Chapt 5. Surprises and Other Surprises

1430 Kata
*** Rumah Zhakaria Afnan, Jakarta, Indonesia., Halaman belakang., Siang hari.,             Mobil mewah berwarna hitam itu berhenti tepat di halaman khusus untuk parkir mobil. Beberapa deretan mobil mewah lain juga terparkir rapi disana.             Seorang wanita, ah tidak. Mungkin lebih tepatnya seorang gadis muda cantik berambut pendek itu turun dari mobil setelah satu pekerja langsung membukakan pintu mobil untuknya.             Yah, dia adalah Embun Yara Adyrta Althaf. Gadis cantik yang merupakan cucu paling disayang oleh seorang Azzura Abraham Althaf dan Zhain Afnan. Gadis kesayangan keempat abangnya, sekaligus kesayangan kedua kakaknya.             Keningnya berkerut kala melihat deretan mobil mewah yang belum ia kenal itu terparkir rapi disana. ‘Apa ada tamu? Aku tidak pernah melihat mobil-mobil itu,’ bathinnya sambil melangkahkan kakinya ke arah pintu dapur yang ada disana.             Dia melirik satu pekerja yang berjalan mengikuti langkah kakinya sambil membawa tiga totabag berisi kue yang ia beli saat searah dengan jalan pulang. “Pak? Ada tamu di rumah ya?” tanya Embun penasaran.             Pria itu ragu ingin memberitahu sebab ia sudah diberi pesan agar membungkam mulut sampai di rumah. “Mungkin saja ada tamu, Nona.” Dia menjawab hampir benar.             Embun mengerucutkan bibirnya saat mendengar jawaban itu tidak membuatnya puas. Memang, tadi Abangnya sempat mengirim pesan bahwa ia sudah kembali dan ada kejutan. Tapi seharusnya hanya ada satu mobil saja, lalu kenapa sekarang ada empat, pikirnya. … Dapur.,             Kakinya terus melangkah lebar menuju pintu dapur. Saat kakinya mulai masuk ke dalam dapur yang sangat luas itu. “Kejutaann!!” Deg!             Embun menganga, menutup mulut dengan kedua telapak tangannya. Dia terkejut lalu secara bersamaan, kedua matanya mulai berkaca-kaca. “Dad-Daddy?? M-Mommy?? Ka-kakak??”             Mereka semua masih diam sambil memegang beberapa barang berwarna pink, seperti boneka Teddy Bear berukuran besar, piyama kimono, dan aksesoris ponsel. Sedangkan dua lansia disana hanya mengulum senyum dan duduk di kursi meja makan.             Kakinya menghentak lantai lalu berlari mendekati sang Mommy yang memegang piyama kimono dengan warna kesayangannya. “Mommy … Embun rindu … Mommy sudah lama sekali tidak kesini,” gumamnya sambil memeluk sang Mommy dengan rengekan manja.             Yah, tamu yang dimaksud ternyata adalah keluarga tercintanya. Mereka sengaja membuat kejutan kecil seperti ini sebab tahu bahwa Embun sangat merindukan mereka.             Chandly Yuria Afnan, sebagai seorang Mommy, ia sangat merindukan putri kecilnya ini. Selama 1 tahun lebih ia mempercayai kedua orangnya, Zhain Afnan dan Chandani Oyuri untuk mengurus putrinya yang hampir depresi karena kejadian pilu waktu itu.             Berat bagi seorang Ibu meninggalkan putrinya diurus tanpa kedua tangannya. Namun, ia juga tidak bisa meninggalkan kewajibannya di New York.             Sekarang, semua rasa sesal itu telah berlalu dan berganti dengan rasa bahagia di hati dia dan suaminya, Dyrta. Tatkala senyuman manis itu kembali terukir seperti sedia kala.             Chandly terus mengecup wajah putri tercintanya ini. “Sudah lama sekali ya? Memangnya sudah berapa lama tidak bertemu dengan Mommy sih?” tanya Chandly Berbahasa Indonesia. Bahasa yang ia rindui, yang selalu ia pakai bila sudah menginjak Negara Kepulauan ini. Dia terus mengusap lembut punggung dan kepala sang putri.             Embun tersenyum lebar, masih memeluk erat tubuh sang Mommy. “Sudah satu bulan Mommy dan Daddy tidak ke Jakarta. Tapi bagaikan satu tahun,” ujar Embun kembali memeluk dan membahu disana.             Chandly mengulum senyum sambil melihat sang Mama, Chandani. “Lalu?? Apa Daddy juga tidak rindu dengan putri Daddy yang satu ini??” tanya Dyrta mendekati sang putri lalu menarik lembut lengan kanannya.             Chandly dan Embun mengendurkan pelukan mereka. “Embun tahu Daddy pasti sangat merindukan Embun. Tapi Daddy sudah lama tidak memberi hadiah untuk Embun,” gumamnya lalu membalas pelukan erat sang Daddy.             Dyrta memegang boneka Teddy Bear berukuran besar itu dengan satu tangannya. Sedangkan tangan kanannya terus memeluk dan mengusap lembut punggung sang putri. “Daddy rindu dengan putri Daddy yang satu ini. Dan boneka ini untuk putri tersayang Daddy dong,” gumam Dyrta berulang kali mengecup sisi wajah sang putri.             Zhain mengulum senyum melihat kebahagiaan di wajah cucu tersayangnya, Embun. Namun, ia melihat cucunya yang sangat menyukai dunia fashion, dia tampak sibuk dengan ponselnya sejak tadi. “Kak Bening? Jangan ponsel aja, Sayang.”             Yah, Bening Yarat Adyrta Althaf. Dia melepas pandangannya dari ponsel, lalu beralih menatap sang Eyang, Zhain. “Iya, Eyang. Bening lagi balas ini biar proses pembangunan cepat selesai, Eyang.” Dia berjalan mendekati sang Eyang, Zhain. Lalu meletakkan sekotak aksesoris ponsel itu diatas meja makan.             Chandani menoleh ke arah sang cucu yang kini berjalan mendekati kursi tepat di sebelahnya. “Sudah dibeli tanah yang disana, Sayang?” tanya Chandani.             Bening mengangguk kecil, melirik sang Eyang sekilas. “Kata Mas Gamal uda, Eyang. Disana juga diurus sama Tante Zehra kok,” ujarnya memberitahu.             Zhain yang duduk tepat di sebelah sang cucu, dia mengusap lembut rambut panjangnya yang dibiarkan tergerai. “Berarti sudah diurus sama Mas Gamal. Jangan khawatir. Mas Gamal pasti uda ngatur semua kan?” ujarnya lagi.             Bening mengangguk kecil dan kembali fokus pada ponselnya. Dia tidak sadar kalau sikapnya direspon gelengan kepala oleh kedua Eyangnya.             Walau Bening tidak hidup satu rumah dengan mereka. Zhain dan Chandani sangat paham dengan karakter cucunya yang satu ini. Selain gigih, optimis, dan berbakat dalam bidang fashion, dia juga sangat cuek untuk urusan mencari kekasih, dan lebih mementingkan harga diri serta karir tanpa ada campur tangan dari keluarganya sendiri.             Embun melonggarkan pelukannya lalu menatap ke arah sang Kakak yang sepertinya sedang sibuk. “Kak Bening gak rindu sama Embun?” tanya Embun dengan suara sedikit meredup.             Spontan Bening langsung menoleh ke arah Embun. Secepat kilat ia beranjak dari duduknya lalu meletakan ponsel itu diatas meja makan. “Hah?? Embun?? Kakak rindu sama Embun ...”             Dia melangkah lebar menuju sang Adik yang wajahnya mulai sumringah. “Embun juga rindu sama Kakak,” ujarnya lalu memeluk sang Kakak, Bening.             Dyrta menahan tawa geli melihat tingkah gemas putrinya secara langsung. Kepolosan yang masih sama, sedikit banyaknya masih menorah luka di lubuk hatinya yang paling dalam.             Chandly ikut mendekati kedua putrinya, lalu merangkulnya penuh. “Mommy juga rindu,” ujar Chandly seraya ikut-ikutan.             Mereka tampak bahagia melihat Bening selalu bisa menyeimbangi kepolosan Embun tanpa ada rasa iri hati. Sejak kecil, mereka memang selalu menanamkan sifat tulus dan saling berbagi sehingga keturunan mereka tidak pernah berpikir curang atau iri hati terhadap saudara satu sama lain.             Saat Embun merasa sudah cukup, dia seperti merasa ada yang kurang. Sesegera mungkin ia mengendurkan pelukan mereka. “Mommy, dimana Mas Gaza dan Mas Gamal??” tanya Embun menatap mereka bergantian.             Sepintas, Bening mengingat salah satu abangnya yang sudah berpenampilan berbeda sejak beberapa hari lalu di New York. “Pphhfffttt …” Bening tidak sanggup menahan tawa dan kembali mendekati sang Eyang, Chandani yang sudah membuka pelukan untuknya.             Chandani memeluk sang cucu yang duduk di kursi semula. “Diam aja, Kak. Biar Adek Embun tahu sendiri,” ujar Chandani ikut menahan senyum.             Dyrta melihat dua orang pria sudah berjalan ke arah dapur. “Lihat siapa yang datang, Queen?” ujarnya memberitahu.             Embun langsung menoleh ke sumber suara. “Embun tidak rindu dengan Mas??” tanya seorang berahang kasar itu, dia merentangkan kedua tangannya ke arah sang Adik. “Mas Gaza??” Dia langsung berlari ke arah sang Abang, Gaza Abisatria Althaf.             Gaza segera memeluk erat dan mengecupi puncak kepala sang Adik. Dia benar-benar merindui gadis kecilnya ini. “Astaga … rindu Mas terobati dengan pelukan ini,” gumamnya memuji pelukan erat adik bungsunya, Embun. Dia terus mengusap tubuh mungil ini, tubuh yang sangat ia rindui selama sang pemilik menetap di Indonesia.             Namun, belum sempat ia membalas ucapan sang Abang. Embun sudah melongo melihat pria yang sudah bersidekap dadda, bersandar pada dinding berwarna putih. “Haahh??”             Mereka semua tertawa geli melihat respon melongo Embun. Lalu seakan paham, Gaza segera melonggarkan pelukan mereka. Ia membiarkan Embun untuk mendekati pria yang sangat percaya diri dengan penampilan barunya itu. Embun melongo dengan ekspresi menahan tawa, saat melihat sang Abang, Gamal Abimana Althaf yang sangat berbeda sekali sejak terakhir ia melihatnya di bandara hendak berangkat ke New York. “M-Mas?? Mas Gam—”             Dia hampir saja tertawa. “Mas Gamal??”             Embun masih terus menganga sambil berjalan mendekati pria berkemeja panjang berwarna putih, lengan kemeja tergulung sampai siku, celana panjang berwarna hitam pekat. Pria itu terus tersenyum sambil bersidekap dadda. “Gimana?? Mas tampan tidak?? Hmm, hmm, hmm?? Tampan tidak??” ujar Gamal percaya diri sambil menggoyang satu kakinya yang sedikit bertumpang.             Embun langsung menoleh ke belakang saat mendengar tawa geli kedua Eyang mereka. Begitu juga dengan lainnya tampak tertawa lebar.             Dia kembali melihat penampilan sang Abang dari atas sampai bawah. Bagaikan ingin memperhatikan sesuatu yang sempurna, pandangan utama Embun fokus pada bagian atas yang sangat silau di matanya. * * Novel By : Msdyayu (Akun Dreame/Innovel, IG, sss)
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN