Golden High, 10:00 am
Hari ini kegiatan belajar-mengajar di Golden High berjalan seperti biasa. Mr. Wilson telah mempercayakan kasus ini sepenuhnya kepada pihak kepolisian dan sang chief menyerahkan semua kekacauan ini kepada Nicholas--detektif muda yang sedari awal sudah bertanggungjawab--atas penyelidikan kasus kematian misterius di asrama tersebut.
Alicia kini duduk di barisan paling belakang dan memandangi Mr. Payne (salah satu petinggi Golden High) yang tengah memberikan materi biologi di depan ruangan kelas. Mr. Payne termasuk pengajar yang dikenal disiplin dan tidak pandang bulu. Ia akan menghukum siswanya yang bermasalah dan tidak bisa disuap oleh setumpuk uang. "Silahkan buka buku kalian dan catat semua yang kutulis di papan tulis," perintahnya.
Sementara Mr. Payne sibuk menuliskan catatan di papan tulis, Brittany justru mengambil kesempatan ini untuk berbicara dengan Alicia yang duduk tepat di belakangnya. Brittany menengok ke samping, melihat Alicia melalui bahunya. "Alicia," desis Brittany dengan hati-hati. Sesekali matanya mengawasi tubuh Mr. Payne di depan sana, memastikan bahwa pria berkacamata itu tidak mendengar suaranya.
Alicia yang sibuk menulis catatan dari pengajarnya itu langsung mendongak dan menggumam pelan. "Hm?"
Membuat Brittany tersenyum lega, karena ia tak perlu repot-repot meninggikan suaranya di kelas pengajar paling menyeramkan di Golden High. "Apa kau okay?" tanyanya pelan, tapi terdengar jelas bahwa Britt khawatir terhadap sahabatnya itu. "Kudengar seseorang menjebakmu."
Alicia mengangguk. "Aku akan mengatasinya. Berhentilah mengkhawatirkanku, Britt," bisiknya.
Brittany kembali menatap punggung Mr. Payne di depan kelas. Sepertinya situasinya masih aman, karena pria itu tampak tak terganggu sedikitpun. Britt akhirnya memutuskan untuk kembali berbicara dengan Alicia. Kali ini ia nekat membalikkan tubuhnya, sehingga tampak jelas perubahan diri Alicia di hadapannya. "Omong - omong, aku suka gaya barumu." Brittany memuji Alicia yang kini tampil berbeda, dengan rambut yang dikuncir kuda. "Apa sesuatu, atau seseorang sudah menginspirasimu, hm," godanya.
Alicia mengembangkan senyumnya sembari menggelengkan kepala. "Aku hanya baru saja menemukan diriku," bisiknya. Ia mencondongkan tubuhnya ke telinga Britt, "dan aku tidak akan membiarkan siapapun mengambilnya dariku, lagi."
Brittany tersenyum takjub. Ia lalu membalikkan tubuhnya ke depan dan pengajarnya itu masih sibuk berkutat dengan materi biologi yang membosankan di papan tulis. Setelah mencatat beberapa bagian, rasa penasaran dalam diri Britt muncul seketika. Ia kemudian kembali memalingkan tubuhnya ke arah Alicia. "Apa kau sudah mengetahui siapa pelakunya?"
Alicia mendongak dan menggeleng lemah. "Tapi aku akan segera menemukannya," ujarnya antusias. "Aku akan mendikte kronologi dan berpikir sebagai pelakunya, untuk bisa menemukan orang itu."
Mata Brittany melebar, menatap Alicia dengan semangat. "Ide yang bagus! Apa ada sesuatu yang bisa kulakukan untukmu, Alicia?"
"Nona Scoots!" tegur Mr. Payne tiba-tiba.
Sontak membuat Brittany terkejut dan berbalik. Ia tersenyum kikuk ke arah pria berkacamata yang kini tengah menyilang kedua tangannya di d**a dan menatapnya tajam. Seisi kelaspun beralih kepadanya. "Bukankah kelasku terlalu membosankan untukmu?" tanyanya dengan penuh penekanan.
Brittany memandang Mr. Payne takut. "A-aku, maafkan aku, aku tidak--"
"Kau kuizinkan untuk keluar dari kelasku, Nona Scoots," seru Mr. Payne dengan nada tinggi. Ia tampak sangat marah di tempatnya dan semua siswa di dalam kelas hanya bisa menunduk takut saat pria itu menyampaikan perintahnya.
Terutama Brittany. Ia bangkit dari kursi dan membawa ranselnya melewati Mr. Payne dengan perasaan yang campur aduk. Takut, malu dan merasa bersalahpun menjadi satu saat dirinya berjalan meninggalkan kelas.
Gadis bernama Brittany Scoots itupun memutuskan untuk kembali ke kamarnya, lebih memilih berdiam di sana daripada harus menunggu di cafetaria dan terlihat seperti siswa yang sengaja membolos. Ia harus berjalan menyusuri lorong utama karena ruangan kelas berada di gedung yang berbeda dengan gedung asrama. Dan saat melewati lorong 001, ia mendengar suara seseorang dari dalam kamar yang menarik perhatiannya.
"Bagaimana gadis itu bisa lolos?! Seharusnya dia sudah mendekam di dalam penjara!"
Brittany yang merasa orang itu tengah membicarakan Alicia di dalam sana, segera menghentikkan langkahnya dan langsung mendekatkan telinganya pada daun pintu untuk menguping pembicaraan mereka.
"Aku tidak mau dengar alasan apapun. Alicia harus kembali ke dalam penjara atau aku akan membuatnya mati seperti yang lainnya!"
Brittany terkesiap seketika. Ia kaget setengah mati dan nyaris berteriak, jika saja ia tidak buru-buru menutup mulutnya dengan kedua tangan. Dan suara ketukan sepatu dari dalam sana yang terdengar mendekat, membuat Brittany segera berlari secepat mungkin ke kamarnya untuk bersembunyi. Siapapun yang ada di dalam sana, tidak boleh mengetahui dirinya tengah mencuri dengar pembicaraan rahasia itu.
Brittany langsung menutup pintu kamarnya dan bernafas lega saat tubuhnya bersandar pada pintu kamarnya sendiri. Kakinya melemas dan jantungnya masih berdebar kencang saat ia berhasil lari dari siapapun di dalam sana.
Namun tanpa disadari, orang itu telah menyadari keberadaan Brittany karena dirinya sempat melihat pintu kamar gadis itu yang tertutup. Ia berdiri di ambang pintu, sementara tangannya masih menggenggam ponsel.
Dengan seringaian licik pada sudut bibirnya yang tipis, ia menempelkan layar ponsel tersebut ke telinganya dan berkata, "Catat nama Brittany Scoots, sebagai korban selanjutnya." kepada seseorang di sebrang sana.
*Roomates : Secret Series update setiap hari Rabu yaaa*