Permainan Feli

1076 Kata
Feli duduk di kursi ruang tamu apartemennya, matanya bersinar dengan kecerdasan yang dipenuhi oleh ambisi. Ia meraih secangkir teh dari meja dan menyesapnya perlahan, merenungkan langkah berikutnya. Gesha mungkin berpikir bahwa ancaman Feli hanyalah kata-kata kosong, tetapi Feli tahu ia punya kekuatan lebih dari yang ibunya duga. Ia pernah melihat cinta di mata Gerald sebelum Hera datang ke dalam hidupnya. Meski kini Gerald terikat oleh rasa terima kasih dan tanggung jawab kepada Hera, Feli yakin masih ada celah yang bisa dimanfaatkan. "Ini bukan sekadar soal cinta," gumam Feli pada dirinya sendiri. "Ini tentang mendapatkan apa yang seharusnya menjadi milikku." Dia membuka laptopnya dan mulai menyusun rencana. Feli tahu bahwa menyerang Hera secara langsung tidak akan berhasil, terlebih dia ingin bermain-main dengan ibunya. Ia perlu strategi yang lebih halus, lebih licik. Feli juga mempertimbangkan untuk membangun citra positif di hadapan keluarga mereka terutama ayah Gerald. Jika semua orang melihat Feli sebagai sosok yang baik dan tulus, maka akan lebih mudah baginya menggeser posisi Hera. Feli bahkan berpikir untuk mengajak Gerald berkolaborasi dengan alasan cinta. Feli tersenyum puas. Ia tahu ini akan menjadi permainan panjang, tapi dia siap. Dengan hati-hati, dia menyusun langkah-langkah berikutnya, memastikan setiap detail diperhitungkan. Gerald memang miliknya, dia bahkan tidak peduli dengan perasaan Hera akan sekacau apa nantinya. 'Andai kau bisa berlaku adil Mom, ini semua tak akan aku lakukan.' Feli mengenakan gaun hitam elegan yang membuatnya terlihat anggun dan misterius. Ia menyelipkan beberapa berkas penting ke dalam tas tangannya, memastikan semuanya terlihat profesional. Dengan langkah mantap, ia menuju kantor Gerald. Sesampainya di lobi, Feli menunjukkan kartu identitasnya kepada resepsionis yang segera mempersilakannya masuk. Dengan senyuman tipis, Feli melangkah ke lift dan naik ke lantai di mana kantor Gerald berada. Pintu lift terbuka, dan Feli segera melihat Gerald yang sedang sibuk berbicara dengan salah satu rekannya. Ketika mata mereka bertemu, waktu seolah berhenti sejenak. Gerald tampak terkejut namun bahagia melihat kehadiran Feli. Ia segera menyudahi percakapannya dan berjalan mendekat. "Feli," katanya dengan nada penuh kehangatan, "apa yang kau lakukan di sini?" Feli tersenyum manis. "Aku ada urusan di sekitar sini dan berpikir untuk mampir sebentar. Sudah lama kita tidak bertemu." Gerald mengangguk, senyum lebar menghiasi wajahnya. "Aku sangat merindukanmu," katanya sambil merentangkan tangan. Feli segera masuk ke dalam pelukannya, merasakan kehangatan tubuh Gerald yang familiar dan nyaman. Mereka berbagi kecupan singkat namun penuh makna, seolah-olah waktu tidak pernah memisahkan mereka. "Bukannya kau di Amerika? bagaimana kau bisa kembali? lalu Mommy?" sederet pertanyaan terlontar dari mulut Gerald. Namun, tak ada satupun yang Feli jawab, ia justru menempelkn satu jari telunjuknya di bibir Gerald. Setelah beberapa saat, Gerald melepaskan pelukannya namun tetap memegang tangan Feli. "Ayo, kita bicara di ruanganku," ajaknya. Mereka berdua berjalan menuju kantor pribadi Gerald, melewati rekan-rekan kerja yang memberikan pandangan penuh penasaran. Di dalam ruangannya, Gerald menutup pintu dan kembali memeluk Feli dengan erat. "Aku tidak bisa berhenti memikirkanmu," bisiknya. "Aku juga," jawab Feli dengan suara lembut. "Aku merindukan semua momen kita bersama." Mereka duduk berdekatan di sofa, saling berbicara. Feli tahu ini hanyalah awal dari langkah besar yang akan ia ambil. Ia harus memastikan setiap langkahnya tepat. Untuk saat ini, ia menikmati setiap detik kebersamaannya dengan Gerald, merencanakan langkah berikutnya dengan hati-hati dan penuh perhitungan. Setelah melepas rindu dengan Gerald, Feli merasa puas namun sadar bahwa langkah berikutnya adalah menghadapi Hera. Ia tahu bahwa untuk merebut Gerald sepenuhnya, ia harus berhadapan dengan Bara. Feli meninggalkan kantor Gerald dengan senyum kemenangan di wajahnya. Dia menuju ke rumah Hera, yang hanya beberapa blok dari apartemennya. Setelah beberapa saat, ia tiba di depan pintu rumah Hera dan menekan bel dengan lembut. Tak lama kemudian, pintu terbuka dan Hera muncul, senyum hangat terukir di wajahnya. "Feli, masuklah," katanya dengan suara ramah. Meskipun buta, Hera selalu bisa mengenali orang melalui suara dan aroma khas mereka. "Terima kasih, Kak," jawab Feli sambil masuk ke dalam rumah. Ia menyapu pandangan ke sekeliling ruangan, mencoba mencari tanda-tanda kelemahan yang bisa ia manfaatkan. Namun, Hera tampak tenang dan nyaman di rumahnya. "Bagaimana kabarmu, Fe?" tanya Hera saat mereka duduk di ruang tamu. "Aku baik Kak," jawab Feli dengan senyum palsu. "Aku hanya ingin mampir dan melihat bagaimana kabarmu. Aku tahu ini pasti tidak mudah bagimu." Hera tersenyum, menunjukkan kekuatan yang tak terduga. "Terima kasih atas perhatiannya. Aku baik-baik saja. Gerald selalu ada untukku, dan itu membuat segalanya lebih mudah." bohongnya. Mendengar nama Gerald, Feli merasakan gelombang kecemburuan melanda dirinya. Namun, ia menyembunyikan perasaannya dengan baik. "Aku senang mendengar itu," katanya dengan nada lembut. "Kalian berdua benar-benar pasangan yang luar biasa." Hera mengangguk, matanya yang kosong tampak seolah menatap langsung ke dalam jiwa Feli. "Terima kasih, Fe, kami memang sepakat untuk menjalankan pernikahan ini." Feli menahan diri untuk tidak mengerutkan kening. Ia harus bermain dengan hati-hati. "Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja. Jika kau butuh sesuatu, aku selalu ada." "Terima kasih, Fe. Itu sangat berarti bagiku," jawab Hera dengan tulus. Setelah beberapa saat berbicara ringan, Feli berpamitan. "Aku harus pergi sekarang, Kak. Senang bisa melihatmu." "Senang bertemu denganmu juga, Fe. Hati-hati di jalan," kata Hera sambil tersenyum. Feli keluar dari rumah Hera dengan perasaan campur aduk. Dengan rencana yang sudah tersusun rapi di kepalanya. Setelah pertemuan dengan Hera. Keduanya mengabadikan momen itu, mengambil sebuah foto saat dia dan Hera duduk bersama di ruang tamu. Foto itu menampilkan senyuman hangat Hera dan senyum lembut Feli, namun di balik senyum itu, ada rencana besar yang sedang berlangsung. Begitu kembali ke apartemennya, Feli segera mengirimkan foto itu kepada Gesha. Dia menambahkan pesan singkat, "Aku baru saja mampir ke rumah Hera. Kami bersenang-senang. Jangan khawatir, semuanya di bawah kendali." Tak lama kemudian, telepon Feli berdering. Nama Gesha muncul di layar. Dengan senyum licik, Feli menjawab panggilan itu. "Feli," suara Gesha terdengar tegang di ujung sana, "Apa maksud dari foto ini?" Feli tertawa pelan. "Hanya ingin memberitahumu bahwa aku akan mengendalikan situasi ini, Mom. Hera tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi, Apa Mom lupa, Hera sangat menyayangiku?" "Aku tidak suka caramu bermain-main dengan hal ini, Feli," Gesha mendesis. "Anak ini, kenapa nggak ada habisnya mempermainkanku?" "Tenang saja, Mom," jawab Feli dengan suara menenangkan. "Aku tahu apa yang aku lakukan. Percayalah, pada akhirnya aku akan mendapatkan apa yang aku inginkan." Gesha menghela napas panjang, jelas merasa kesal namun tak berdaya menghadapi keteguhan hati Feli. "Aku harap kau sadar, dengan apa yang kau lakukan, Feli. Jangan sampai semua rencana busuk mu, berbalik arah." "Aku tau apa yang aku lakukan, Mom," jawab Feli dengan nada percaya diri. "Hanya perlu waktu." Feli menutup telepon dan tersenyum puas.

Cerita bagus bermula dari sini

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN