Chapter 7

1709 Kata
Keyra tiba di Australia dan memulai hidupnya sebagai mahasiswa baru. Keyra tinggal sendiri di sebuah apartemen mewah yang ia sewa dengan uang kiriman Gibran. Gibran mungkin terlihat cuek, namun tetap saja seorang kakak selalu menyayangi adiknya. Penghasilan Gibran sebagai pengacara memang fantastis, karena itu menyewa apartemen mewah untuk Keyra bukanlah hal sulit. Keyra mudah beradaptasi dengan teman-teman barunya. Gadis secantik Keyra, siapa sih yang tidak ingin berteman dengannya. Kemanapun ia pergi, ia selalu menjadi pusat perhatian. Keyra juga sudah mulai akrab dengan kota Canberra. Berkuliah di Australian National University membuat Keyra harus tinggal di ibukota Australia itu. Keyra tiba di apartemennya saat malam. Ia melirik dapur dan perutnya keroncongan, namun ia malas keluar lagi untuk membeli makanan. Sudah dua minggu Keyra tinggal di Australia dan pola makannya sangat tidak teratur. Keyra menimbang berat badannya dan tertawa.  “Cih, ada bagusnya juga gue sakit hati. Berat badan gue turun.” Keyra menarik laci nakas di samping tempat tidurnya. Ada sebuah kotak dan kertas kecil yang belum sempat ia baca sejak ia membuka kopernya. Tangannya terjulur untuk meraih kotak dan kertas itu. Tangannya lebih dulu membuka kotak itu dan melihat sebuah kalung manis di dalamnya. Senyum Keyra mengembang. Perlahan-lahan Keyra juga mulai membaca isi kertas itu. “Key, maafin gue. Gue gak tau harus bilang apa selain minta maaf sama loe. Please, kasih gue kesempatan buat memperbaiki kesalahan gue. Gue sayang sama loe Key. Maafin gue karena gue gak bisa mengontrol diri gue. Key, gue harap loe baik-baik disana. Key, please jangan pernah ninggalin gue. Love you Key…” Keyra tersenyum kecut melihat tulisan Bastian. Keyra meremas kertas itu dan memasukkannya kembali ke laci bersama dengan kalung tadi. Keyra membaringkan tubuhnya di ranjang, rasa laparnya menguap seketika. Keyra belum benar-benar melupakan sakit hatinya, sesekali ia masih menangisi Bastian. Mata Keyra baru saja terpejam saat bel apartemennya berbunyi. Keyra bangkit dan keluar untuk membuka pintu. Satu kesalahan Keyra adalah karena ia membuka pintu apartemennya tanpa melihat siapa yang datang melalui kamera pemantau yang terpasang di pintu apartemen. Keyra membuka pintu begitu saja dan ia hampir terjungkal ke belakang saat matanya bertatap dengan Bastian. Bastian segera menarik tangan Keyra yang hampir terjatuh. Nafas Keyra memburu, entah kenapa Keyra mulai merasa takut dengan Bastian. Berkali-kali Keyra mundur karena merasa terpojok oleh Bastian.  “Loe ngapain disini Bas?” tanya Keyra dengan ketus.  Bastian tidak menjawab, ia malah kembali menarik tangan Keyra dan membawa tubuh gadis itu ke dalam pelukannya. “Lepasin gue Bas”  Keyra memberontak, namun tenaganya tidak sebanding dengan tenaga Bastian.  “Bas…”  Keyra meronta-ronta. Berkali-kali Keyra berteriak, namun Bastian malah mempererat pelukannya. Setelah Keyra diam, Bastian mulai mengurai pelukannya.  “Gue kangen Key, gue gak bisa tidur kalo gak sama loe.” Keyra mendecak kesal.  “Tidur sana sama perempuan bayaran loe.”  Mata Bastian menatap Keyra dengan tatapan tajam.  “Gue pengennya tidur sama loe.”  Keyra merinding. “Bas, lepasin gue…Bas…” ucap Keyra dengan terbata-bata karena Bastian sudah mulai menggerayangi leher Keyra dengan ciuman dan hisapannya. “Bas…” ucapan Keyra tak dipedulikan oleh Bastian. “Loe jangan gila deh Bas”  Bastian melepaskan ciumannya dengan nafasnya yang memburu. Keyra semakin gelagapan, ia berkali-kali berusaha meloloskan diri, namun selalu gagal. Bastian menarik Keyra dan membawanya ke dalam kamar. Keyra semakin ketakutan. “Bas, jangan gil…ah…”  Tubuh Keyra terdorong dan terjatuh di ranjang. Bastian langsung menindihnya, tatapan Bastian menggelap karena gairah yang tertahan.  “Gue kangen banget sama loe Key” ucap Bastian dengan lirih.  Sedetik kemudian Bastian mencium bibir Keyra. Baru sedetik bibir Bastian menyentuh bibir Keyra, gadis itu langsung memiringkan kepalanya ke samping hingga ciuman Bastian terlepas. Karena posisi Keyra yang menghadapkan wajahnya ke samping, Bastian justru lebih leluasa menciumi leher Keyra. Sentuhan Bastian sukses membuat Keyra menggigit bibir untuk menahan desahannya. Keyra masih terus memberontak, namun apalah dayanya yang sudah terkurung di bawah kungkungan Bastian. “Stop Key…” ancam Bastian saat Keyra terus memberontak. “Jangan nolak gue Key, berenti nolak gue Key, tubuh loe bahkan merespon sentuhan gue. Gak usah nolak-nolak, gue tau loe juga pengen.”  Wajah Keyra memerah seketika, bukan karena malu namun karena marah. Amarahnya sampai di ubun-ubun hingga Keyra menendang area terlarang Bastian dengan keras. Bastian terjatuh ke samping dan meringis kesakitan. Keyra segera bangkit dari tempat tidur dan keluar dari kamar. Bastian mengejar Keyra sambil sesekali meringis kesakitan. Keyra menatap sekeliling apartemennya untuk mencari pertolongan hingga matanya tertuju ke area dapur. Keyra berlari ke dapur dan menarik sebuah pisau. “Satu langkah Bas dan gue bakalan memotong leher gue.”  Bastian tersadar seketika, Bastian menyugur rambutnya ke belakang.  “Gue lebih milih mati daripada meladeni nafsu b***t loe Bas” ucap Keyra dengan nada tinggi. “Keluar Bas…” Keyra berteriak. “Gue bilang keluar Bas…” Karena Bastian tak kunjung keluar, Keyra benar-benar menggoreskan pisau itu ke lehernya. Satu goresan tipis dan darah muncul. Bastian panik seketika,  “Gue bilang keluar”  Bastian perlahan-lahan mundur.  “Gue bakalan keluar Key, tapi lepasin pisaunya.” Bastian mencoba mengajak Keyra bernegosiasi. “Biar loe bisa memperkosa gue Bas? Cih, setelah loe nyakitin gue, sekarang loe dateng jauh-jauh buat memperkosa gue.”  Tatapan Keyra menajam, setajam pisau yang siap menggorok lehernya.  “Key, loe bisa terluka. Lepasin pisaunya” suara Bastian melembut.  Keyra tertawa mengejek. “Peduli apa loe gue terluka atau gak. Bukannya loe kesini emang buat nyakitin gue huh?” Bastian menyugur rambutnya ke belakang.  “Keluar Bas…” Keyra berteriak lagi. Bastian masih diam di tempat. “Gue gak nyangka loe sebrengsek ini Bas. Loe sama aja Bas, sama aja kayak Daddy gue.”  Air mata Keyra meluruh. Sekali lagi Bastian menghancurkan hati Keyra.  “Jangan pernah dateng lagi Bas, jangan dateng nyariin gue lagi. Kalo loe dateng lagi, gue bakalan bunuh diri saat itu juga.”  Keyra mengusap air matanya dengan kasar. **** Bastian keluar dari apartemen Keyra dengan langkah frustasi. Bastian berkali-kali mengacak-acak rambutnya. Bastian kembali ke hotel lalu membanting semua barang-barangnya. Bastian berkali-kali merutuki dirinya sendiri yang tak bisa bicara baik-baik kepada Keyra. Bastian menjambak rambutnya karena menyesal telah menyerang Keyra. Bastian datang ke Australia bukan untuk melakukan hal gila tadi. Ia datang karena sangat merindukan Keyra. Bastian benar-benar kacau setelah dua minggu tidak menemui Keyra. Namun, saat bertemu Keyra, Bastian kembali kalah dengan nafsunya.  “Bego…bego…bego…”  Bastian memukuli meja dan tembok bergantian hingga tangannya berdarah. “Key…” Bastian terus menyebut nama Keyra. “Kenapa susah banget buat gue ngomong baik-baik sama loe Key…” ucap Bastian dengan frustasi.  Bastian menghela nafas panjang lalu menelepon room service untuk membawakannya alkohol. Saat ini hanya alkohol yang bisa membuatnya tenang. Bastian kembali ke Jakarta dengan wajah kacau. Ia tidak berani menemui Keyra setelah gadis itu mengancam akan bunuh diri jika Bastian kembali muncul di hadapannya. Sebelum pulang, Bastian hanya mengamati Keyra dari jauh dan memastikan bahwa gadis itu baik-baik saja. Bastian tahu betul bagaimana Keyra, Keyra tidak akan ragu melakukan hal-hal gila saat ia marah. ****  Waktu terus bergulir, perputaran jam melaju dengan kencang hingga hari terus berganti. Hari berganti minggu yang selanjutnya berganti bulan hingga tahun pun berganti. Sesekali Bastian meminta orang kepercayaannya untuk memastikan keamanan Keyra saat di luar negeri. Bastian hanya bisa mengecek kondisi Keyra dari jauh karena gadis itu memutuskan segala komunikasi dengannya. Sudah dua tahun Keyra berada di Australia. Keyra tak pernah kembali ke Indonesia bahkan saat Jena dan Albert menikah ataupun saat Jena melahirkan puteri pertamanya. Keyra bukannya tidak ingin kembali, namun ia tidak bisa begitu saja menghadapi Bastian setelah kejadian dua tahun yang lalu dimana Bastian hampir memperkosanya. Keyra tidak ingin terburu-buru menyelesaikan studi S2 nya. Padahal ia bisa menyelesaikan kuliahnya dalam jangka waktu satu tahun setengah. Namun, ia ingin berlama-lama dengan statusnya sebagai mahasiswi. Tentu hal itu bukan tanpa alasan, Keyra hanya ingin memperbanyak pengalamannya sebelum benar-benar menyelesaikan kuliahnya. Keyra mencoba menyembuhkan lukanya dengan menyibukkan diri dalam serangkaian kegiatan akademik yang membuatnya harus berkutat dengan buku-buku tebal dan menghadiri berbagai seminar dan pelatihan. Selain itu, Keyra juga mengikuti berbagai program magang baik di Australia maupun kesempatan magang di negara lain. Batas waktu yang ditetapkan pihak beasiswa adalah dua tahun. Keyra akhirnya menyelesaikan kuliahnya dengan nilai yang memuaskan. Saat wisuda, keluarganya datang ke Australia, Mama Christie, yang merupakan mama tirinya yang sudah menganggap Keyra seperti anak kandungnya sendiri. Tak hanya Mama Christie, Gibran juga datang. Bahkan adik tampan Keyra yang selama ini tinggal di New York, Gavin juga ikut bergabung di acara wisuda Keyra. “Kak, abis ini ada rencana apa?” tanya Gavin yang sedang memotong steak untuk Keyra.  “Sejak kapan loe tumbuh jadi semanis ini huh? Gue hampir jatuh cinta kalo loe bukan adek gue” Keyra tertawa melihat perlakuan manis adiknya.  “Mama juga pengen diromantisin” sindir Mama Christie pada Gibran. “Sini Ma”  Gavin mengambil alih piring Mama Christie dan memotong steaknya.  “Kalah telak nih” sindir Keyra pada kakaknya.  “Loe pasti punya banyak cewek di New York?” ucap Gibran pada Gavin.  Gavin enggan menjawab, ia hanya mengangkat bahunya. Empat orang itu saling tertawa, akhirnya mereka bisa kembali merasakan kehangatan keluarga setelah lama terpisah. “Sayang sekali Kak Kinar gak bisa gabung” ucap Gavin.  Mendengar nama Kinar disebut, Keyra mengerucutkan bibirnya tanda bahwa ia kesal.  “Kenapa? Masih belum bisa move on dari suaminya Kak Kinar huh?” Pertanyaan Gibran membuat Keyra mendecak kesal.  “Ngapain gue inget-inget b******k itu. b******k sialan, sumpah gue jijik banget pernah nangisin b******k itu.”  Mama Christie dan Gibran tertawa terbahak-bahak mendengar Keyra. Keyra pernah terlibat cinta monyet dengan suami kakaknya. Lebih tepatnya hanya perasaan sepihak saat ia masih duduk di bangku SMP. Saat itu, Rendra yang merupakan anak dari sahabat Mama Christie sering berkunjung ke mansion Keyra. Keyra yang saat itu masih kecil terus saja mengikuti Rendra kemana-mana dan sibuk bermanja-manja dengan laki-laki itu. Namun, semua angan-angan Keyra berakhir saat tiba-tiba Rendra menikahi kakaknya. Saat itu, Keyra menangis tersungut-sungut karena patah hati. Ia bahkan menemui Rendra dan meminta penjelasan. Namun, bagaimanapun rasa sakit Keyra, Rendra dan Kinar tetap menikah. Kinar dan Rendra memang menikah muda. Sejak saat itu, Keyra tak pernah akur dengan kakak pertamanya. “Kak, ikut gue ke New York yah. Kakak bisa nyari kerja disana. Kita bisa tinggal bareng, bahkan kalo Kakak gak mau kerja, gue bisa biayain hidup Kakak.”  Keyra tertawa dengan keras mendengar ucapan spontan Gavin.  “Di New York, loe tinggal sendiri atau punya pacar?” tanya Keyra. Dahi Gavin mengernyit heran dengan pertanyaan Keyra.  “Yah, gue mau mastiin dulu. Soalnya gak enak tinggal sama orang yang punya pasangan. Tiap hari makan hati, belum lagi kalo malam. Gila, ada banyak suara-suara aneh yang mengancam jiwa.” Ucapan Keyra jelas ditujukan kepada Gibran. Saat Keyra tinggal di apartemen Gibran selama dua minggu, Keyra terus saja mendengarkan suara-suara pergulatan antara Gibran dan pacarnya.  “Kedengeran yah, padahal gue kirain peredam suaranya udah bagus” ucap Gibran tanpa pikir panjang.  “Gue gak punya pacar di New York” ucapan Gavin membuat Keyra manggut-manggut. “Terus pacar loe dimana kalo bukan di New York? Di negara lain?” sambung Gibran.  Gavin memilih diam dari pada pembicaraan tentang pacar semakin panjang lebar. Keyra sesekali memikirkan masa depannya, ia belum menentukan tujuannya setelah lulus. Namun, yang pasti Keyra belum ingin kembali ke Jakarta. ****    
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN