Bab 14 - CLBK

1782 Kata
Hubungan Kinan dan Adrian semakin harmonis. Meski banyak sekali cobaan dalam rumah tangga mereka, mereka saling menguatkan satu sama lain. Ya, masalah utamanya adalah perusahaan Adrian yang sedang terombang-ambing. Tapi, karena kegigihan Adrian dan Kinan untuk menyetabilkan perusahaannya juga dibantu dengan Tia dan semua staff yang selallu mensupport Adrian, perusahaan Adrian semakin stabil, bahkan Adrian bisa mendapatkan kepercayaan lagi dari klien yang sudah memutuskan kerja sama dengan Adrian. Hari ini Adrian dan Kinan mengadakan syukuran kecil-kecilan di rumahnya. Yang acaranya akan diadakan nanti malam. Semua staff dan karyawan kantor diundang di rumah. Kinan dan Adrian menyadari, semua masalah di kantor bisa teratasi berkat staff dan karyawan kantor yang selalu giat membantu menytabilkan perusahaannya lagi. Sahabat Kinan juga datang ke rumahnya, karena Kinan mengundangnya. Dari tadi Kinan sibuk dengan beberapa asisten di rumahnya, dibantu dengan Tia juga yang sudah dari siang di rumah Kinan. Kinan sudah menganggap Tia seperti saudaranya sendiri. Dia dulu merasakan apa yang Tia rasakan. Hidup sendiri, tanpa seseorang yang peduli, hanya kelima sahabatnya, dan Almarhumah Mbok Sarni, yang punya kantin di sekolahannya dulu. “Tia, bisa minta tolong ambilkan piring yang ada di lemari itu?” pinta Kinan. “Iya, Bu,” jawabnya. Tia mengambilkan piring yang kinan minta. Dia memberikannya pada Kinan, setelah itu dia pamit untuk ke toilet, karena merasa ingin buat air kecil. “Bu, pamit ke toilet, sebelah mana, ya?” tanya Tia. “Kamu keluar dari dapur, lalu belok kanan,” jawab Kinan. “Terima kasih,” jawab Tia. Tia langsung pergi ke toilet. Tapi, dia harus menunggu seseorang yang ada di dalam toilet. Tia menyandarkan tubuhnya ke dinding sebelah pintu toilet. Dia  menahan pipisnya, karena orang di dalam tidak keluar-keluar. “Ih, siapa sih yang di dalam. Aku sudah kebelet sekali ini,” ucap Tia dengan memegang ujung perut bawahnya. Ceklek .... Pintu toilet terbuka, menampakkan seorang laki-laki yang sangat Tia kenal. Siapa lagi kalau bukan Adrian. Adrian baru saja menggunakan toilet di luar, karena udah saking kebeletnya. “Pak Adrian? Lama sekali di dalam?” ucap Tia. “Kenapa memang? Kamu ngapain di sini?” tanya Adrian. “Mau pipis, nungguin lama sekali, permisi aku mau masuk, Pak. Udah kebelet sekali,” ucap Tia. “Eh Tia, besok ....” Ucapan Adrian berhenti, karena Tia langsung nyelonong masuk ke dalam. “Belum selesai ngomong, udah ditinggal. Kebiasaan sekali itu bocah!” gerutu Adrian. Selama tiga bulan bekerja di kantor Adrian, Tia memang selalu seperti itu kalau keburu-buru sesuatu, apalagi kalau kebelet seperti tadi. Adrian terpaksa menunggu Tia yang keluar dari dalam toilet. Dia memegang ponselnya, sambil menyandarkan tubuhnya ke dinding. Melihat pesan masuk dari Andrew. Mata Adrian langsung membola, dan menyeringai, membaca pesan dari Andrew. “Kamu mau mengancam aku? Itu salah kamu yang terlalu berambisi, Andrew! Bukan salahku. Semua klien tahu siapa yang terbaik di antara kita,” gumam Adrian. Adrian mengetik pesan untuk membalas pesan dari Andrew. Dia tidak menyangka temannya akan seperti itu. Mungkin dia tidak terima kejadian Sherly dulu, atau mungkin tidak terima perusahaannya tidak bisa berkembang seperti perusahaan Adrian, padahal perusahaan Adrian pernah tumbang, dan sampai meninggalkan Indonesia, karena harus bisa mempertahankan perusahaan papanya yang ada di luar negeri. “Mau kamu apa? Salahku apa? Aku berhak mengambil apa yang seharusnya menjadi milikku, yang telah diambil kamu. Buktinya semua mau kembali padaku, kan?” “Baik, aku tidak masalah. Tapi, lihat saja nanti!” Adrian hanya tersenyum membaca pesan Andrew yang kesannya mengancam dirinya. Adrian tidak memedulikan pesan dari Andrew, dia memasukkan ponselnya kembali ke dalam saku celananya. Pintu toilet terbuka, Tia keluar dari dalam toilet. Tia melihat Adrian yang masih berdiri di sebelah pintu Toilet dan menyandarkan punggungnya di dinding. “Pak, masih di sini?” tanya Tia. “Sudah selesai kamu? Lama sekali ditungguin dari tadi,” ucap Adrian. “Lagian, siapa yang nyuruh nungguin Tia? Kan Pak Adrian tahu kalau aku lagi pipis,” ucap Tia. “Besok, kita menemui klien. Jam delapan kita berangkat. Nanti aku jemput kamu di apartemen. Ini klien sangat penting sekali, jadi persiapakan dirimu, jangan sampai buat klien kita  kecewa. Soalnya besok Kinan tidak bisa ikut, dia ada urusan di Sekolahannya. Ada rapat,” ucap Adrian. “Baik, besok saya persiapkan semuanya,” jawab Tia. “Oke, silakan kalau mau bantuin ibu lagi,” ucap Adrian. “Awww ... Pak Adrian gimana sih!” Adrian menabrak tubuh Tia yang akan berjalan ke arah dapur. Sedangkan dia akan kembali ke kamar Haidar dan Kinan, karena mau mengajaknya keluar ke mini market, Haidar dari tadi minta beli es krim. Dan, Adrian tahu sendiri, bagaimana kedua anaknya kalau tidak dituruti. Jadi dia gugup akan kembali ke kamar mereka. “Lagian kamu enggak hati-hati. Selalu saja seperti ini!” tukas Adrian. “Maaf, tapi sudah lepasin saya, Pak. Jangan seperti ini,” ucap Tia yang tubuhnya masih ditopang dengan tangan Adrian, dan mereka saling menatap. “Oh iya, ma—maaf,” jawab Adrian dengan gugup. Adrian langsung melepaskan Tia, dia langsung pergi ke kamar Haidar dengan sedikit gugup. Begitu juga dengan  Tia. Dia juga menjadi gugup, wajahnya  memerah, mengingat tatapan Adrian tadi pada dirinya. “Pantas Bu Kinan selalu bahagia punya suami seperti Pak Adrian, sudah baik, romantis, tampan sekali wajahnya. Meski umurnya sudah sudah hampir kepala empat, wajahnnya masih sama mudanya seperti Bu Kinan yang baru tiga puluh satu tahun,” ucap Tia dengan lirih dan dengan wajah berseri-seri. Tia langsung meredakan rasa yang sedikit aneh di dadanya. Dia langsung kembali ke dapur. Dan kembali membantu asisten Kinan yang sibuk menyiapkan makanan untuk nanti malam. Kinan baru saja selesai membuat kue, dan meminta asistennya menata di piring. Kinan mengajak Tia keluar, karena sudah hampir selesai, biar para asisten yang menyelesaikan saja. “Ada sahabatku, ayo aku kenalin sama mereka,” ucap Kinan. “Ehm ... baiklah,” ucap Tia. Kinan mengajak Tia ke depan menemui Aletta dan Rossa. Aletta dan Rossa melihat perempuan yang berjalan di samping Kinan, dan melihat Kinan sepertinya Akrab dengan perempuan itu. “Ca, lihat!” Aletta langsung menunjuk ke arah Kinan dengan perempuan tersebut. “Itu perempuan yang tadi kita lihat di depan toilet belakang, kan? Yang sedang mesra-mesraan dengan Adrian? Lalu kenapa akrab sekali dengan Kinan? Kita mau bilang kalau Adrian main serong lagi, malah dia dekat dengan perempuannya?” cerocos Rossa dengan kesal. “Sudah, diam! Kita lihat saja. Tuh Kinan sudah mau ke sini,” ucap Aletta. “Kalian sudah datang rupanya, Cuma berdua saja? Mana suami kalian, kok enggak diajak?” tanya Kinan. “Andre lagi ada urusan nanti palingn nyusul, Dew,” jawab Rossa dengan menatap Tia yang berdiri di sebelah Kinan. “Kalau Raka lagi nemuin papanya, nanti juga nyusul ke sini, Dew,” jawab Aletta. “Oh, oke enggak masalah, yang penting nanti datang ke sini,” ucap Kinan. “Oh iya, kenalkan ini Tia, sekretaris Adrian yang kemarin aku sempat ceritakan ke kalian itu.” Kinan memperkenalkan Tia pada kedua sahabatnya. Kinan memang pernah bilang pada Aletta dan Rossa soal Tia. Asal usul Tia pun Kinan ceritakan semua. Sekarang mereka melihat Adrian sepertinya ada rasa dengan Tia, pun sebaliknya, Tia juga terlihat seperti menyukai Adrian, apalagi tadi Rossa dan Aletta dengar sendiri, kalau Tia memuji ketampanan Adrian di depan toilet. “Salam kenal, saya Tia.” Tia memperkenalkan diri dengan menjabat tangan Rossa dan Aletta. “Aku Rossa,” ucap Rossa. “Aletta.” Aletta dengan sedikit jutek pada Tia. Kinan yang melihat biasa saja, karena dia tahu bagaimana kelakuan sahabatnya itu. Kinan mengobrol dengan Aletta dan Rossa, sedangkan Tia hanya mendengarkan mereka mengobrol, dan tentunya Tia sangat bosan dengan keadaan yang sekarang. “Bu, saya pamit keluar dulu, ya? Mau ke depan,” pamit Tia. “Oh iya, Tia,” jawab Kinan. Tia meninggalkan ruang tengah. Dia keluar, ke taman yang ada di halaman rumah Kinan sebelah samping. Tia duduk di gazebo, dia membuka ponselnya dan bermain game untuk menghilangkan rasa bosannya. Sedangkan Kinan, dia masih mengobrol dengan Aletta dan Rossa. Ingin sekali kedua sahabatnya itu menceritakan semua yang ia lihat tadi. Iya, soal yang terjadi dengan Tia dan Adrian di depan toilet. “Kamu serius, Dew? Tia itu sekretaris pribadi suami kamu?” tanya Rossa. “Iya lah serius, dia kerjanya bagus kok. Ya, untung saja Adrian menemukan sekretais yang cocok, dan bisa bekerja sama dengan baik,” jawab Kinan. “Dew, dia yang di tolong Adrian di bar, kan? Yang kamu bilang kemarin?” tanya Aletta. “Iya, memang kenapa? Dia Gadis baik, kok. Aku percaya itu,” jawab Kinan. “Ya percaya sih boleh-boleh aja, Dew. Tapi kamu harus lihat statusnya dia, kamu tidak takut Adrian kepincut dengan sekretarisnya? Apalagi penampakan sekretarisnya seperti itu. Menolong sih menolong, Dew? Tapi, aku lihat kamu dan Adrian menolongnya kelewatan. Hati-hati, kali aja Adrian kesengsem, apalagi dia kan disewakan apartemen sama Adrian,” ucap Rossa. “Ih kamu pikirannya? Aku dan Adrian itu murni menolong, lagian Tia mana mungkin suka sama Adrian. Aku percaya sama suamiku, Let, Ca. Kamu tenang saja, Adrian sudah tidak seperti dulu kok,” ucap Kinan. “Iya aku tahu Adrian sudah berubah, tapi namanya orang kan enggak tahu, Dew?” ujar Aletta. “Iya, apalagi Adrian kan pas ada masalah sama kamu soal urusan ranjang kan dia sempat jajan di luar, meski dia bilang enggak nyentuh lebih dalam, dan keduanya hanya menolong Tia dari jeratan mami-mami, tapi kan kadang manusia pasti nyembunyiin yang lain,” ucap Rossa. “Eh, udah ah, jangan gitu. Aku percaya sama suamiku, kalau masalah pas dia cari pelampiasan, aku sadar itu mutlak salahku. Sudah jangan bahas ini. Aku lega, sekarang perusahaan Adrian sudah stabil lagi. Itu aku sudah bersyukur banget,” ujar Kinan. Aletta dan Rossa mengalah, dia hanya diam. Mungkin Kinan memang percaya sama Adrian. Rossa dan Aletta pun percaya kalau Adrian enggak suka sama sekretarisnya itu. Tapi, mereka yakin, kalau Tia bukan cewek yang benar-benar baik. Apalagi Aletta dan Rossa jelas-jelas mendengar Tia memuji Adrian dengan binar wajah penuh kebahagiaan, dan wajah bersemu merah, seperti orang yang sedang jatuh cinta. Kinan memang agak takut karena Adrian sekarang lebih sering kerja dengan Tia. Dia sudah jarang menemani Adrian di kantor, setelah urusan kantor Adrian lancar. Dia sekarang sibuk mengurus sekolahan peninggalan Bian yang makin lama makin maju. Sekolahan gratis yang dulu ia dirikan sekarang menjadi lebih maju, dan masih tetap memberikan gratis uang gedung, dan hanya siswa-siswi kurang mampu yang sekolah di sekolahannya, karena dia dan Bian, tujuannya ingin membantu anak-anak yang putus sekolah, biar bisa sekolah lagi. “Apa aku pantas curiga dengan Tia? Tapi, selama ini aku melihat dia baik. Adrian pun masih sama seperti dulu, tidak ada perubahan pada dirinya. Dia tetap pulang tepat waktu, kalau pun lama dia selalu kabari aku. Masa Rossa dan Aletta sampai securiga itu dengan  Tia?” gumam Kinan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN