Tujuh tahun kemudian ....
Selama berada di Amerika, Diandra tidak pernah kembali. Sesekali dia melakukan panggilan jarak jauh dan video call pada keluarga Nugroho. Setelah sekian lama dia berada di negara asing. Hari ini dia memutuskan untuk kembali.
Diandra kembali lebih awal dari jadwal yang telah ditentukan oleh Kementerian Pendidikan. Tanpa memberitahu siapapun dia mengambil penerbangan ke Kota B. Setelah 14 jam berada di angkasa, akhirnya pesawat mendarat di Kota B.
Dia berjalan keluar dari bandara dan menggunakan taksi menuju kediaman keluarga Nugroho. Di tengah perjalanan tiba-tiba kecelakaan mobil terjadi. Terlihat sebuah mewah membanting stir dan menabrak pembatas jalan lalu terguling. Kecelakaan terjadi saat jam kerja dan tidak banyak kendaraan lalu lalang. Mobil mewah itu kehilangan kendali ketika melaju dengan kecepatan tinggi.
Seseorang berlari ke tengah jalan mengambil seekor anjing yang berada di sana. Ternyata, mobil mewah itu berusaha menghindari seekor anjing yang tiba-tiba berlari ke tengah jalan.
Meskipun itu hanya kecelakaan tunggal, tapi mobil mewah itu mengalami kerusakan yang cukup parah. Diandra keluar dari taksi dan berjalan ke arah mobil mewah itu. Pengemudinya setengah sadar dan tidak bisa bergerak, setengah wajahnya bersimbah darah. Diandra mencoba mengeluarkan dua, lalu menariknya dengan sekuat tenaga yang dimilikinya.
"Sadarlah, kamu tidak boleh pingsan. Tunggu sampai ambulans tiba. Lukamu cukup parah. Dan sepertinya kaki kiromh mengalami patah tulang." Dia terus mengajak pengemudi itu berbicara, mencoba membuatnya sadar sampai ambulans datang.
Lima menit kemudian, ambulans datang. Mereka bergegas mengeluarkan tandu.
"Nona, bisakah kami melihat kondisinya?" Kata salah seorang petugas penyelamat itu.
"Apakah kalian membawa bidai? Aku butuh bidai secepatnya. Dia sangat kesakitan!" Diandra berteriak pada petugas itu.
Pengemudi itu masih sadar dengan dirinya yang terlihat sempoyongan, dia sangat kesakitan dan diam-diam memperhatikan Diandra dengan tatapan tajam.
"Nona, biarkan kami memeriksanya." Petugas penyelamat tidak mendengarkan apa yang dikatakan Diandra, dia masih berdiri di tempatnya.
"Apakah kalian menunggu orang ini mati? Aku seorang dokter. Tidak banyak waktu, kesadarannya akan menghilang dan dia telah kehilangan banyak darah!" Diandra sekali lagi berteriak pada petugas ambulan, mengatakan kalau dirinya dokter.
Petugas itu bergegas mengambil peralatan yang diminta Diandra dan segera memberikannya. Tidak butuh satu menit Diandra untuk memasang bidai di kaki pengemudi itu. Dia memasang dengan begitu baik. Petugas yang melihat berdiri seperti patung.
"Selesai. Cepat angkat dia!"
Para tim penyelamat segera mengangkat pengemudi itu ke tandu lalu memasukkannya ke dalam ambulans.
Diandra ikut masuk ke mobil ambulans itu. Dia memasang infus ke pengemudi itu.
"Kami tidak tahu separah apa kondisimu. Bertahanlah. Sebentar lagi kita akan sampai di rumah sakit." Diandra menatap pengemudi itu dengan tatapan tidak biasa.
Pengemudi itu hanya mengedipkan mata tanda dia mengerti, kemudian kesadarannya menghilang.
"Nona, kamu berasal dari rumah sakit mana? Kamu membalut pasien ini dengan cepat dan begitu baik." Petugas itu bertanya sambil memandangnya.
"Aku tidak bekerja di rumah sakit."
Petugas itu terkejut dan menatap Diandra dengan tajam.
Apa? Dia tidak bekerja di rumah sakit? Dan dia mengatakan dirinya seorang dokter. Apa dia sedang menipu?
"Bagaimana bisa seorang dokter tidak bekerja di rumah sakit?" Petugas itu melanjutkan dengan penuh emosi.
"Apakah semua dokter harus bekerja di rumah sakit?" Diandra balik bertanya.
Petugas itu terdiam, saat akan melanjutkan perkataannya, pintu mobil terbuka. Mereka sampai dengan cepat di rumah sakit Mitra.
Diandra dan petugas ambulans mendorong pengemudi itu masuk. Tak lama suster rumah sakit datang membantu dan membawa pengemudi ke ruang ICU.
"Pasien mengalami keretakan tulang di kaki kiri. Kita harus melakukan CT Scan secepatnya untuk mengetahui kondisinya. Dia telah kehilangan begitu banyak darah." Diandra menjelaskan kondisi terakhir pasien itu kepada perawat.
"Siapa wali pasien ini?" Perawat itu bertanya sambil mendorong brankar pengemudi itu.
"Aku akan menjadi walinya," kata Diandra.
"Baik. Silakan melakukan pendaftaran." Perawat yang lalu membawa pengemudi itu ke ruang CT scan dan memanggil dokter.
Sementara pengemudi itu ditangani oleh dokter, Diandra menunggu di depan ruang ICU. Dia terlihat begitu khawatir.
"Nona, apakah kamu wali korban kecelakaan tadi?" Perawat lain bertanya.
"Saya bersamanya," jawab Diandra. Dia melihat perawat itu membawa kertas di tangannya.
Setelan mengirim pengemudi itu ke ruang CT Scan, dia duduk di depan ruang ICU dengan wajah terlihat lelah. Dia baru saja melakukan penerbangan empat belas jam dan menolong pengemudi yang hampir menabrak seekor anjing. Diandra kemudian mengisi formulir itu atas namanya sebagai wali. Saat dia sedang mengisi formulir, seseorang berteriak memanggilnya.
"Nona!" Diandra berbalik untuk melihat.
Ternyata, supir taksi yang dia pakai dari bandara. Dia bahkan meninggalkan tas dan kopwrmha di taksi karena bergegas menolong pengemudi itu. Untungnya, supir taksi itu mengikutinya sampai ke rumah sakit.
"Nona, haruskah aku meninggalkanmu di sini, tapi kamu belum membayar?" Kata supir itu.
"Tidak. Aku akan pulang," kata Diandra. Saat akan berbalik dia melihat perawat yang membawa pengemudi itu keluar dari ruang ICU. Diandra menghampirinya.
"Suster, apa hasilnya sudah keluar?"
"Nona, dokter masih memeriksanya. Pasien mengalami pendarahan yang cukup serius. Kami telah melakukan pengiriman darah dari rumah sakit lain. Saya akan mengambilnya sekarang." Perawat menjelaskan kondisi terakhir pengemudi itu.
"Apakah kondisinya seburuk itu?" Diandra bertanya pada dirinya sendiri. "Aliando Delfin, bertahanlah!"
"Dia juga mengalami luka yang cukup parah di bagian kepala." Perawat itu melanjutkan.
"Apakah dia akan baik-baik saja?" Diandra bertanya dengan khawatir.
"Jangan khawatir, tim dokter kami sangat baik. Dia pasti akan baik-baik saja." Lalu perawat itu berlari untuk mengambil stok kantong darah yang baru saja tiba.
Kondisi Aliando Delfin cukup parah. Diandra tidak tega meninggalkannya sendiri. Dia mengeluarkan uang dari dompetnya dan memberikannya kepada supir taksi.
"Nona, ini ...." Supir taksi itu terkejut saat Diandra memberikan uang dengan jumlah yang banyak.
"Paman, terima kasih telah menunggu. Aku harus memastikan kondisinya."
Supir taksi itu berlalu dan meninggalkan Diandra beserta barangnya di rumah sakit.
Diandra memindahkan Aliando ke ruang rawat VIP. Dokter yang menangani mengadakan pasien akan bangun sekitar pukul 23.00. Diandra menunggu sambil duduk di samping tempat tidur Aliando, dan terus menatapnya.
"Apakah kau menikmatinya?" Aliando bangun lebih awal.
Diandra kaget mendengar Aliando telah terbangun lebih awal dari yang diperkirakan dokete. Padahal dia berencana pergi sebelum Aliando bangun.
"Kamu sudah bangun?" Diandra terkejut.
"Jika aku tidak bangun sekarang, aku tidak yakin bisa melihatmu." Aliando memandang Diandra begitu dalam.
"Apa yang kamu lakukan? Apakah kamu akan memakanku dengan tatapanmh itu? Aku tidak yakin, apakah kamu masih mengenalku?"
"Kamu --- Tujuh tahun ini ...."
"Tuan Muda Delfin, karena Anda sudah bangun, aku akan pergi. Sampai nanti." Diandra tidak menjawab Aliando dan berbalik.
Saat akan melangkah, Aliando meraih tangan Diandra dengan kuat. Gerakannya yang begitu tiba-tiba membuat tubuh Diandra limbung dan perlahan jatuh menimpa tubuh Aliando. Wajah Diandra memerah karena kaget dan malu. Dia bergegas bangkit dan pergi.
Aliando Delfin tersenyum melihat tingkah Diandra. Itu tidak lucu, tapi dia menyukainya adegan yang baru saja terjadi.
🌼🌼🌼🌼🌼