Jika cinta harus datang secepat ini karena kebersamaan yang masih begitu awal, lalu bagaimana dengan cinta yang telah lama bersamanya. Hilangkah itu? atau masih ada namun perlahan tergantikan dengan cinta yang baru bersemi. Entahlah siapa yang tahu kapan cinta datang dan pergi. Mungkin cinta datang secepat angin yang berhembus, cinta juga bisa pergi seperti waktu yang berlalu. Tidak ada yang tahu. Sungguh tidak ada yang tahu.
Terkadang cinta juga tak secepat itu disadari. Cinta juga bisa disalah artikan lalu apakah cinta yang dirasakan oleh Rea saat ini? atau hanya sebuah kenyamanan yang semu. Namun bila cinta adalah sebuah kenyamanan bisakah kenyamanan yang dirasakannya sekarang ini adalah cinta?. Tidak ada yang tahu. Rea pun tidak tahu karena yang dirinya tahu kini dia adalah istri dari seorang Danis Karandio dan seorang kekasih Fahri. Hatinya masih terombang ambing antara dua lelaki yang berbeda. Dia hanya bisa menjalani semua ini dengan begitu adanya dan membiarkan waktu yang menjawab.
Pagi ini entah kenapa ada sedikit kenyamanan saat dirinya menyadari tidur dipelukan Danis. Entah sejak kapan pula tubuh rampingnya berada dalam dekapan suaminya.
“Kamu sangat tampan,” tanpa sadar Rea mengucapkan kata itu. Dirinya pun mulai diam-diam mengabsen satu persatu apapun yang ada pada wajah suaminya. Kini jari Rea berhenti tepat dibibir seksi milik Danis. Ia kembali teringat dengan kejadian beberapa hari yang lalu saat Danis menciumnya. Tanpa dapat ditahan pipinya kembali merona.
“Jangan dielus gitu bibirnya nanti ada yang bangun Yea,” teguran dari Danis membuat Rea dalam sekejap menarik tangannya. Pipinya bertambah merona.
“Kamu sudah bangun dari tadi?” tanya Rea. Seratus persen dirinya salah tingkah karena tertangkap basah sedang mengamati wajah orang yang selalu beradu mulut dengannya.
“Kamu mau dicium lagi??” Danis tersenyum menggoda meskipun matanya masih terpejam. Segera setelah itu Rea ingin sekali melarikan diri dari pelukan Danis namun tangan Danis justru semakin erat memeluknya.
“Engghhh Danis lepasin!” ketusnya.
“Suara kamu menggoda tahu nggak. Juniorku sudah bangun Rea, kamu harus tanggung jawab!” mendengar kalimat itu membuat Rea melotot. Dia tahu betul apa yang dimaksud Danis tapi dia tidak mau, untuk apa melakukan ‘itu’ kalau tidak didasari oleh cinta. Rea kembali melotot saat menyadari isi pikirannya. Apa dia berharap melakukan ‘Itu’ dengan Danis sehingga dia kecewa saat tidak ada cinta dari Danis. “Aku mau kencing, mau ke kamar mandi. Lepasin!” Rea masih sibuk mengeliat untuk melepaskan diri namun saat itu Danis baru membuka matanya.
“Jadi karena udah nggak tahan kamu sampai mau kencing, sayang?” tanya Danis sambil tertawa, ia kembali menggoda Rea yang semakin melotot. Rea tidak menyangka kalau kata-katanya tadi justru dimanfaatkan Danis untuk kembali menggodanya.
“Ayo Yea aku udah nggak tahan,” ajak Danis. Dia kembali menggoda Rea tapi sungguh dibalik setiap godaannya itu Danis memang merasa sudah sangat menginginkan Rea. Entah dari mana asal keberaniannya untuk menindih Rea namun sekarang itu sudah terjadi.
Rea kembali melotot saat merasakan ada benda keras yang menindih pahanya. Ia tahu itu sehingga membuat pipinya kembali merona.
“Nggak boleh!” Kata hati Rea. Secepat mungkin ia mengingatkan dirinya bahwa sekarang dia masih mencintai Fahri, hanya Fahri bukan Danis atau yang lainnya. Tapi kenapa dia menginginkan Danis sekarang juga. Sehingga tanpa sadar dirinnya memegang ujung tsirt Danis. Sedangkan Danis yang melihat itu segera saja meluncurkan serangan. Pertama dia kecup singkat bibir Rea, alhasil itu membuat Rea menegang. Kemudian bukan lagi kecupan yang ia berikan melainkan lumatan yang awalnya tidak dibalas oleh Rea.
“Danis,” panggil Rea saat mata hitam legam Danis menatapnya intens seakan ia takut Rea tiba-tiba menghilang. Dibelainya sayang pipi Rea yang sudah semerah tomat.
“Bolehkah??” tanya Danis dan Rea mengerti apa maksudnya. Ia mengangguk. Rea mengangguk. Tidak tahu apa yang akan terjadi setelah ini namun anggukanlah yang ia berikan atas pertanyaan Danis.
Cup
Satu kecupan lagi diberikan Danis pada Rea namun bukan bibir yang menjadi sasarannya melainkan kening. Lama tadi Danis mengecup kening Rea, itu memberikan sensasi yang sangat berbeda. Hati Rea menghangat mendapat kecupan itu. “Kamu mandi dulu, aku juga mau mandi. Jangan lupa wudhu ya kita sholat dulu.” Ucap Danis. Rea mengerti, tapi ia tidak menyangka kalau Danis begitu peduli dengan semua itu. Dengan senang hati Rea mengangguk. Danis melepaskannya.
Tidak membutuhkan waktu yang lama bagi keduanya untuk membersihkan diri. Meski perasaan Rea sempat ragu karena bagaimanapun ia adalah kekasih Fahri sampai saat ini tapi di sisi lain ada yang lebih berhak atas dirinya. Danis adalah suami sahnya. Jadi Rea meyakinkan dirinya kalau ini memang sudah menjadi kewajibannya.
Semua seperti berjalan begitu cepat. Danis meletakan telapak tangannya di atas kepala Rea. Matanya terpejam. “Sudah.” Katanya mengakhiri entah do’a apa yang ia panjatkan. Rea hanya mengangguk dan membereskan peralatan sholat mereka dan meletakannya ke tempat semula.
Danis duduk ditepi ranjang. Ia mengulurkan tangannya pada Rea. Sebenarnya diapun masih speechless dengan apa yang ia lakukan. Danis hanya mengikuti kata hatinya.
Rea menerima uluran tangan itu. Ia duduk di sebelah Danis. Ditatapnya wajah istrinya dengan tatapan entah apa, mungkin sayang tapi dirinya merasa nyaman menatap wajah itu. Wajah malu-malu yang menurutnya sangat lucu.
“Danis,” panggil Rea dengan nada yang tak pernah diprediksinya selama ini saat dirinya mulai risih diperhatikan seperti itu. Danis yang mendengarnya tersenyum karena tadi Rea memanggilnya dengan nada yang sangat manja. Danis menikmati semua sikap Rea yang terkesan malu-malu. Danis menyukai keseluruhan istrinya itu. Sampai waktunya dating, Danis tersenyum karena dirinya lah yang pertama menembus harta paling berharga milik Rea.
Kehangatan menghiasi pagi dua insan yang kini menikmati apa yang seharusnya mereka lakukan sejak menikah namun pagi ini menjadi yang pertama bagi mereka berdua. Entah tidak ada yang tahu akan seperti apa rumah tangga mereka kedepannya.
Danis mengeratkan pelukkannya, “terimakasih,” ucapnya sambil mengecup kening Rea.
Rea menganggukan kepalanya meskipun sedikit sulit karena posisinya yang berada dalam pelukan Danis. “Aku ngantuk,” gumamnya.
“Tidurlah.” Seperti sugesti, Rea benar-benar tertidur. Danis menyusul kemudian dengan posisi semakin memeluk Rea posesif. Sampai suara Karla mengintrupsi mereka. “Danis, Rea bangun nak udah jam berapa ini??” teriak Karla pada anak dan menantunya.
“Danis kamu tidak kuliah??” Teriak Karla lagi. Melihat tidak ada respon dirinya berinisiatif sendiri untuk datang ke kamar mereka tapi untung kamar tersebut terkunci.
“Danis?” suara mertuanya dan ketukan pintu membuat Rea terbangun.
“Biarin aja, aku masih mau seperti ini!” Kata Danis yang ternyata sudah bangun sedari tadi.
“Kamu nggak kuliah? Sana bangun. Aku malu sama mama kalau gini. Masa udah jam 10 siang belum bangun juga.” Omel Rea. Mendengar itu Danis terkekeh. Hatinya menghangat mendengar omelan wanitanya. Ini untuk pertama kalinya Rea mengomeli dirinya. Selama ini mereka hanya sinis-sinisan. “Iya-iya tapi morning kissnya mana??” tanya Danis yang kini sudah membuka matanya sambil menunjuk-nunjuk bibirnya. Tentu saja hal itu membuat Rea merona.
Cup. Cepat singkat padat, itulah gambaran yang pantas atas kecupan Rea tadi. Tapi Danis menikmatinya, itu terbukti dari cengiran ciri khasnya.
“Iya ma,” jawab Rea saat mertuanya kembali mengetuk pintu.
“Mama tunggu di bawah sayang.” Ucap Karla. Kemudian dirinya melangkahkan kaki meninggalkan kamar anak menantunya. Senyum tak mau berhenti dari wajah cantik Karla karena menyadari anak menantunya bangun kesiangan yang itu artinya mereka tidur bersama dalam artian yang berbeda.
Karla benar-benar merasa beruntung pagi ini karena mendapati kabar gembira seperti ini. Artinya ia akan segera menimang cucu. Ia yakin sekali dengan itu. Karla ingin sekali memberi penghargaan terhadap apa yang pagi ini telah Danis lakukan. Ia sungguh bersyukur. Maka dengan bersemangat Karla mengambil handphonya untuk memberitahu kabar gembira ini kepada suami tercintanya.
Sambil tersenyum, Karla menunggu dering demi dering sampai suara sang sguami muncul. “Papa!” tanpa sedikitpun memberi kesempatan pada suaminya untuk menyapa, karla langsung saja berteriak.
“Ada apa, Ma?” tentu saja Gandi merasa sedikit terkejut dengan teriakan istrinya itu. Karla terkekeh. Ia tahu persis suaminya baru saja terkejut kerena pekikannya. “Papa harus tahu kabar gembira ini!” kata Karla.
Gandi berdecak. Istrinya memang begini kalau sudah merasa sangat bahagia. Ia lupa diri dengan umur. “Ada apa mama?” Tanya Gandi tidak sabar.
“Papa pasti terkejut. Pa… Danis.. Tidur sama Rea!”
Gandi tidak bersuara. Bukan karena dirinya tidak bias berkata apa-apa. Tapi ia sedang menunggu Karla melanjutkan ceritanya karena kalau Gandi mencoba untuk memotong maka yang ada Karla akan marah padanya.
Tapi justru kebisuan Gandi yang membuat Karla marah. “Kenapa papa diam?” decakan sebal mengawali pembicaraan yang sempat terputus.
“Loh papa kira mama masih mau melanjutkan cerita,” balas Gandi.
Baru saja Karla akan membalas, matanya lebih dulu melihat baying Danis menuju ke dapur. “Ya sudah nanti saja mama lanjutkan ceritany di rumah. Assalamu’alaikum.” Karla menutup telponnya.