11. PERTARUNGAN

2869 Kata
Atmosfer ruang perpustakaan berubah mencekam ketika Jaya telah berhasil merusak kubah pelindung yang dibuat oleh Raja. Kubah pelindung khusus yang seharusnya kuat menahan serangan sihir sehebat apa pun itu ternyata dapat dihancurkan hanya dengan sekali hempasan spirit negatif yang dikeluarkan oleh Jaya. Kini, Jaya yang sudah berhasil bebas terlihat ingin sekali menghabisi seluruh anggota Keluarga Azkara, khususnya Raja. Walaupun sebenarnya, apa yang ia ingin lakukan itu sepenuhnya adalah efek dari kutukan kuno yang tidak sengaja hinggap di tubuhnya. Keluarga Azkara pun bersiap dan bersiaga untuk menghadapi Jaya yang sedari tadi tampak memperhatikan satu persatu dari mereka secara bergantian. "Istri dan anak-anakku, tingkatkan kewaspadaan kalian. Lawan kita kali ini bukanlah lawan yang sembarangan," kata Raja melalui media telepati. Semuanya lantas merespons secara serempak dengan sebuah anggukan kepala. Jaya yang sedari tadi memandangi satu persatu orang yang kini sedang mengelilinginya, kini mulai mengunci satu orang target. Orang itu adalah ... Ratu. "HYAAA!" Dengan kecepatan yang luar biasa, Jaya langsung menghampiri Ratu. Cakar tajamnya sudah siap ia gunakan untuk menyerang. Ratu yang melihat Jaya menghampirinya, dengan cepat merapalkan sebuah mantera sehingga ia terlebih dulu bisa menyerang Jaya yang kini sudah berada tepat di depannya. "Sonno, Mizziel Zuaranoiz," Ia menggunakan sihir suaranya untuk membuat sebuah misil gelombang suara berkekuatan tinggi yang mana saat misil itu mengenai target, maka target tersebut akan terpental dan mengalami kerusakan organ dalam yang cukup parah. DASH! Tubuh Jaya seketika itu juga langsung terpental jauh saat serangan Ratu mengenainya. Tapi dengan hebatnya, ia bisa langsung bangkit seakan-akan serangan tadi tidak terlalu berpengaruh padanya. "Seranganmu payah!" sindir Jaya. Jaya kini kembali ingin menyerang ke arah Ratu, ia mengambil ancang-ancang dan lalu mulai bergerak. Namun, belum sempat ia bergerak terlalu jauh, Raga yang telah bertransformasi menjadi manusia serigala berbulu putih, langsung menghantam tubuh Jaya dengan sangat keras. Tubuh kedua monster itu kini sama-sama menghantam dinding dan terjatuh. Setelahnya, mereka dengan cepat bangkit dan lalu sama-sama mengarahkan tinju mereka untuk saling menyerang satu sama lain. Terjadilah pertarungan sengit antara dua monster. Raga yang memang sangat bar-bar jika berada dalam sebuah pertarungan, dengan insting menyerang seperti hewannya, ia menyerang Jaya dengan sangat brutal, yang mana saat itu Jaya juga melakukan perlawanan dengan menyerang balik Raga. Raga terus menatap fokus ke arah Jaya yang saat ini sedang ia lawan dengan sorot mata merahnya yang tajam. Ia terlihat benar-benar sangat menikmati pertarungannya. "Wah, Paman, sekarang fisikmu jadi lebih kuat ya?" ucapnya di sela-sela pertarungan. "Aku memang sudah kuat sejak dulu, Bocah!" Jaya langsung meninju Raga dengan tenaga penuh. Namun, Raga yang sudah membaca pergerakan dari Jaya dapat segera menangkisnya. Jaya kemudian kembali melepaskan tinjunya. Namun lagi-lagi, Raga berhasil menangkisnya menggunakan kedua tangannya. Tapi tampaknya, kali ini Raga sedikit kesulitan untuk menahannya. Kekuatan Jaya benar-benar sangat luar biasa. "Aku tidak menyangka kekuatan kutukan kuno itu dapat membuat pamanku menjadi sekuat ini," batin Raga. Ia terus menahan pukulan Jaya yang mana Jaya secara terus menerus menekan tinjunya. "Kenapa, Bocah? Apa kau kesulitan menahan seranganku?" Terlihat sebuah seringai di wajah Jaya. "Ah tidak. Ini masih belum apa-apa," kata Raga sambil tersenyum, menampakkan gigi-gigi serigalanya yang tajam. "Benarkah? Kalau begitu, bagaimana dengan yang ini!" Tiba-tiba saja, dari punggung Jaya tumbuh satu tangan lagi, tangan yang ukurannya sedikit lebih besar dan berotot dari dua tangan aslinya. Raga pun terlihat sangat terkejut dan karena ia tidak memperkirakan tentang hal ini, maka saat tinju Jaya dengan tangan barunya itu mengarah padanya, ia tidak bisa melakukan pertahanan. DUAAAKH! Pukulan Jaya benar-benar sangat keras sehingga membuat tubuh Raga terpental jauh. Melihat salah satu kakaknya itu terpental karena serangan musuh, Awan dengan cepat langsung merapalkan salah satu manteranya untuk menangkap tubuh Raga. "Heim, Daggan Zzatan." Sebuah tangan bayangan berwarna hitam dengan cepat menangkap tubuh Raga tepat sebelum tubuhnya menghantam dinding dengan keras. "Terima kasih Mantan Adik Bungsu!" teriak Raga pada Awan. Kini, semua anggota Keluarga Azkara terdiam menatap ke arah Jaya yang kini tubuhnya mulai melakukan transformasi lagi. Terlihat tiga buah tangan tambahan muncul melengkapi tiga tangan lainnya. Sekarang Jaya telah memiliki tiga tangan kanan dan tiga tangan kiri yang masing-masing dari tangannya itu memiliki otot yang besar dan cakar yang mengerikan. "KAGET, HUH?! DENGAN INI, KALIAN TIDAK AK--" Belum sempat Jaya menyelesaikan perkataannya, sebuah akar pohon berukuran besar tumbuh dari dalam lantai perpustakaan dan langsung menghantam tubuhnya. Akar pohon itu terus tumbuh dan dengan ganasnya langsung mengerubungi tubuh Jaya sehingga kini, iblis bertangan enam itu kesulitan untuk bergerak. "Maafkan aku, Paman, akar pohonnya tumbuh begitu saja," kata Agro sambil cengengesan. Ya, akar pohon raksasa itu adalah ulah Agro. Ia menggunakan sihir tanamannya untuk menumbuhkan akar besar tersebut. Walaupun akar itu sangatlah kuat, tapi dengan sangat mudah Jaya dapat menghancurkannya. "HYAAAAHHHHH!" Akar-akar pohon itu langsung hancur tercabik-cabik dan terpencar ke segala arah. "KAU KIRA AKAR LEMAH INI BISA MENAHAN PERGERAKANKU, BOCAH?!! ASAL KAU TAHU YA KAU--" BUUGHHH! Lagi-lagi. Belum sempat Jaya menyelesaikan perkataannya, Raga yang sudah pulih dari serangan Jaya sebelumnya, langsung meninju wajahnya. Dengan meningkatkan kekuatan fisiknya menggunakan mantera, ia berhasil membalas pukulan Jaya sebelumnya dengan sangat keras. Tubuh Jaya pun terlempar dan lalu menabrak pembatas dinding perpustakaan hingga hancur. "Upsss ... pasti sakit ya, Paman?" teriak Agro yang terkesan meledek. Jaya yang mendengar Agro meledeknya, kini tampak kesal. Ia langsung bangkit dari posisi jatuhnya dan lalu mulai bersiap untuk melakukan serangan balik. Raga dan Agro pun terlihat saling tatap satu sama lain. Mereka berdua tampak menyunggingkan senyum yang seperti mengatakan kalau mereka sangat menikmati situasi yang sedang terjadi saat ini. "Bersiaplah kalian, Bocah!" ucap Jaya. "Ooo ... tentu kami sudah sangat siap, Paman!" balas Agro. "Datanglah Paman, kami akan menyambutmu,” timpal Raga. Jaya memasang ancang-ancang seperti seorang pelari yang sedang melakukan start. Lalu dengan sekali hentakkan kaki, Jaya melesat cepat ke arah Raga dan Agro untuk melakukan serangan. Raga dan Agro pun tidak tinggal diam, dengan gerakan yang cepat, mereka pun ikut melakukan serangan. "Dawun, Aqarian Vsikovet!" ucap Agro. Akar-akar pembunuh dengan sangat cepat tumbuh dan langsung menyerang ke arah Jaya yang sedang melesat cepat, tapi Jaya dengan mudahnya dapat menghindari akar-akar tersebut dan bahkan, ia juga menghancurkan beberapa dari akar-akar tersebut dengan tangan-tangannya. Tapi serangan duo Raga dan Agro belum berhenti sampai di situ. Raga yang masih dalam wujud manusia serigalanya, dengan sangat lincah berjalan di atas akar-akar yang menjalar dan tepat saat Jaya sudah berada dekat di depannya, ia langsung melancarkan serangannya. Dengan kekuatan khusus dari mode manusia serigalanya, ia melolong, menghadapkan moncongnya ke arah Jaya yang mana suara dari lolongannya itu memberikan tekanan yang sangat kuat pada tubuh Jaya hingga berdampak pada rusaknya permukaan tubuh Jaya. Karena serangan dari Raga, Jaya terlihat tidak dapat menggerakkan tubuhnya. Agro dengan segera menusukkan akar-akar pohon pembunuhnya itu pada tubuh Jaya. "RAAAAARRRRGGGGGHHH!!!" Jaya berteriak kesakitan. Tubuh Jaya kini terlihat sangat mengenaskan dengan akar-akar tajam yang menembus tubuhnya. Hanya bagian dadanya saja yang selamat karena ia lindungi dengan keenam tangannya. "k*****t KALIAN, BOCAH!!" "Ah? Apa, Paman? Keparut? Siapa yang keparut? Kelapa?" ledek Agro dengan suara cetarnya. "AKAN AKU BERI KALIAN BERDUA PELAJARAN!" Lagi! Jaya dengan pengaruh kekuatan kutukan kuno kembali bertransformasi. Tubuhnya kini terlihat bertambah besar dengan banyak duri-duri tumbuh di beberapa bagian tubuhnya. Kepalanya pun terlihat menumbuhkan sepasang tanduk. Akar-akar pohon tajam yang bersarang di tubuhnya seketika hancur berkat remasan otot-otot tubuhnya yang sangat kuat. Luka-luka yang berada di tubuhnya pun terlihat pulih seketika sampai tak berbekas sama sekali. "Bukankah ini seru, Kak?!!" teriak Agro pada Raga yang masih bertengger di akar pohon miliknya. "Iyaaa!!" balas Raga. Mereka berdua sepertinya sangat menikmati pertarungan ini. Saudara-saudara mereka yang lain terlihat hanya menatap biasa ke arah mereka berdua. Mereka sudah tidak heran dengan sikap bar-bar Raga dan Agro dalam bertarung. "Ayo kita lakukan serangan selanjutnya, Kak!" Agro kembali merapalkan mantera. "Dawun, Vedan Zatria." Akar-akar tanaman tumbuh di tangan kanannya, menyelimuti tangannya sehingga menciptakan sebuah pedang panjang dengan ujung runcing yang sangat tajam. "SERANG!" teriak Agro dan Raga bersama-sama. "DASAR BOCAH!!" Jaya juga tidak mau kalah. Kini, pertarungan jarak dekat antara duo Raga dan Agro melawan Jaya pun terjadi. Dengan sangat sengit, ketiganya melakukan serangan secara bertubi-tubi untuk saling menjatuhkan. Pedang akar milik Agro berhasil melukai punggung Jaya dan lalu setelahnya, Raga dengan gesit melanjutkan serangan yang Agro berikan. Ia meninju wajah Jaya dengan tinjunya yang sangat keras. DUGH! "ARGH!!" Jaya hanya bergerak mundur sedikit karena terkena serangan dari Raga dan Agro. Kini ia memegangi hidungnya yang patah akibat tinju keras milik Raga. Namun, secara menakjubkan, luka-luka yang diterimanya seketika sembuh dan tidak meninggalkan bekas sama sekali. "Hey, Kak, sepertinya jika hanya kamu dan aku, kita tidak akan bisa mengalahkannya," kata Agro. "Ya, sepertinya begitu," balas Raga. Kini mereka kembali melakukan pertarungan jarak dekat. Raga dan Agro terus melakukan kombo tinju dan tebasan pedang mereka, sementara Jaya dengan keenam tangannya, melakukan p*********n sekaligus bertahan secara bersamaan. Sampai akhirnya, Jaya berhasil menyerang Agro yang sedikit lengah. Ia dengan keras menendang Agro hingga lelaki itu terpental menghantam dinding. "Agro!" teriak Raga khawatir. "Aku rapopo, Kak!" teriak Agro dengan suara cemprengnya sambil memberikan jempol tanda ia baik-baik saja. Raga yang melihat adik yang paling dekat dengannya itu diserang, lantas langsung melakukan serangan balasan pada Jaya. Namun lagi-lagi, Jaya berhasil menangkis serangan bertubi-tubi yang Raga lancarkan. Ia menahan kedua tangan Raga dan lalu meremas kuat-kuat tangannya hingga Raga merasa sangat kesakitan. Jaya pun menyeringai. Ia merasa telah menang melawan duo Raga dan Agro. "Dasar Bocah!" Dengan sekali gerakan, Jaya mengangkat tubuh Raga dan lalu membantingnya dengan sangat keras ke lantai. Lalu dengan tenaga penuhnya, Jaya berniat untuk meninju tubuh Raga yang kini sedang terkapar tidak berdaya di bawahnya. Raga tampak kesulitan untuk bergerak. Ia benar-benar tidak bisa menghindar. Dan tepat saat Jaya baru akan mengarahkan tinjunya, tiba-tiba saja serangan bola api yang sangat panas langsung menghantamnya. Tidak hanya sekali, tapi serangan bola api itu datang secara bertubi-tubi hingga Jaya bergerak mundur menjauh dari Raga. Melihat ada kesempatan, Raga dengan sekuat tenaga bangkit dan lalu menjauh dari sana. Setelah Raga berada dalam posisi yang aman, serangan bola api beruntun pun dihentikan. Terlihat ekspresi kesal dan marah ditunjukkan oleh Jaya. "Terima kasih, Surya," kata Raga menggunakan media telepati. "Sama-sama. Kakak harus lebih berhati-hati lagi. Paman kini benar-benar sangat kuat. Dengan serangan bar-bar sepertinya tidak akan bisa mengalahkannya." Ternyata serangan api yang telah menolong Raga tadi berasal dari Surya. Ia dengan tepat waktu berhasil menyelamatkan nyawa kakak tertuanya itu. Kembali ke Jaya, terlihat luka bakar bekas serangan Surya dengan cepat sembuh dan menghilang tanpa adanya bekas. Chandra yang mengamati kemampuan regenerasi dari tubuh pamannya itu, terlihat cukup kagum. "Aku baru tahu kalau ada sihir kutukan yang bukannya melemahkan, tapi malah memberikan kekuatan sehebat ini. Aku harus terus mengamati kekuatan ini," batin Chandra. Chandra yang memang tidak suka bertarung apalagi dengan hal-hal yang berbau kekerasan lainnya, hanya bisa mengamati dan berusaha mencari kelemahan dari lawan yang sedang mereka hadapi sekarang. Sementara itu, Surya yang merasa bingung bagaimana cara mengalahkan Jaya, lantas bertanya langsung kepada Raja melalui media telepati. "Pa, bagaimana ini? Paman semakin lama semakin kuat dan kemampuan untuk menyembuhkan dirinya juga sangat cepat. Aku benar-benar tidak kepikiran ide lain lagi untuk bisa mengalahkannya." "Untuk saat ini, Papa juga masih mengamati. Karena Papa sendiri juga belum pernah berhadapan dengan orang yang terkena sihir kutukan kuno seperti ini," jawab Raja. "Papa benar-benar tidak menyangka kalau sihir yang awalnya Papa kira hanyalah sebuah cerita dongeng, ternyata benar-benar ada dengan kekuatan yang sehebat ini," tambahnya. "Untuk sekarang, lebih baik kita amati dulu sampai mana batas kekuatannya." Surya pun mengerti. Ia lantas langsung tahu apa yang harus ia perbuat sekarang. "Kalau begitu, Papa, Mama dan Chandra amati saja kekuatan Paman. Biarkan aku dan yang lainnya, yang berusaha untuk memunculkan kelemahan yang ada pada diri Paman. Aku yakin, sekuat apa pun sebuah sihir, pasti akan tetap memiliki sebuah kelemahan." Raja, Ratu, Chandra dan anggota Keluarga Azkara lainnya yang mendengar perkataan Surya melalui media telepati, kini mulai berbagi tugas. "Kita serang Paman secara bergantian sampai Paman menunjukkan letak kelemahannya," kata Surya. Lalu dengan segera, Surya merapalkan sebuah mantera. Ia merapalkan salah satu mantera api terkuat miliknya untuk menyerang Jaya. Jaya pun sama, ia terlihat sedang bersiap untuk melakukan serangan. "Aqqni, Xerphion Vannasia." Bola-bola api berukuran kecil, berjumlah dua puluh empat buah dengan suhu yang sangat panas, muncul di sekeliling Surya. Dan hanya dengan gerakan tangannya, satu persatu dari bola-bola api itu melesat maju ke arah Jaya. Jaya yang melihat serangan bola-bola api mendekat ke arahnya lantas berusaha untuk menghindar. Tapi, ketika ia baru saja akan menggerakkan tubuhnya, akar-akar tanaman berukuran besar dan sangat kuat langsung menangkapnya dan mengikatnya. "Mau kabur ke mana kau, Paman?" kata Agro yang kondisi tubuhnya sedikit terluka karena serangan Jaya sebelumnya. Ia terlihat masih bisa cengengesan. Karena ia tidak bisa bergerak, otomatis serangan Surya langsung mengenai tubuhnya dengan telak dan langsung membakarnya. Teriakan kepanasan pun keluar dari mulut Jaya. "PANAAAS!!! DASAR BOCAH SIALAN!! AARGH!!" Jaya terus menggerak-gerakan tubuhnya yang sedang terbakar. Ia berusaha untuk bisa lepas dari jeratan akar pohon yang menjeratnya. Dan ia pun berhasil. Dengan usahanya yang keras serta kekuatannya yang hebat, akar pohon milik Agro akhirnya dapat ia hancurkan. Setelah akar pohon itu hancur, ia lantas memutarkan tubuhnya dengan sangat cepat hingga api yang menyelimuti tubuhnya seketika padam. Chandra yang mengamati hal itu mulai sadar akan sesuatu. Ia sadar kalau serangan sihir yang sedari tadi saudara-saudaranya itu berikan sepertinya tidak berdampak serius pada tubuh Jaya. Padahal, beberapa serangan tadi bisa dibilang adalah serangan-serangan dengan kekuatan yang besar. Tapi ia belum yakin, apakah yang ia sadari itu benar atau tidak. "Selain kemampuan penyembuhnya yang cepat, serangan sihir yang diterimanya juga tidak berdampak terlalu besar. Padahal serangan-serangan sihir yang dilepaskan oleh saudara-saudaraku bisa dibilang cukup kuat bahkan untuk bisa langsung membunuhnya. Tapi, tubuhnya seakan-akan kebal pada serangan-serangan tadi," batin Chandra. Untuk meyakinkan apa yang telah ia sadari, ia pun kembali fokus mengamati pertarungan yang ada di depannya. Memastikan benar atau tidaknya apa yang ada di pikirannya saat ini. Kini terlihat di depan sana, luka-luka bakar di tubuh Jaya mulai sembuh dan menutup. Tapi belum sempat luka-luka itu sembuh sepenuhnya, Bumi dengan sihir tanahnya langsung menyerang ke arah Jaya. Ia dengan sangat terpaksa menyerang pamannya itu. "Argon, Xerphia Veluroo." Serpihan-serpihan batu dan beton berbentuk peluru dalam jumlah banyak, yang berasal dari lantai dan juga dinding ruang perpustakaan, dengan cepat melesat ke arah Jaya, memberikan beberapa luka baru di permukaan tubuhnya. "SIAL!! BERANI SEKALI KAU!!" Terlihat tubuh milik Jaya terluka, namun tidak terlalu parah. Lalu, hal itu pun disadari oleh Chandra. Ia yakin, apa yang ada di pikirannya saat ini adalah benar. "Serangan Bumi yang tadi seharusnya bisa merusak tubuhnya sampai tujuh puluh lima persen. Tapi, serangan itu hanya memberikan dampak kerusakan sekitar dua puluh lima persen. Jadi kesimpulannya adalah benar, kalau tubuh Paman yang sekarang ini memiliki kekebalan atas kekuatan sihir." Chandra lantas langsung memberitahukan hal ini pada semua anggota keluarganya melalui media telepati. "Semuanya, ada yang harus aku beritahukan." Semua anggota Keluarga Azkara pun kini berfokus pada suara Chandra. "Setelah aku amati, tubuh Paman memiliki kekebalan terhadap sihir! Walaupun tidak kebal seratus persen, tapi kekebalannya ini mampu untuk mengurangi dampak kerusakan dari setiap serangan sihir yang kita berikan padanya." Raja yang mendengar penuturan dari anak terpintarnya itu akhirnya paham, kenapa kombo Raga dan Agro tadi tidak bisa langsung merobohkannya. "Pantas saja dia begitu tangguh," kata Raga. "Hem! Kita harus bisa mencari cara lain untuk bisa melemahkannya." Chandra kini harus kembali memutar otaknya. Selain harus mencari tahu di mana titik kelemahan Jaya, mereka sekarang harus mencari tahu bagaimana cara agar bisa membuat Jaya tersudut. Padahal saat ini, mereka sudah tau kalau Jaya memiliki kekebalan terhadap sihir yang mana akan sangat mustahil untuk menyudutkannya. Namun tiba-tiba saja, Langit yang sedari tadi diam mengamati, kini secara terang-terangan langsung menyerang Jaya dengan sambaran petirnya. Serangan petir itu mengenai Jaya dan meninggalkan jejak luka bakar di tubuhnya. Chandra yang melihat Langit menyerang seperti itu padahal sebelumnya ia bilang kalau Jaya itu kebal terhadap sihir, lantas langsung menegurnya. "Hey! Aku sudah bilang kan kalau Paman kebal terhadap sihir. Kenapa kamu malah menyerangnya seperti tadi? Itu tidak akan ada gunanya?" Langit yang diberitahukan oleh kakaknya itu malah menyepelekan. "Oiya?? Tidak ada gunanya ya?" Langit malah kembali menyerang Jaya sebanyak dua kali. Ia benar-benar tidak peduli dengan perkataan kakaknya itu. "Sudahlah, Kakak amati saja Paman. Cari kelemahannya. Biar aku yang akan menghancurkan sistem kekebalan sihirnya itu!" Dengan gagah dan keren, Langit maju menghampiri Jaya, begitu pun dengan Jaya, ia terlihat bangkit setelah terkena beberapa serangan telak dari Langit. Tubuhnya terlihat kembali menyembuhkan dirinya sendiri dengan begitu cepat. "Kau selalu terlihat sangat percaya diri, Langit!" Kata Jaya. "Heh! Jangan terlalu banyak bicara Iblis Jelek! Karena saat ini aku sedang tidak ingin mengobrol!" kata Langit sambil terus berjalan. "Berani sekali kau memanggil pamanmu ini iblis jelek!" Jaya pun juga berjalan menghampiri Langit. "Kau? Pamanku? Hih! Pamanku itu tampan, sedangkan kau adalah iblis jelek, buruk rupa dan juga menjijikkan." "Hem ... hem ... hem ... mulutmu selalu saja sepedas itu ya." Keduanya terus berjalan dan semakin mendekat. "Sudah kubilang, jangan terlalu banyak bicara Iblis Jelek! Aku malas mendengarkan ocehanmu!" Langit tiba-tiba menambah kecepatan jalannya, sampai perlahan-lahan mulai berlari. "Guntoor, Vlazhis." Ia juga menambah kecepatannya dengan kemampuan sihirnya. Sekarang, ia bergerak secepat kilat menghampiri Jaya. Begitu juga dengan Jaya, dengan sekali tekanan pada otot-otot kakinya, ia langsung melesat cepat ke arah Langit yang sama-sama sedang melesat ke arahnya. Pertarungan antara anggota keluarga terkuat melawan iblis yang sangat tangguh akan segera dimulai.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN