Penembakan

1167 Kata
“Mama. Marsha itu selalu menjadi gangguan buat Marinka. Setiap ada cowok yang Marinka suka, pasti tu cowok sukanya ama Marsha. Emang dia siapa, sampai cowok-cowok itu ngejar dia. Yatim piatu, juga!” Dengkusan kesal Marinka dengan menghentakkan kakinya yang baru saja menuruni mobil. ”Sudah, kamu tenang aja, mama bakalan singkirin Marsha dari hidup kita. Mama juga tidak sudi, dia nantinya jadi pewaris perusahaan yang di tinggalkan papa kalian.” Sorot licik Widya mantan sekretaris ayah Marsha, yang akhirnya dinikahi sang ayah, setelah meninggalnya ibunda Marsha tak lama setelah melahirkan dan penyebab kematiannya bahkan tidak terungkap hingga kini. Karena, dokter rumah sakit telah menyatakan bahwa proses melahirkan ibunda Marsha tidak mengalami gangguan apapun, semua normal, bahkan beliau juga tidak mengidap penyakit kronis. Tapi, tiba-tiba ditemukan meninggal di pagi hari. Dugaan saat itu, hanya terkena serangan jantung, meskipun sebelumnya tidak memiliki riwayat jantung sama sekali. Bahkan ibunda Marsha adalah seorang yang sangat aktif berolahraga dan tidak berlebihan. “Mama janji, ya? Kirim aja dia ke desa terpencil sana. Kalau perlu, kirim ke neraka. Yang penting jangan satu rumah dengan kita. Aku gak mau satu rumah apalagi satu sekolah begini sama anak pembawa sial gitu. Sejak dia lahir, mamanya langsung meninggal—kan?” Marinka menoleh ke arah sang ibunda, Widya terlihat memegangi hidungnya dan berpindah menggaruk kepalanya tiba-tiba. ”Udah, kamu tenang aja. Mama lagi cari link untuk jual dia setelah lulus SMA. Kelulusan kan tinggal setahun lagi. Setahun ini, kalian puas-puasin aja buat lampiasin kemarahan ke dia. Nanti, dia akan mama jual ke mafia yang paling kejam, kamu jangan kawatir.” “Mamaaa…akhirnya, Marinka ga sabar lihat dia angkat kaki dari rumah ini, dan menghilang dari pandangan kita. Kenapa gak singkirin ajasih, Ma? Sewa pembunuh bayaran, lebih simple, bukan?” Marinka tiba-tiba memberikan ide pada ibunya. ”Husst! Kita jangan membuat yang lain curiga ke kita. Nanti malah di sangkut pautkan kematian papa kalian dan ibunya Marsha. Biar saja, kamu bersabar satu tahun ini, dengan begitu, kita akan terbebas. Kamu pikir, kalau kita jual dia ke mafia, dia bakalan bisa kembali ke sini? Tentu tidak. Dia akan di jadikan wanita panggilan, itu kalau si mafia baik padanya. Kalau tidak, dia akan di ambil organnya.” Senyum puas terlukis dari wajah Widya sembari merangkul sang puteri masuk ke dalam rumah. “Hah?! Eman ada begituan beneran, Ma? Bukan cuma di film-film?” Marinka menjeda langkahnya menoleh ke arah sang ibu dengan wajah sedikit menegang. ”Karena ada di dunia nyata, makanya para penulis itu bisa membuat tulisan seperti itu. Kalau di film palingan dibuat si mafia lebih muda dan tampan, kalau aslina, mereka itu berbadan gendut, tua, tattoan, rambut gimbal bahkan bau nya minta ampun, karena mereka jarang mandi.” Bisik sang ibunda lalu di sahut dengan cekikikan penuh antusias. ”Mama yakin? Emang mama ada kenal?” Sang ibu menempelkan jari telunjuknya ke bibir, lalu mengangguk. “Husst! Mama sengaja berhutang banyak ke dia. Dan mama akan mencari cara, agar pembayar hutang adalah Marsha…” ”Ahhh! Mamaaaa…sayang banget sama mama…” Marinka memeluk sang ibu sembari melonjak-lonjak girang. Sampai mereka terdiam karena Marsha keluar menyambut mereka dengan riang, dan keduanya juga menyapa Marsha yang baru mau keluar rumah untuk les. Sementara di lokasi yang berbeda, terlihat ada kegaduhan, baku tembak terjadi. DORR! DORR! Suara tembakan terus menggema di sepanjang dermaga, dimana Raksa satu jam yang lalu melakukan transaksi ilegal. Untungnya, tembakan itu, hanya mengenai lengan Raksa, dan mereka sudah langsung menaiki speed boad untuk menyebrang menuju pulau. ”Tuan. Anda terluka!” Jordan terlihat panik, karena serangan begitu mendadak, membuat mereka yang beranggapan bahwa tidak ada yang mengintai, nyatanya salah. ”Tidak masalah, ini hanya luka kecil. Kamu?” Raksa menatap seluruh tubuh sang asisten pribadi. Meskipun hanya seorang asisten pribadi, Jordan bagi Raksa adalah salah satu orang terpenting dalam hidupnya. Jordan adalah orang yang menemaninya disaat dirinya dalam mengalami masa sulit, terlebih ketika harus kehilangan ayah angkat, dan dihianati oleh teman seperjuangan yang menjebaknya ketika masih tinggal di Brazil. Jordan mendekat, dan membuka tas yang ada di tangannya. Dia meraih peralatan medis.”Tuan, saya lihat dulu.” Raksa bersandar pada kursi, sembari meringis dengan wajah memerah dan memegangi lengannya yang mulai terasa ngilu. ”Tuan, peluru masih bersarang. Apakah kita kerumah sakit langsung?!” Jordan tampak kawatir tergambar jelas dari wajahnya. ”Lakukan operasi darurat seperti biasa, Jordan. Aku tidak apa-apa. Nanti setelah bertemu dengan Jacob kita bisa ulang kembali.” Jordan masih terlihat meragu, melihat dirinya pernah gagal ketika mengeluarkan peluru dan nyaris membuat boss kehilangan nyawanya. “Jordan!! Lakukan perintahku. Apapun resikonya, ini bukan salahmu. Cepat!!” Perintah Raksa lagi, lalu dia dengan cepat mencabut senjatanya yang tadi sudah dia selipkan kembali di pinggang begitu memasuki speed boad. “Atau, kau mau kehilangan nyawamu?!” Raksa menodongkan pistol di kepala Jordan, membuat pria itu menegang sejenak, hingga akhirnya dia mengambil seluruh perlengkapakan medis di dalam kotak, dan mulai membuang peluru yang bersarang di lengan sang boss. “Akghh!!” Teriak Raksa, membuat Jordan terkejut, Jordan terlihat cekatan, meski dia bukan seorang dokter, tapi, di lapangan dirinya sering melakukan penyelamatan darurat ketika sedang melakukan transaksi. “Sudah selesai, Tuan.” Jordan mengemasi peralatan medis dengan tatapan tajam Raksa. “Cari tahu, klan mana yang melakukan penyergapan itu? Apakah dia terkecoh dengan waktu yang kita majukan dan acak?” “Di lihat dari pelurunya, mereka adalah anggota gengster klan Runafos, Tuan.” ”Oke. Kirimkan ucapan bela sungkawa ke markas mereka dariku. Aku ingin pabrik sabu-sabu miliknya dihancurkan.” “Pabrik itu, berkedok makanan ringan, Tuan. Dan berada di yayasan panti asuhan. Jika kita ledakkan, maka panti asuhan akan berimbas.” “Sial!” Geram Raksa. “Culik puteri Runafos. Aku ingin makan malam dengannya. Aku tunda keberangkatanku malam ini. Kita berangkat setelah aku makan malam dengan puteri Runafos.” Raksa menggertakkan giginya dan tersenyum sengit. ”Baik, Tuan.” Jordan langsung menghubungi orang mereka yang berada di sana. Tak lama kemudian begitu mereka tiba di dermaga, mereka bertemu dengan orang yang membawa seorang gadis. Gadis itu tampak tidak memberontak sama sekali, ketika orang memintanya turun dari monbil dan berpindah ke mobil yang berbeda, meski matanya tertutup. Dia tampak tenang, seperti sudah memahami hal-hal seperti ini. Mobil melaju meningalkan dermaga setelah satu jam penyebrangan dan terdapat drama penyerangan setelah mereka menyelesaikan transaksi ilegal. Meski Raksa mengalami luka, transaksi itu tergolong mulus, karena mereka segera meninggalkan dermaga dan menyebrang, bahkan tidak ada korban jiwa seperti biasa. Meski meringis menahan luka di bahunya yang belum sempurna di obati, Raksa berusaha untuk bersikap biasa saja, dan terkesan tenang berhadapan dengan wanita yang mengenakan penutup mata dan tangan terikat, hingga mereka akhirnya sampai di sebuah rumah di tengah hutan, dan turun serta memasuki sebuah balkon yang terlihat seperti sebuah cafe elite. ”Surprise!!” Raksa bertepuk tangan dan seketika Jordan membuka penutup mata gadis cantik itu. Setelah mengerjab-ngerjabkan matanya, gadis cantik itu tersenyum tenang menatap Raksa. “Dari aromamu, aku sudah mengetahui siapa gerangan yang akan membawaku menimati malam ini…” senyum dingin tersaji dari wajah cantiknya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN