejuk. Menghirup dalam-dalam karena hembusan napasnya sedikit meringankan sesuatu yang ada di hatinya. “Apa kau tidak penasaran untuk ukuran orang lokal sepertiku?” Benar, itulah yang ada di pikiran Namera, untuk ukuran orang lokal lebih dari tampan, hidung mancung kulit putih dan warna bibir begitu menarik dan sama halnya dengan Sky, nama mereka juga cukup aneh untuk pribumi pada umumnya. “Tidak penting untuk mengetahui kalian berasal dari mana, karena aku sama sekali tidak ingin tahu.” Jawab Namera tampak tak peduli. “Semenjak Sky berada di sini, dia belum pernah jatuh cinta. Alasannya karena cinta itu rumit dan tidak ada waktu untuk melakukannya. Selebihnya Sky terlalu sibuk untuk bekerja,” jelas Sailom dan ia juga dengan sengaja membahas Sky agar Namera sadar. “Namun, kemarin malam semua yang dia lakukan cukup memberiku bukti jika anak itu begitu terluka karena patah hati karena kau, lantas dalam keadaan mabuk satu kalimat yang sempat aku dengar jika Sky tidak akan bisa memilikimu meski kau dan suamimu bercerai sekalipun.” Suara tegas Sai cukup membuat Namera terbungkam dan tidak bisa berkata-kata. Namera yang mendengar penjelasan dari Sailom pun cukup terkejut, karena Sky benar-benar memiliki perasaan yang lebih untuknya. “Lalu aku harus bagaimana, apa yang harus aku lakukan? Jangan konyol karena aku sama sekali tidak menganggap pertemanan kita lebih.” Namera menjawab dengan d**a bergetar, mungkin kalimat tersebut jauh lebih baik daripada harus lebih menyakiti perasaan Sky lagi. “Aku hanya mengatakan yang ingin aku katakan, bahkan setelah itu aku tidak akan mencampuri urusan kalian.” Dengan kalimat tegas, Sailom berucap. “Apa yang ingin kau ketahui dariku? Bukankah dokter Sky sudah mengatakan semua tentangku,” ujar Namera dengan keadaan sedikit aneh, kini perasaan bimbang mulai dirasakannya. “Setelah mendengarkan celoteh Sky, tepat kau juga menghubunginya dan aku melihat fotomu di halaman terdepan layar ponselnya. Aku hanya ingin membantumu, setidaknya masalah sedikit terselesaikan.” Namera pun sedikit terkejut. Ia tidak yakin jika Sailom mengetahui jati dirinya, tetapi ucapan demi ucapan cukup menjadikannya tahu akan sesuatu meski dirinya belum mengatakannya. “Anda terlalu berlebihan, wahai Tuan.” Namera tidak lagi peduli, jika pertemuan terus berlanjut dan hal itu tidak membuat semua selesai. Tanpa pamit akhirnya Namera pun meninggalkan teman dari Sky. “Kau tidak bisa membohongi perasaanmu sendiri, jika hatimu telah dipenuhi nama dokter Sky.” Sedikit berteriak tapi hal itu juga dibenarkan oleh Namera. Yang mana seringnya bertemu membuat perasaan satu sama lain menjadi dekat. Beberapa hari setelah pertemuan. Entah kenapa hati Namera sungguh sangat gelisah. Sepertinya yang dikatakan oleh Sailom adalah kutukan, nyatanya saat ini hati dan pikirannya berada di tempat lain. Meski Namera sendiri berada di dalam kamar. “Lantas sekarang apa yang harus aku lakukan,” gumam Namera dengan mata menatap ke arah jendela, karena semua ini harus segera diakhiri. Ia cukup lelah dengan perannya sekarang, meski harus meninggalkan dunia untuk kedua kalinya, Namera rela asal semua masalah berakhir dengan indah. Tepat ketika Namera tiba-tiba merasakan pusing, sebuah suara ketukan membuatnya harus berhenti untuk berpikir. “Siapa dia? Kenapa begitu mengganggu,” umpat Namera, tetapi kakinya tetap berjalan guna melihat seseorang dibalik pintu. “Oh, kamu. Mau apa?” tanya Namera pada seseorang yang bernama Aril. “Orang tuaku meminta untuk kita datang ke sana,” ujar Aril. “Lantas, apa masalahnya denganku?” tanya Namera dengan malas. “Aku harap kamu tidak bodoh, ingat ini bulan apa dan di tahun berapa.” Setelah mengatakannya, Aril pergi dengan wajah kesalnya, karena Namera lamban untuk menyerap kata-katanya. Sedangkan Namera yang masih bingung dengan ucapan Aril, lelaki itu pergi tanpa memberitahunya untuk apa datang ke rumah orang tuanya. “Apa ada hal yang tidak aku ketahui?” dengan meletakkan satu jarinya di dagu, Namera dibuat bertanya-tanya. “Tunggu, tidak mungkin jika Namera tidak memiliki sesuatu pada saat dirinya menerima pernikahan ini.” Namera berceloteh sendiri layaknya orang tidak waras. Berusaha mencari sesuatu agar dirinya ingat akan semua perjanjian tersebut. Sesaat kemudian. “Dapat,” lirih Namera setelah menggeledah semua isi laci. “Jadi, hari ini Namera dan Aril tepat di tahun ketiga pernikahannya? Lantas di surat kontrak menjelaskan jika masih bertahan dalam tiga tahun lebih, maka Aril mendapatkan haknya sebagai pewaris.” Namera membaca isi yang terdapat di kertas tersebut dengan seksama, memikirkan semuanya hingga menjadikannya pening “Ohh ... sepertinya aku akan menjadi gila, sebelum hal itu terjadi seharusnya aku meminum sesuatu." Namera pun hampir menyerah karena kehidupannya yang rumit. Dengan segala pertimbangan, akhirnya Namera memutuskan untuk pergi dan pada saat menuruni anak tangga, ia pun berpapasan dengan Aril. “apa kamu sudah ingat?” tanya Aril ketika melihat Namera. “tidak, aku tidak lupa.” Jawab Namera singkat. “Baguslah kalau begitu, ingat jam tujuh nanti.” Aril pun kembali berucap mengingatkan Namera. “Tentu, sekarang menyingkirlah karena aku ingin pergi!” titah Namera. “Mau ke mana?” tanya Aril dengan gayanya sok peduli. “bukan urusanmu dan menyingkirlah. Lihat wanitamu menatap tajam padaku dan ingin menelanku,” ucap Namera dan setelah itu ia pun pergi. 30 menit kemudian, Namera sudah berada di dalam kafe. Lantas semua itu entah sebuah kebetulan atau memang nasib buruknya. “Dia lagi, kenapa setiap aku pergi dia ada di mana-mana!” umpat Namera dengan hati yang dongkol, melihat lelaki tengah duduk tidak jauh dari pintu masuk, lantas memutuskan untuk pergi dan tiba-tiba saja. “Tunggu! Kau tidak bisa menghindar lagi wanita jadi-jadian.” Seketika Namera menoleh dan berniat untuk mendatanginya, tentang maksud akan ucapannya. “Apa maksudmu dengan menghinaku?” “Jangan berlagak bod0h.”

Baca dengan App

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN