NALURI SEORANG IBU

1075 Kata
Bahkan setelah tujuh tahun, dia masih bisa mengenali suara Diandra. Seorang Ibu memang memiliki naluri yang luar biasa pada anaknya. Kartika berdiri seperti patung melihat Diandra lalu berkata, "Duduklah!" Beberapa pelanggan lain datang, "Bibi, kami ingin pesan sup pangsit." Kartika terdiam seperti patung, kemudian berkata. "Kami akan tutup, persediaan sudah habis." Kartika mengantar pesanan sesuai urutan. Satu jam kemudian pelanggan pelanggan satu per satu selesai. Di warung hanya menyisakan Diandra dan Kartika. Diandra memakan mi pangsit suap demi siap. Kartika memperhatikan dan mengambil duduk di depan Diandra. Diandra masih memakan ramennya sambil menunduk. "Bu, aku pulang!" kata Diandra dengan mata berkaca-kaca menatap Kartika. Ini adalah pertemuan pertama Diandra dengan ibunya setelah tujuh tahun. Kartika tidak berkata apa-apa. Perlahan wajahnya basah dengan air mata. Diandra menghampiri dan memeluk Kartika dari samping. "Bu, aku merindukanmu." Kartika terdiam dan tangisnya meledak, dia juga sangat merindukan Diandra. Tujuh tahun yang lalu dia tidak ingin mengirim Diandra pergi, tapi kondisi keuangan mereka benar-benar buruk. "Bu, maafkan aku. Aku seharusnya tidak ...." Diandra meminta maaf karena tidak pernah memberi kabar pada Ibunya selama tujuh tahun. "Ibu yang salah, kamu pasti begitu menderita. Ibu seharusnya tidak mengirimkanmu ke rumah Ayahmu. Ibu minta maaf!" Kartika memotong ucapan Diandra dan meminta maaf dengan tangis. "Aku yang salah, seharusnya aku kembali. Kalian pasti khawatir." Diandra kembali duduk sambil menggenggam tangan Kartika. Diandra dan Kartika mengobrol banyak. Setelah Kartika merasa tenang, ia berkata, "Ayo ke rumah. Kita akan mengobrol banyak di sana." Kartika berdiri dan menarik tangan Diandra. Warung Kartika tidak terlalu jauh dari rumah, hanya perlu berjalan kaki lima menit. Diandra mengikuti di belakangnya sambil menunduk. Saat Kartika membuka pagar, Diandra mendongak. Terlihat kerinduan yang begitu dalam akan tempat ini, kemudian ia berjalan masuk. Semuanya masih sama, halaman dengan beberapa bunga musim panas. Kartika memanggilnya, "Ayo, masuk!" Diandra masuk dan melihat sekeliling. Tujuh tahun telah berlalu, mereka hanya mengubah sedikit dekorasi rumah. Foto mereka masih terpajang di dinding yang sama. Kartika tidak mengubah banyak dekorasi rumahnya. Dia tetap mempertahankan semuanya. Dia tidak ingin, ketika Diandra kembali pulang, rumah terasa asing karena perubahan. "Ibu akan membuat sup. Kamu bisa menunggu di kamarmu." Kartika lalu ke dapur meninggalkan Diandra di ruang TV. Dengan mata berkaca-kaca, Diandra memperhatikan semua. Dia terlihat sangat sedih dan ingin menangis, tapi dia berusaha menahannya. Dia sangat merindukan rumah ini, ibu, kakak, dan adiknya, Julian. Diandra membuka pintu kamarnya dan berjalan masuk. Semua barang-barangnya masih ada di sana, tidak ada yang berubah ataupun berpindah tempat. Dia menyentuh barangnya satu persatu. Foto dirinya dengan Dhena juga masih ada di sana. Foto itu diambil ketika mereka baru masuk sekolah menengah. Wajah mereka masih terlihat polos dan imut. Telponnya berbunyi singkat. Sebuah pesan masuk dari Azka. Azka: Aku sudah selesai meeting, bagaimana denganmu? Diandra: Aku berada di kamarku. Diandra membalas pesan Azka sambil tersenyum. Dia terlihat bahagia berada di rumah lamanya. Di tengah percakapannya dengan Azka, sebuah pesan masuk dari nomor tak dikenal. 'Aku akan pulang besok jam 11 siang', pesan dari Aliando. Terakhir pesan Aliando meminta bertemu dengannya. Diandra tidak datang ataupun membalas pesan Aliando. Azka: Bisakah kau mengirim foto untuk meyakinkanku? Azka membalas pesan terakhirnya dan memintanya mengirim foto dirinya yang sedang berada di kamarnya dulu. Klik .... Klik .... Diandra mengambil foto dirinya sambil tersenyum, terlihat lucu dan sangat cantik. Dua kali dengan latar buku-buku yang ada di meja belajarnya dan satu kali memperlihatkan seisi kamarnya. Kartika baru saja selesai membuat sup. Ia membuka pintu kamar Diandra saat baru saja selesai mengambil foto selfie dan baru akan mengirimnya kepada Azka. Kartika membuka pintu tanpa mengetuk terlebih dulu, membuatnya terkejut. "Apa kau tertidur? Supnya sudah jadi. Apa kau akan makan sekarang?" tanya Kartika. Layar ponselnya yang masih menyala tertekan dengan beberapa tampilan dan mengirim dua foto selfie dirinya ke nomor yang tidak dikenal. Ya, dia tidak sengaja mengirim foto selfienya ke Aliando, bukan ke nomor Azka. Foto itu cukup lucu untuk Azka, tapi bagaimana dengan Aliando? "Baik, Bu. Aku segera ke situ," kata Diandra kepada Kartika. Kartika menuju dapur, Diandra lalu memeriksa ponselnya. "Sepertinya aku menekan beberapa saat akan mengirim." Diandra berkata pada dirinya sendiri. "Oh, my God. Itu terkirim ke Aliando!" Diandra terkejut dan panik, bola matanya hampir melompat keluar ketika menyadari dirinya salah mengirim pesan. Dia ingin menghapus pesan itu, tapi Aliando telah membuka dan melihat pesannya. ***** Aliando tengah duduk sendiri di tempat tidur kamar VIP 2. Alisnya terangkat naik saat membuka pesan Diandra. Dia tersenyum. Tak berselang lama, pesan Diandra masuk. 'Bisakah kau menghapusnya. Foto itu memalukan. Aku telah salah kirim kepadamu'. Foto itu tidak buruk untuk Azka. Mereka sering melakukan hal-hal lucu bersama, tali Aliando tidak. Aliando kemudian mengatur foto itu untuk wallpaper dan menjadikan layar kunci di ponselnya. 'Fotonya bagus. Aku akan menyimpannya baik-baik. Terima kasih telah mengirimku.' Aliando menulis pesan itu sambil tersenyum lalu mengirimkannya kepada Diandra. Dengan cepat Diandra membuka pesan, dia seperti disambar petir saat membaca balasan pesan Aliando. 'Apa yang terjadi? Apakah kamu tidak mendapatkan tempat yang lebih bagus untuk menipuku?' Azka mengirim pesan lagi, karena Diandra tidak menjawab dan tidak mengirim foto yang dimintanya. "Andra, apakah kau sibuk?" Kartika kembali memanggilnya karena Diandra tidak keluar dari kamarnya. "Aku segera keluar, Bu!" Diandra serasa hampir gila. Ini seharusnya menjadi hari bahagianya untuknya, karena sedang bersama ibunya. Tapi, dia begitu ceroboh menghancurkannya dengan mengirim foto ke Aliando. 'Aku menjadi gila karenamu. Seharusnya kamu tidak memintamu mengambil foto. Foto itu terkirim ke orang yang salah.' Setelah mengirim pesan ke Azka, Diandra keluar dari kamar. Kartika sudah mengatur meja makan. "Duduklah!" kata Kartika, kemudian memberikan mangkuk berisi sup kepada Diandra. "Bagaimana keadaanmu selama tujuh tahun ini?" tanya Kartika. "Aku mendapat beasiswa melanjutkan pendidikan di Amerika," kata Diandra. "Benarkah? Bagaimana bisa?" Kartika terus bertanya, ia penasaran. "Seseorang menemukanku di jalan dan membawaku pulang ke rumahnya. Aku tidak sengaja mendengar percakapan mereka tentang beasiswa keluar negeri, lalu aku mencobanya. Dan aku menjadi yang pertama." Diandra menjelaskan apa yang terjadi pada dirinya tujuh tahun lalu. "Aku senang mendengarnya." Kartika yang tadinya khawatir pada Diandra, kemudian merasa lega setelah mendengar semuanya. Itu tidak buruk, sangat baik malah. Diandra bisa menjadi yang terbaik di luar sana. Matahari hampir terbenam di ufuk barat. Julian baru saja pulang dari sekolah. "Ibu, apa kau baik-baik saja? Tadi aku ke warung dan tu -- tup." Julian masuk seraya memanggil Kartika dengan napas terputus-putus. Dia mematung ketika melihat Kartika sedang bersama dengan Diandra. Julian diliputi rasa khawatir dan cepat berlari pulang. Biasanya Kartika baru akan menutup warungnya malam hari dan Julian akan membantu setiap dia pulang. **Bersambung**
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN