• KAMAR 08 •

1108 Kata
Ruangan Hall Golden High, 11:00 am. Jenazah Elena kemudian dibawa oleh petugas kepolisian untuk proses otopsi karena kematiannya dinilai tidak wajar dan terindikasi sebagai kasus pembunuhan berencana. Dan setibanya petugas kepolisian kota New york di Golden High, seluruh siswa diminta meninggalkan cafetaria yang dianggap sebagai TKP untuk membantu kepolisian selama proses penyelidikan berlangsung. Kecuali para saksi utama. Alicia, Ace, Brittany, Luke, Carl (si pengaja counter cafetaria) dan kedua teman dekat Elena : Selena dan Amanda. "Bagaimana bisa, seseorang mendapatkan racun berbahaya seperti itu, detektif?" Paul Scoots, sang chief menggeleng tak habis pikir. "Ini adalah hal yang cukup serius dan aku ingin kau menangkap pelakunya sesegera mungkin." Nicholas menggumam setuju. "Sepertinya memang banyak hal yang belum kuketahui disini." Mata cokelatnya lalu melirik Alicia yang kini duduk menunggu bersama para saksi yang lainnya di pojok cafetaria. "Aku akan mulai menanyai para saksi. Mohon izin, chief," katanya tegas. Dan setelah mendapatkan persetujuan dari sang chief, Nicholas segera berjalan mendekati para saksi (yang sengaja dipersatukan pada satu meja di sudut cafetaria). Mengitari meja persegi yang (kebetulan) menjadi tempat Alicia & Brittany menikmati sarapan tadi pagi dengan dua petugas kepolisian berseragam lengkap mengawasi mereka. Detektif muda itu kemudian berhenti di hadapan mereka dan menghela napas. Rasanya seperti ia tengah dipermainkan oleh pelaku. Belum selesai kasus James, kini malah muncul kasus yang lain. Nicholas kemudian memerhatikan ekspresi siswa ini satu persatu dan menemukan pandangan mereka hanya menggambarkan kesedihan dan rasa bingung yang tak berujung. Mungkinkah salah satu di antara mereka pelakunya? Nic lalu mengeluarkan jurnal kecil dari saku jeansnya dan menatap mereka bergantian, nampak menimbang siapa yang akan diinterogasi terlebih dahulu. "Mari kita mulai dengan," "Permisi, detektif," sela Amanda. "Ya?" Nicholas dan yang lainnya menoleh ke arah gadis berambut brunette itu penasaran. Terutama Alicia, ia tidak sedetikpun melepas tatapan penuh selidik dari Amanda--yang dianggapnya memiliki gerakan mencurigakan. Amanda mengangkat tangannya ke udara dan bangkit dari kursinya. "Bolehkah aku ke toilet sebentar? Kurasa aku harus buang air." Nicholas menimbang sejenak, sebelum akhirnya memberikan satu anggukan setuju untuk gadis berambut brunette itu. "Tentu," kata Nic. Amanda segera meninggalkan cafetaria untuk buang air. Tapi perasaan Alicia dibuat gusar karenanya. Amanda pasti tidak pergi ke toilet. Alicia terus mencuri-curi pandang ke arah pintu cafetaria yang transparan, yang baru saja tertutup barusan. Aku harus membuktikannya sendiri, batin Alicia. "Baik. Sepertinya aku akan mulai interogasinya dengan..." Nic menoleh ke arah Alicia. "Alicia." Tapi gadis itu tiba-tiba bangkit dan menggeser kursinya menjauhi meja. "Maaf detektif, aku harus ke toilet!" pungkasnya terburu-buru lalu berlari secepat mungkin meninggalkan cafetaria. "Alicia! HEY!" pekik Nic di belakangnya. Gadis itu tak menghiraukan panggilan Nic di belakangnya. Ia juga mendengar beberapa u*****n kasar yang keluar dari mulut detektif muda itu untukknya. Tapi Alicia tidak peduli. Ia harus memuaskan rasa penasarannya. Pertanyaan seperti Kemana Amanda pergi dan Siapa sebenarnya Amanda benar-benar mengganggu konsentrasinya. Bahkan ketika nama Amanda Greenie disebut, Alicia merasa sudah tak asing. Seolah mereka pernah bertemu sebelumnya, mungkin di masa lalu. Alicia berjalan mengendap-ngendap layaknya pencuri yang takut tertangkap polisi sekarang. Jantungnya berdegup kencang tatkala tubuhnya mulai menjangkau posisi Amanda--yang berjalan tak jauh di depannya. Nampaknya gadis yang menggunakan jaket denim itu benar-benar akan pergi ke toilet. Karena sejauh ini, tidak ada gerakan yang mencurigakan darinya selain tangannya yang sibuk mengetikkan sesuatu di ponsel. Apakah dia sedang mengirim pesan kepada seseorang? Tanpa disangka-sangka, setelah Amanda memasukkan ponselnya ke dalam saku jaket, ia menghentikkan langkahnya dan berbalik. "Apa yang kau cari, Alicia?" cecarnya to the point. Sontak, membuat Alicia yang sedaritadi memang membuntutinya berubah gugup. Alicia gelagapan. Ia tidak menyangka, Amanda akan menangkap basahnya tengah menguntit seperti ini. "Aku, aku mau ke..." Alicia tiba-tiba menyadari sesuatu. "Hey! Bagaimana kau tahu namaku?" Suara Alicia yang tinggi langsung menggema di lorong utama yang kosong. Hanya ada mereka berdua disana. Jarak mereka yang diperkirakan kurang dari satu meter, tidak menghalangi Alicia untuk melihat wajah datar Amanda yang menyiratkan ketidaksukaan dengan kedua tangan yang dilipat di d**a. "Untuk apa kau membuntutiku?" tanyanya ketus. Alicia menggeleng cepat. "Aku tidak membuntutimu. Aku hanya akan pergi ke toilet," bohongnya. Amanda mengangkat satu alisnya. "Ternyata Elena benar," lalu tersenyum miring. "Kau adalah ancaman." "Apa maksudmu?" merasa tak terima dicap sebagai sebuah ancaman dengan begitu jelasnya oleh Amanda, Alicia beringsut mendekat dan menatap tajam ke arahnya. "Menjadi seorang murid baru yang tiba-tiba dekat dengan seorang detektif dan anak dari pemilik asrama." Amanda berdecak kesal.  "Kau pikir, kau hebat, huh?!" Alicia membulatkan matanya. Kini ia menyadari, ada banyak hal yang tidak diketahuinya di asrama ini. Dan fakta bahwa Amanda bersikap antipati kepadanya, karena kecemburuan semata. Amanda tidak menghindar karena takut tertangkap sebagai pelaku. "Aku tidak berniat untuk itu," sanggah Alicia. "Apa kau tahu seberapa besar usahaku untuk mendekati Ace?! Aku bahkan rela merendahkan harga diriku hanya untuk duduk di satu meja yang sama dengannya!" kata Amanda setengah memekik. Ia lalu terkekeh mencemooh. "Tapi kau tiba-tiba datang dan menarik perhatiannya semudah itu." Gadis berambut brunette itu menjatuhkan air matanya. "APA KAU MERASA HEBAT SEKARANG?" Pada air mata yang jatuh berikutnya, "APA KAU SENANG KARENA SAINGANMU, ELENA, SUDAH TIADA SEKARANG?!" Amanda tertawa getir. "Di dunia ini, kita memang akan selalu kalah dengan yang memiliki fisik sempurna. Bukan?" Alicia menggeleng lemah. "Tapi kau, kan, juga tidak memiliki cacat fisik," katanya berusaha menenangkan Amanda. "Kau sempurna, Amanda." Amanda mencebik. "Sudahi basa basimu itu, Alicia." ia lalu berbalik, memunggungi wajah Alicia yang mengernyit heran. "Kau tidak akan pernah tahu, bagaimana rasanya kalah dua kali dengan orang yang sama." Eh? Dua kali? Gadis berambut brunette itu kemudian hendak melangkah pergi meninggalkan lorong. Sampai dengan cepat, suara tinggi Alicia berhasil menyergahnya. "Greenie!" panggil Alicia. Amanda terdiam, tanpa memalingkan tubuhnya kepada Alicia. "Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" kata Alicia dengan nada curiga. Sementara di balik tubuhnya, Amanda menyeringai kecil dan menggeleng. Membuat Alicia semakin merasa aneh dengan hal tersebut. "Tapi kau mengatakan... Dua kali?" kata Alicia setengah memaksa. Amanda berkata, "Cobalah perbaiki ingatanmu itu, Alicia. Mungkin kau akan menemukan jawabannya," katanya datar,  lalu kakinya yang berbalut sneakers maju selangkah dan berhenti lagi. "Ah, ya, jangan memanggilku seperti itu lagi. Aku tidak suka nama Greenie yang ada di belakang namaku." Amanda berdeham pelan. "Mengingatkanku dengan seseorang di masa lalu." Amanda lalu melangkah meninggalkannya di lorong utama. Termangu sendirian. Berkalut dengan pikirannya sendiri. Bagaimana Amanda bisa mengetahui ingatanku yang bermasalah, batin Alicia. Bahkan ia sudah menjalani masa sulit ini selama bertahun-tahun lamanya pasca kejadian itu. Amanda pasti tahu sesuatu. Alicia menggumam, "Bagaimana dia tahu, soal ingatanku yang bermasalah." lalu melihat cctv di sudut lorong untuk waktu yang lama. Sampai tiba-tiba, sebuah pemikiran terbesit di benaknya karena kamera cctv itu. "Jangan - jangan, pengirim pesan misterius itu yang mengawasiku? Lalu menyebarkan data pribadiku kepada orang-orang yang menganggapku sebagai ancaman? Sial!" Alicia berbicara pada dirinya sendiri. Ia lalu berbalik, menatap lantai gazled yang pernah menjadi saksi bisu kematian James dua hari yang lalu dan berkata, . . . "Aku akan segera menemukanmu, b******k!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN