ELISA KUSUMAH POV
Sudah lima hari aku berada di lombok, ternyata yang aku kira akan mudah, malah masakah datang silih berganti.
"HAH..." aku membuang nafas kasar.
"Kangen Rifai..... Kangen nyebelin nya.... Kangen otak gesreknya......" ucap ku sedih.
Tapi tunggu, ngapain juga aku kangenin tuh orang, yang dikangenin aja ngga ngangenin, palingan sekarang lagi asik sama pacar barunya, buktinya aja selama aki disini dia ngga pernah nelpon aku sekalipun.
"Arggghhhh... Ibu.... Bunda......" teriakku tidak jelas di dalam kamar hotel, untung saja kedap suara, kalau tidak mungkin aku sudah di usir dari sini.
"Sudah jam sembilan, aku ada pertemuan penting, julian pasti udah nunggu di bawah, ngapain juga mikirin rifai, cihh cowo ngga peka gitu dipasar juga banyak." ucapku sok tegar.
Sebelum turun kebawah aku melihat diriku di cermin. Hari ini aku memakai kemeja berwarna putih dengan celana jeans berwarna sama, tidak lupa aku memakai kacamata berwarna hitam, dan ku gerai rambut hitamku, siapa tau ada turis nempel satu gitu.
Aku dan julian janji bertemu di caffe sebelah hotel tempat kami, disitu juga tempat kita mengadakan pertemuan penting.
"Selamat pagi bos." kataku penuh semangat.
"Semangat banget, kaya abis dapet bonus gaji."
"Harus semangat dong, kan tar dapet bonus dari bos." candaku.
"Haha... Boleh nanti dapet bonus kencan juga dari bos kamu."
"Maunya kamu itu mah."
"Mau dong.... Kan kamu juga masih single, ayuk ahh sarapan dulu nanti telat." ajak julian menarik tangan elis yang masih mencerna ucapan julian.
Aku memakan makananya dengan khitmad, tanpa ada yang berbicara, berbeda saat dengan keluarga erlangga, rifai yang selalu melucon, serta bunda rifai yang cerwet. Ahhhh aku rindu dengan mereka.
"Mungkin perjaan kita ada di percepat di sini."
"Benarkah?" tanyaku.
"Iya, itu berkat kerja kamu yang sangat cekatan." puji julian.
"Bisa aja tuan."
"Hey aku berkata yang sebenarnya, kamu ini sudah pandai dan menarik." rayu julian, tapi yang dirayu sedang tidak fokus, elis melihat di seberang ada pria yang sedang menyebrang, sosoknya sangat elis kenali.
"Rifai." lirih elis.
"Apa?." tanya julian bingung.
"Ah... Ngga bukan apa-apa." elak elis, dalam hatinya, tidak mungkin dia melihat rifai disini. Mungkin ia berhalusinasi saking rindunya sama cowo petakilan itu.
"Yuk kita selesaikan pekerjaan kita." ajak julian setelah selesai sarapan.
*
"Ah...... Akhirnya merdeka juga, dua hari lebih cepat dari perkiraan." ucapku senang.
"Kalau begitu, kamu bisa ambil bonus kamu." kata julian.
"Yeahhh..... Lumayan bonus buat anak di kampung." candaku.
"Ada satu lagi bonusnya, nanti malam dinner sama atasan kamu yang tampan." ucapnya percaya diri.
"Hu... Pede." ledekku.
"Nanti malam, aku tunggu di Taman belakang, bonus kamu ada disana."
"Emang bonus apa si di sana?" tanyaku penasaran.
"Kamu liat sendiri aja nanti."
***
Elis sedang menunggu kedatangan Julian di sebuah resto dekat dengan pantai. Sangat indah dan romantis suasana malam itu. Ada banyak pasangan yang sedang menikmati malam indah bersama diresto itu. Terbesit sebuah keinginan Elis memiliki kekasih. Namun hatinya terpaku pada Rifai, sahabat sedari mereka kecil. Ada rasa ingin membuang jauh-jauh perasaan nya untuk Rifai. Tapi tidak ada satupun yang bisa menggantikan sosok Rifai. Ada beberapa pria yang mendekati Elis namun entah kenapa mereka tiba-tiba menjauh tanpa alasan yang jelas. Elis membuang nafas kasar mengingat betapa ia sangat menyukai Rifai Erlangga.
"Hai, maaf lama menunggu." Julian datang dengan setelan yang menurutnya sangat tampan.
Elis tersenyum menenangkan.
"Aku belum datang lama. Lagipula disini sangat indah. Aku tidak akan bosan meski harus menunggu lebih lama lagi." Katanya dengan senyum yang sangat manis.
Julian berdeham untuk mengatur suaranya. "Kamu udah pesan sesuatu? " Tanyanya.
Elis menggeleng. "Bagaimana bisa aku memesan lebih dulu. Kamu kan yang mengajarku. Jadi aku minta ditraktir makanan paling mahal disini." Elis bergurau.
"Jadi apa bonusku?" Tanya Elis penasaran. Julian mengatakan ingin memberi bonus jika Elis mau datang ke restoran ini.
"Kita pesan makanan dulu. Aku dapet recomend kalau seafood disini paling thebest."
Elis pun mengangguk.
"Aku pesan lobster, cumi goreng, sama oseng kangkung." Elis memilih pesananya.
"Wow... Kamu banyak juga makannya. Tapi kemana perginya?" Tanya Julian melihat tubuh ramping Elis yang meskipun makan banyak tidak akan menjadi lemak.
"Dia jadi pup." Jawabnya polos.
Julian tertawa terbahak mendengarnya. "Pantas saja."
Dan beberapa menit kemudian makanan pun datang. Mereka menghabiskan makanan dengan canda gurau yang Julian lontarkan.
**
"Ah... Aku kenyang." Elis menepuk-nepuk perutnya yang terasa penuh oleh lobster dan cumi.
Julian tersenyum melihatnya. Tidak ada rasa aneh jika Elis yang melakukannya. Julian memang sengaja memesan resto ini. Karena moment yang begitu pas untuknya mengatakan cinta. Ya, Julian ingin mengatakan cinta kepada Elis. Wanita yang ia kagumi sejak SMA.
Ingin sekali ia melakukan itu sejak itu, namun penampilannya membuatnya tidak percaya diri melakukannya. Bukan hanya itu saja, Rifai yang selalu di dekat Elisa membuatnya merasa ciut jika harus berhadapan dengan Rifai yang terkenal dengan kepopulerannya.
"Apa aku boleh mengambil bonus ku sekarang? " Elisa membuyarkan kenangan masa SMA Julian.
"Oke. Aku kasih kamu bonus jadi pacar aku aja gimana?" Kata Julian terlihat serius. Namun Elis malah menanggapi jengah. Menurutnya Julian sedang bermain-main.
"Aku serius, Julian.." Kesalnya.
"Apa aku terlihat sedang bergurau?" Julian memasang wajah serius. Elis dibuat kikuk oleh Julian. Bagaimana bisa dia mengatakan cinta, yang sejatinya Elisa hanyalah bawahannya.
"Elisa Kusumah, mau berkencan denganku?" Kata Julian lagi. Elis diam mematung, ia tidak tahu harus menjawab apa. Hatinya masih untuk Rifai. Tapi jika ia terus menunggu Rifai yang tidak ada kejelasan, apa Elis akan terus menunggu?
"Aku--" Belum sempat Elis menjawab, seseorang menarik tangan Elis.
"Rifai." Elis terkejut karena ternyata Rifai datang.
"Kamu kenapa ada disini?" Tanya Elis bingung.
"Kita pulang." Rifai menarik Elis untuk mengikutinya.
"Tapi aku belum selesai bicara pada Julian." Elis menarik Rifai agar berhenti.
"Kamu milih aku apa si cupu itu?" Rifai memandang Elis yang bingung dengan sikap Rifai seperti ini.
"Tapi, Fai." Elis benar-benar bingung. Ia tidak tahu kenapa Rifai bisa semarah ini. Dan Elis juga tidak enak meninggalkan Julian. Elis pun memandang Julian. Dia tersenyum hangat.
"Pergilah, aku tidak apa-apa." Julian tersenyum meyakinkan Elisa.
Elisa pun mengangguk.
"Maaf." Katanya menyesal.
"Kita bisa bicara lain waktu--"
"Bicara saja pada pantatku. Ayo pergi." Rifai menyela, dan menarik Elisa pergi.
***
Sesampainya di kamar VVIP yang dikhususkan untuk keluarga Erlangga. Elisa memaki Rifai yang berbuat seenaknya.
"Kamu ini kenapa si, tiba-tiba datang marah-marah. Lalu menyuruh aku untuk pergi. Aku tidak enak dengan Julian. Bagaimana kalau aku dipecat karena kamu."
"Bagus dong, kamu bisa ke kantor milik bang Vano." Kata Rifai enteng dan menaruh bokongnya disofa.
"Aku ngga tahu harus gimana lagi sama kamu Rifai Erlangga. Aku mau mandiri bukan terus disokong oleh kamu dan keluarga kamu. Aku ngga mau ngerepotin kamu dan keluarga kamu." Elisa menunduk, ia menangis mengingat betapa baiknya keluarga Erlangga kepadanya, dan ia malah dengan tidak tahu dirinya menyukai salah satu anaknya.
Rifai menundukan wajahnya untuk melihat wajah Elisa yang menangis. Ia pun memeluk Elisa. "Kamu selalu bilang ngerepotin keluarga Erlangga. Apa kamu tahu, bunda selalu bilang kamu itu anugrah yang Tuhan berikan untuk keluarga Erlangga? Mereka senang dengan kehadiran kamu, tapi kamu selalu bilang merepotkan keluarga Erlangga. Kalo bunda tau pasti akan sedih." Rifai menghapus air mata Elisa.
"Tapi aku mau mandiri." Elisa menjauhkan tangan Rifai yang sedang menghapus air mata nya.
"Kamu kan udah mandiri. Mandi sendiri." Rifai bergurau.
"Kamu tuh selalu begitu, ngga pernah serius. Aku mau pergi." Elisa mendorong d**a Rifai dan hendak pergi.
"Kamu bukan mau mandiri. Kamu senangkan bisa terus menerus bersama si cupu itu? Si cupu yang menyatakan cinta kepadamu tadi."
Ucapan Rifai membuat Elisa membalikan badannya. "Bagaimana kamu bisa tau? " Tanya Elisa bingung.
Rifai menyeringai. Ia mengingat perjuangannya yang harus terkena angin pantai malam-malam hanya demi menguntit Elisa. Kemarin saat Rifai terpergok oleh Elisa ia buru-buru bersembunyi. Rifai hanya ingin memberikan kejutan untuk Elisa. Namun dirinyalah yang dibuat terkejut oleh pengakuan Julian pada Elisa. Rifai tidak tahu akan perasaannya. Ia hanya tidak suka Elisa didekati oleh pria lain selain dirinya dan keluarga Erlangga. Rifai memilih mengangkat bahu. Tentu saja dia tidak akan memberitahu jika sudah menguntit nya.
"Dan kamu sedang apa disini tiba-tiba." Elisa menyelidiki.
"Kamu ini bawel, mirip bunda tau ngga." Rifai menarik Elisa kembali untuk duduk disofa bersamanya.
"Rifai, jawab." Kesal Elisa karena Rifai tidak menjawab pertanyaannya.
"Kamu mau jawab apa perasaan si cupu itu?" Bukan menjawab Rifai malah balik bertanya. Dia juga penasaran apa yang akan Elisa jawab untuk Julian.
"Kepo." Elisa menjulurkan lidahnya meledek.
"Lagian kamu tau apa si tentang pacaran." Rifai meremehkan.
"Gimana mau pacaran kalo kamu terus nempel-nempel aku terus." Kesal Elisa sambil menaruh kepalanya dipaha Rifai.
"Aku cuma menjalankan tugas ibu negara untuk menjaga kamu dari pria m***m haus wanita berpakaian ketat." Kilahnya.
"Kalo mereka begitu, lalu kamu apa? " Tanya Elisa tentang ke playboy an sahabatnya yang tukang gonta-ganti pacar.
"Aku tuh pria baik-baik, rajin menabung, bobok jam delapan malem." Guraunya.
"Ngomong sana sama p****t panci." Jengah Elisa.
"Emang menurut kamu pacaran itu bagaimana?" Tanya Elisa penasaran.
"Ehm.. Pacaran itu ya berbagi kasih." Jawabnya ngasal.
"Kamu kalo pacaran ngapain aja?" Tanya Elisa benar-benar penasaran.
"Hm.. Nonton, dinner ,kiss--" Sebelum melanjutkan Elisa memotong dan sukses membuat Rifai tersedak.
"Seks?" Satu kata yang membuat Rifai mati kutub tidak tahu menjawab apa.
"Fai.." Elisa menunggu jawaban dengan cemas.
"I..tu, tentu saja. Saling suka dan saling sayang, why not? " Bohongnya. Rifai tidak mau direndahkan oleh Elisa.
"Makannya itu kamu tidak boleh pacaran kalo belum berpengalaman." Cengirnya dibelakang Elisa. Rifai yakin Elisa tidak akan menjalin hubungan dengan Julian. Tapi ucapannya membuat dirinya terjebak dalam situasi yang sulit.
"Kalo gitu ajarin aku biar aku berpengalaman."
_______________________