Diandra tertawa dan berkata, "Apa yang kamu lakukan?" Dia lalu mengambil barang yang dibawa Azka.
"Julian, bantu Kakak dan bawa ini!"
Julian mengambil dan membawa masuk barang yang dibawa Azka. Renata dan Gavin masih berdiri bengong menyambut Azka.
"Selamat datang," kemudian mereka mempersilakan Azka untuk masuk. Diandra masih tertawa.
"Kenapa kamu membeli begitu banyak?" Bisiknya pada Azka.
"Aku tidak tahu harus membawa apa. Ini pertama kali aku berkunjung ke rumah orang!" Azka balik berbisik pada Diandra dan terlihat bingung.
Dia tidak pernah memiliki seorang pacar, jadi bagaimana dia bisa tahu apa yang biasanya dibawa saat berkunjung. Keluarganya juga jika akan berkunjung ke sebuah rumah, bawaan mereka semua sudah dipersiapkan oleh asisten rumah tangga. Mereka, orang kaya tidak melakukan apa-apa, selain menghasilkan uang ratusan juta rupiah per hari.
"Ayo, masuk!" Diandra menarik Azka masuk dan ikut bergabung di ruang TV.
"Kalian tunggu di sini. Aku akan membantu Ibu di dapur." Renata berdiri dan menuju dapur. Kartika terlihat sibuk dengan beberapa bahan yang akan dimasaknya.
"Kak, kau sangat tampan dan luar biasa," puji Julian pada Azka dengan penuh kekaguman dan terus menatapnya.
"Terima kasih. Apakah kau Julian, adik Diandra?" Azka tersenyum pada Julian dan menebak.
"Kau mengenalku!" Julian bersorak saat Azka menyebutkan namanya.
"Hai, bocah. Kau sudah besar, jangan membuat malu dirimu sendiri!" Diandra menegur Julian.
"Apa salahnya? Kak, aku sangat menyukai temanmu. Dia sangat tampan dan dermawan, seperti yang kau bilang."
Azka menaikkan alisnya saat mendengar Julian mendengar Julian berkata dirinya dermawan, lalu melirik Diandra seakan ingin membunuhnya.
"Anak kecil, diamlah. Atau aku akan mengusirmu!" Diandra sedikit kesal pada Julian.
"Kak, kau baru kembali dan sudah menunjukkan dirimu yang dulu. Aku mengira tinggal begitu lama di Amerika akan mengubahmu." Julian tidak mendengsr apa yang dikatan Diandra dan membuat suasana semakin panas.
Azka terkejut mendengar kata Julian. Dia mengenal Diandra begitu lama, tapi dia tidak pernah melihat Diandra marah dan cepat emosi.
*****
"Ando, kamu ingin apa untuk makan malam nanti? Ibu akan meminta koki hotel untuk memasak." tanya Nyonya Delfin di ujung telpon.
"Bu, aku bukan anak kecil lagi. Rumah sakit memberi makan dan itu baik untukku. jangan merepotkan dirimu. Ibu tidak perlu datang membawa makanan, aku sudah makan!" Jawab Aliando acuh tak acuh.
"Apa yang terjadi? Kamu tidak seperti biasanya. Ibu akan menyuruh Agnesia menemanimu," kata Nyonya Delfin ketika mendengar suara Aliando tidak seperti biasanya.
"Bu, aku baik-baik saja. Jangan suruh dia datang malam ini. Aku benar-benar tidak menyukainya!" Jawab Aliando.
"Ando, apa yang kamu katakan? Ayah dan Ibu sudah menyetujui hubungan kalian. Kalian akan segera bertunangan. Agnesia sangat cantik dan banyak pria menginginkannya, tapi dia memilihmu!" sergah Nyonya Delfin.
"Bu, aku sungguh tidak menyukainya. Bisakah aku tidak menikah dengannya?" Mohon Aliando pada ibunya.
"Apa ada seorang gadis yang kamu sukai?" Nyonya Delfin terkejut mendengar Aliando mengatakan dia tidak menyukai Agnesia Milton.
"Itu ... tidak, tapi aku memang tidak menyukainya!".
"Kamu tidak bisa mengubah keputusanmu secepat itu. Ayah Agnesia akan memusuhi keluarga kita. Jaga reputasi Ayahmu. Dia akan malu dengan ini."
"Tapi, Bu, aku ---" Aliando belum menyelesaikan perkataanya, Nyonya Delfin sudah menyela dengan sedikit emosi.
"Agnesia Milton anak yang baik, juga memiliki keluarga yang baik. ibu dan Ayah sangat menyukainya. Kami tidak akan memilih calon lain untuk menjadi pendampingmu." Nyonya Delfin mematikan telponnya dengan sedikit emosi.
"Apa yang terjadi?" Tuan Delfin dengan koran di tangannya bertanya mendengar suara istrinya yang agak emosi.
"Tidak. Ando meminta kita untuk tidak datang, dia ingin istirahat." Nyonya Delfin tidak menyukai apa yang dikatakan Aliando. Dia marah.
*****
"Bu, Kakak, apa kalian memerlukan bantuan?" Diandra menghampiri Kartika dan Renata di dapur.
"Katakan dia siapa? Kalian terlihat begitu dekat." Renata bertanya pada Diandra sambil memperhatikan Azka.
"Dia Azka Nugroho dari keluarga Nugroho. Kami teman dekat saat di Amerika." Diandra menjawab dengan santai.
"Apa?? Azka Nugroho??" Renata terperangah dan hampir mengeluarkan semua makanan yang ada di mulutnya. "Hei, kenapa kamu membawanya ke sini? Rumah kita tidak cocok untuknya."
"Aku tahu itu. Dia cepat beradaptasi, dia akan baik-baik saja. Ini akan menjadi malam tak terlupakan untuknya." Diandra tertawa penuh dan memandang Azka dengan pandangan yang sulit diterka.
Azka Nugroho mengobrol dengan Gavin Januartha di ruang TV, sedangkan Julian melakukan persiapan untuk makan malam di atap.
"Tuan Muda Azka Nugroho, senang bisa mengenalmu." Gavin menyapa.
"Apa kau mengenalku?" tanya Azka dengan pandangan bingung.
"Perkenalkan, aku Gavin Januartha, anak Direktur Rudy Januartha dari rumah sakit Pertama."
"Aku mengenalmu, senang bertemu denganmu. Aku dengar, kau seorang dokter lulusan terbaik di kota ini. Bisakah kau memanggil namaku saja, Azka."
"Aku merasa tersanjung kau mendengar kabar tentangmu."
"Perusahaan kami memberikan donasi di rumah sakit Pertama dengan penuh pertimbangan. Aku harus mengetahui semua hal yang terjadi di sana."
Makan malam telah siap. Terlihat beberapa hidangan seafood, kulit, ceker dan daging yang siap untuk dipanggang.
"Semoga kau menyukai makan malamnya," kata Diandra sedikit jahil sambil menatap Azka penuh misteri. Membuat Azka merinding sambil berjalan ke atap.
"Apa yang akan dia lakukan padaku? Tatapan itu pertanda buruk!" Azka bergumam pada dirinya sendiri. Dengan penuh pertanyaan di hatinya, dia mengikuti Diandra ke atap, lalu mengsmbil tempat duduk di samping Julian.
"Ini ....??!" Azka terpersnfsh melihat makanan yang ada di depannya. Wajahnya berubah menjadi seputih kapas.
"Apa yang terjadi?" Kartika bertanya melihat wajah Azka berubah pucat.
Di sisi lain, wajah Diandra terlihat memerah karena menahan tawa melihat wajah pucat Azka.
"Apa kau sengaja melakukannya?" Renata berbisik pada Diandra saat melihat ekspresi Azka. Diandra menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.
"Kak, apa kau tidak menyukai ini semua? Ini makanan yang paling enak, dan ini spesial buat Kakak." Julian menambahkan, menukar perut Azka semakin mual.
Azka lalu menatap Diandra dan memperhatikan ekspresinya. Jelas dia sengaja melakukannya. Dia ingin mengerjai Azka sampai akhir.
"Tidak, aku menyukai semuanya." Azka tidak bisa menolak. Bagaimanapun ini pertama kali dia ke rumah ibu Diandra. Menolak akan membuat mereka kecewa.
"Aku akan membunuhmu setelah ini!" Azka bergumam sambil menatap Diandra dengan penuh amarah.
Diandra tidak tahan melihat tatapan Azka yang seakan mau memakannya. Dia membuang muka seolah tidak tahu apa-apa, meletakkan minuman kaleng beralkohol dan duduk di depan Azka.
"Apa yang salah, kami semua menyukai ini. Jangan bilang kamu tidak!?" Diandra pura-pura tidak mengetahui bahwa Azka tidak menyukai makanan Itu.
"Kak, makanlah. Ini sangat lezat," kata Julian dan meletakkan beberapa kulit di piring Azka.
Azka mengambil ponselnya dan mengirim pesan pada Diandra.
Azka: Aku sedikit kecewa padamu. Kita sudah berteman begitu lama, dan kamu sengaja memanggilku ke sini untuk menyiksaku.
Diandra: Hei, Presdir Azka, kamu tidak akan mati dengan memakan itu. Cobalah, kamu pasti akan menyukainya. Itu sangat lezat.
Azka mencoba memasukkan kulit itu ke mulutnya, tapi sebelum masuk dengan baik Azka tidak tahan kemudian berlari dan memuntahkannya.
"Apa yang terjadi?" Kartika bertanya dengan bingung. Diandra menghampiri dan memberi air. Renata, Gavin, dan Julian memperhatikan.
"Maaf, aku tidak tahu kalau kamu benar-benar tidak menyukai itu." Diandra meminta maaf pada Azka dengan pura-pura menundukkan wajahnya sambil sesekali melirik Azka.
"Hentikan omong kosongmu! Kamu sengaja melakukannya!" Azka tidak mempedulikan Diandra lalu kembali duduk.
Diandra tercengang melihat sikap Azka yang acuh terhadapnya. Ini kali pertama Azka melakukan itu padanya.
**Bersambung**