Kehidupan Baru

1506 Kata
Nadia Kirana, wanita berusia 29 tahun itu kembali memulai kehidupan barunya. Dalam kehidupannya yang sekarang, Nadia sama sekali tidak mengalami yang namanya syok berlebihan dengan dunia luar yang begitu keras. Dia sudah terlatih menjadi mandiri sejak kedua orang tuanya meninggal dunia. Memiliki warisan dari ayahnya, tak membuat Nadia gelap mata. Dia selalu bekerja dan terus bekerja untuk mencapai di puncak karirnya sebelum akhirnya dia merelakan pekerjaannya demi sang suami. Namun, pengorbanan yang dia lakukan sama sekali tidak dihargai. Dia seorang menantu dan juga istri. Tapi justru dijadikan sebagai pembantu. Nadia cukup lega karena bisa keluar dari kehidupan toxic dan keluarga toxic seperti mertuanya. Kini, dia bisa memulai kehidupan baru yang dia inginkan. Nadia bisa kembali bekerja seperti dulu. Menjadi wanita karir kembali yang sebelumnya dia sudah berhenti begitu lama, sampai bertahun-tahun. Nadia kembali fokus pada layar laptop yang ada di hadapannya saat ini, setelah menerima telepon dari salah satu klien yang membatalkan janji temu siang nanti. Karena itulah, Nadia harus menghapus jadwal pertemuan hari itu dan mengatur jadwal pertemuan lagi di lain hari. Ini memang hari pertamanya bekerja, tapi Nadia sudah sangat ahli dalam bidang ini. Tentu saja dia tidak merasa kesusahan dan cepat menyesuaikan diri. Dia bahkan juga pandai mengatur ulang jadwal secara lebih rinci dan tidak berantakan seperti sebelumnya. Matanya melirik ke arah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Pukul 11 tepat, Nadia sudah menyelesaikan berkas-berkas yang menjadi tugas sekretaris sebelumnya dengan tepat waktu. Sesuai dengan apa yang Abimana perintahkan, Nadia sudah harus menyerahkan berkas-berkas tersebut tepat sebelum jam makan siang. Karena itulah, Nadia bergegas masuk ke ruangan Abimana untuk menyerahkan berkas tersebut. Sebelum masuk, Nadia mengetuk pintu ruangan sang CEO terlebih dahulu. Dia masuk setelah Abimana menyahut dan membiarkannya untuk masuk. Abimana Naratama, pria berusia 33 tahun itu terlihat begitu gagah. Memiliki rupa yang begitu tampan dan sangat berkharisma. Sebelumnya, Nadia sama sekali tidak pernah menyangka jika CEO di tempatnya bekerja ini masih sangat muda. Pantas saja, ketika dia berkeliling untuk melakukan perkenalan, sayup-sayup dia mendengar jika para pegawai berbisik bahwa dirinya beruntung bisa berdekatan dengan Abimana. Nadia akui, Abimana Naratama memang terlihat begitu sempurna. Tinggi badan yang proporsional, wajah yang tampan, dan kelihatannya begitu tegas. Caranya berbicara juga sangat sopan dan bukan macam bos yang impoten. "Ada apa?" tanya Abimana yang mana membuyarkan apa yang sedang Nadia pikirkan saat ini. "Maaf Pak, menganggu waktu Anda. Saya hanya ingin menyerahkan berkas-berkas yang Anda minta tadi pagi." ujarnya. Nadia mendekat untuk menyerahkan beberapa berkas pada Abimana yang terlihat tidak bereaksi apa pun. Hanya saja menerima semua berkasnya dan mengamatinya sekilas. "Bagus, saya akan memeriksanya setelah ini." ucap Abimana, lalu meletakkan berkas-berkas tersebut ke bagian kosong yang ada di mejanya. "Pak, saya juga mau menyampaikan jika barusan Bapak Hendra dari PT Sentra Abadi mengabarkan bahwa beliau membatalkan pertemuan untuk siang ini. Jadi, pertemuan dengan Bapak Hendra akan di ubah pada lain hari." Abimana mengangguk paham. "apa ada jadwal lain di hari ini?" "Untuk hari ini, tidak ada lagi Pak Abimana." "Oke, kalau begitu. Nanti, jika ada yang datang mencariku, tolong beritahukan dulu padaku. Jangan asal membiarkannya masuk ke ruanganku." Nadia mengangguk mengerti. "baik, Pak. Sesuai perintah Anda. Kalau begitu, saya permisi Pak, selamat siang." Nadia keluar dari ruangan Abimana dengan perasaan lega. Melakukan pekerjaan ini kembali memang sedikit membuatnya nervous. Tapi Nadia berpikir jika apa yang dia lakukan sudah cukup baik saat ini. Dia yakin bisa lebih baik lagi nantinya. Yang Nadia harapkan saat ini justru hasil berkas-berkas yang dia kerjakan barusan benar dan tidak ada kesalahan. Nadia adalah tipikal orang yang harus perfect saat mengerjakan apa pun. Apalagi dalam dunia kerja. Dia selalu berusaha memberikan dan menunjukkan keahliannya dengan sangat baik. Bisa dibilang, dia adalah salah satu wanita yang bekerja keras. Menjelang makan siang, Nadia masih saja berkutat di depan laptop. Wanita itu sedang menyusun ulang daftar nama dan kontak para investor di perusahaan tersebut. Karena beberapa ada yang sudah dicoret, maka Nadia memutuskan untuk menyusunnya kembali. Karena terlalu bersemangat mengerjakan pekerjaannya, Nadia sampai tidak sadar jika saat ini sudah memasuki jam makan siang. Dia melirik ke arah jam tangannya dan kemudian melirik ke arah pintu ruangan Abimana. "Pak Abimana mau istirahat makan siang tidak ya?" gumamnya masih dalam posisi yang sama. Yaitu menatap ke arah ruangan Abimana. Nadia menyentuh perutnya dan kembali bermonolog, "kalau gue tinggal istirahat makan siang, salah nggak ya? takut banget kalau misal Pak Abimana butuh sesuatu tapi gue nya nggak ada di tempat." Nadia mulai mendesah pelan. Dia berpikir dulu beberapa menit, sampai akhirnya dia memberanikan diri untuk pergi menemui Abimana di ruangannya. Dulu, di tempat kerjanya yang lama, Nadia juga kerap kali melakukan hal ini pada bosnya. Sekarang, Nadia akan mulai menerapkan ini di sini. Karena dia tidak mau di anggap cuek pada atasannya sendiri. Nadia mengetuk pintunya beberapa kali dahulu sebelum akhirnya dipersilahkan masuk oleh Abimana yang sedang membaca sebuah dokumen dengan kacamata bening yang masih bertengger di hidung mancungnya. "Maaf Pak, saya menganggu lagi." "Ya, ada apa?" "Saya hanya mau mengingatkan jika ini sudah masuk jam makan siang, Pak. Saya khawatir jika Pak Abimana lupa waktu karena terlalu fokus memeriksa dokumen. Jadi saya—" "Oh, saya tahu." jawab Abimana menyela ucapan Nadia dengan santai. Lalu pria itu kembali berucap, "jika kamu sudah tidak ada kerjaan, silahkan pergi beristirahat untuk makan siang." "Ah, begitu. Pak Abimana mau titip sesuatu? Nanti saya bisa bawakan setelah kembali." Abimana cukup terkejut dengan apa yang barusan dia dengar. Sekretaris barunya itu sudah berani menawarkan sesuatu padanya. Abimana tidak berpikiran yang buruk. Justru mendapatkan sekretaris yang seperti ini membuatnya lebih dihargai sebagai atasan. Walau sebenarnya tidak masalah jika sekretarisnya itu memilih untuk langsung beristirahat, sebab memang sudah waktunya untuk istirahat makan siang. "Pak, sekali lagi maaf. Saya tidak bermaksud apa-apa. Hanya menawarkan saja, barangkali Pak Abimana memang tidak ingin keluar tapi menginginkan makan sesuatu atau minum sesuatu, saya bisa bawakan nanti. Tapi jika—" "Bawakan saja ice americano untukku. Ada cafe di seberang kantor." potong Abimana yang langsung membuat ucapan Nadia terhenti. Wanita itu tersenyum tipis, "baik kalau begitu, Pak Abimana. Saya permisi sekarang." Abimana hanya mengangguk pelan, membiarkan Nadia keluar dari ruangannya. Dan kembali fokus memeriksa dokumen yang ada di hadapannya. Sementara itu, Nadia yang baru saja keluar dari ruangan Abimana sedikit terkejut saat mendapati Dila berdiri tepat di depan meja kerja miliknya. "Bu Dila, ada apa? Ada yang bisa saya bantu?" Dila menggeleng dengan cepat dan menyahut, "Tidak ada. Cuma mau ngajakin kamu istirahat bareng. Mau makan siang kan? Udah izin Pak Abimana?" "Oh, iya sudah Bu Dila. Baru aja izin ke Pak Abimana." Dila sedikit mencondongkan tubuhnya dan mulai berbisik, "jangan panggil Bu kalau lagi berdua begini ya? Kita seumuran kayaknya. Panggil Bu depan atasan aja, biar keliatan formal begitu." Nadia sontak tersenyum dan mengangguk mengerti. Meskipun sebenarnya agak sedikit canggung jika langsung mengobrol santai dengan Dila yang notabene nya adalah seniornya di perusahaan tersebut. "Kamu mau makan siang di mana? Di kantin kantor, atau mau keluar aja? Ada banyak resto dan cafe juga sih dekat kantor." "Makan di luar saja, bagaimana? Pak Abimana nitip minuman. Jadi nanti biar sekalian gitu belinya." sahut Nadia dan Dila mengangguk mengerti. Keduanya berjalan beriringan keluar dari kantor sembari mengobrol ringan. Nadia yang awalnya memang sedikit canggung, akhirnya bisa lebih leluasa juga dan tidak canggung lagi seperti sebelumnya. Itu juga karena Dila yang tidak kaku pada Nadia si karyawan baru di kantor tersebut. Bisa dikatakan jika Dila, adalah orang pertama yang menjadi teman Nadia di perusahaan Skyline Corporation. "Kamu lihat ada foto gede di ruangannya Pak Abimana nggak Nad?" Nadia menoleh sekilas sembari mengingat apa saja yang dia lihat di dalam ruangan Abimana. Hingga dia teringat satu bingkai foto besar yang menggantung di dinding. Seorang pria berumur dengan wanita di sampingnya. Yang Nadia anggap itu pasti istrinya. "Oh yang pasangan itu kan?" tanya Nadia memastikan dan Dila mengangguk. "Benar itu ya, ingat. Ada apa emangnya, Mbak?" "Nggak ada apa-apa sih Nad. Cuma mau ngasih tau kamu, kalau itu mendiang orang tua Pak Abimana. Kasihan banget, meninggalnya karena kecelakaan. Bahkan di saat Pak Abimana masih kuliah di Aussie kabarnya." "Kapan kejadiannya, Mbak?" "Sudah lama banget sih, 8 tahun yang lalu." Nadia sontak terdiam begitu mendengarnya. Dia sama sekali tidak mengetahui apa pun mengenai perusahaan tersebut. Tentu saja dia cukup terkejut dengan fakta yang baru saja dia ketahui. "Anak tunggal kaya raya, keren sih." lanjut Dila. Sebenarnya, Nadia sama sekali tidak memiliki rasa penasaran akan hal tersebut. Sebab dia berpikir juga untuk apa dia membahasnya? "Eh iya, baru inget Nad!" "Inget apaan Mbak? Ada yang ketinggalan? Dompetnya? Pakai uangku aja dulu nanti Mbak. Nggak usah khawa—" "Bukan itu Nad!" sela Dila membantah. "tapi aku baru inget soal Pak Abimana yang nitip kamu minuman. Aneh banget itu, eh, bukan aneh sih. Cuma heran aja, kok tumben?" "Hah, kok tumben? Emang biasanya kenapa Mbak?" "Biasanya nggak pernah nitip apa pun. Pak Abimana terbiasa apa-apa sendiri. Tapi ya udah sih, nggak penting juga aku ngomongin Pak Abimana ya?" Nadia hanya tersenyum tipis mendengarnya. lalu kembali fokus pada langkahnya, sebab sebentar lagi mereka akan menyeberang jalan menuju ke restoran cepat saji untuk makan siang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN