BAB 3

2119 Kata
ELISA KUSUMAH  Hari ini, hari kedua aku bekerja sebagai sekertaris di perusahaan xx, dan aku sama sekali belum tau siapa bosku, sekertaris macam apa aku ini. Aku harus bersiap-siap lebih awal karna hari ini ada meeting dengan klien penting. Dan apesnya aku harus di antar oleh rifai karna titah bunda yang tidak bisa di bantah.  Semenjak kejadian memalukan beberapa hari yang lalu gara-gara kebiasaan rifai yang suka nyelonong seenak pantatnya, aku harus menahan malu kalau bertemu dengannya, oh astaga kepolosanku direnggut oleh rifai.... bagaimana tidak, aku jadi perfikiran m***m jika bersama rifai setelah kejadian itu. Aku juga harus menghindari rifai mati-matian karna pipiku yang pasti akan sangat mereh seperti tomat busuk, kalo tidak aku bisa di ejek habis-habisan sama rifai si playboy cicak itu.  Dan yang lebih keselnya lagi, saat aku protes denganya yang suka nyelonong seenaknya dia bilang begini "ya udah si el, lagian juga kita kecil sering mandi bareng di kali, kan ngga sengaja liatnya, lagian juga rata el ngga ada yang bisa di liat. Nyebelin banget kan rifai. Emang segitu ngga menggodanya kah aku.  "ELISA.... CEPET SARAPAN UDAH TELAT." teriak si kampret rifai. "Cih! Panjang umur, baru juga diomongin." grutuku.  "ELIS...." teriaknya lagi.  "BAWEL...." ucapku tak kalah kencang.  Aku turun dengan wajah merengut. "Pagi bund." sapaku pada bunda, mengacuhkan rifai. "Pagi juga tepos." goda rifai. "Berisik kamu, aku ngga ngomong sama kamu." sungutku.  "Wleeeee...." ledeknya. "Kalian ini ngga pernah akur, minta di kawinin apa?." kesal bunda melihat rifai dan elis beragumen mulut. "Apaan si bund." rajuk elis, tapi dalam hatinya pengen. "Siapa juga yang mau dikawinin sama dia, ngga ada bagus-bagusnya, tepos rata."  "Apa yang tepos rata rifai." tanya bunda.  "Bukan apa-apa bunda." potongku cepat sebelum rifai ngomong yang tidak-tidak. "Bunda aku berangkat dulu ya." ucapku lagi, mencium pipi bunda, dan menarik rifai keluar.  Aku langsung masuk kedalam mobil tanpa menunggu rifai yang masih mengoceh entah apa di depan, aku sebal dengan mulutnya yang suka asal bicara. Apa dia ngga pernah mikir apa yang dia omongin bisa menyakiti orang lain. Tapi rifai benar. Aku emang ngga menarik dan seksi, Makanya rifai tidak melihatku sebagai wanita.  Tanpa sadar bulir air jatuh di sudut mata elis, saat itu juga rifai masuk kedalam mobil. Dengan cepat elis menghapus air matanya, ia tidak ingin rifai tau kalau sedang menangis dan pasti akan bertanya macam-macam. Elis memalingkan wajah kejendela menghindari tatapan rifai. "Masih ngambek?" tanyanya. Elis tidak menjawab ucapan rifai. "Maaf deh ngga lagi-lagi ngeledekin, jangan cemberut gitu kan katanya mau meeting sama orang penting, nanti kalo klienya ngeliat mukanya asem begitu bisa kabur loh." rifai mencolek dagu elis menggodanya. Elis menghembuskan nafas cepat, percuma saja ngambek sama rifai, toh ujung-ujungnya bakalan ngalah juga sama dia. "Udah deh jangan mulai, cepet jalan nanti aku terlambat." kataku memerintahnya. "Siap bos." Di perjalanan menuju kantor, seperti biasanya, rifai selalu bertingkah konyol membuat lelucon garing, tapi membuatku tertawa sampai menitikan air mata. Rifai paling bisa bikin mood langsung naik, tapi terkadang bikin mood jatuh. "Udah sampe nona, mau saya antar." ucapnya dengan gaya seperti supir yang mengantar majikannya. "Ngga perlu, sana katanya mau kekantor." kataku menyuruh rifai pergi. Selama papih dan kak vano di Maroko, rifai yang mengambil alih perusahaan. Meskipun rifai masih muda, masih berusia 21 tahun tapi ia sudah bisa menangani masalah perusahaan. Mungkin sudah didik oleh papih dari usia Dini. Karna bagaimana pun juga rifai akan mewarisi perusahaan papihnya, kak vano yang sudah mempunyai beberapa usaha dan perusahaan di bidang Batu bara tidak mungkin mewarisi lagi dan hanya membantu kalau sedang ada masalah. Mau tidak mau rifailah yang menjadi penerusnya.  Elis memutar bola mata, "sana pergi." usirku. "Udah di anter malah ngusir, dasar ngga sopan." sungutnya. "Bodo amat wleeee." aku menjulurkan lidah mengejek, aku buru-buru turun sebelum dapat balasan jitakan maut dari rifai. "Hehh.. Tunggu." rifai menghentikan langkahku. "Apalagi?" tanyaku sebal, rifai mengulur-ulur waktu.  "Nanti aku jemput makan siang." ajaknya.  "Ngga usah, lagian juga dari kantor kesini lumayan jauh, aku bisa makan dikantin." tolakku mengingat perjalanan dari kantornya ke kesini memakan waktu 45 menit. "Ya udah, nanti pulangnya aja aku jemput, kamu telpon kalo udah pulang." ucapnya, aku mengangguk mengiyakan.  "Masuk gih sana nanti telat, yang semangat ya meetingnya." ucapnya lagi sambil mengacak rambutku gemas.  Kamu tuh kebiasaan fai, bikin aku mikir dari semua tindakan kamu, kadang manis kadang nyebelin, jangan bikin aku berharap lebih dari semua tindakan kamu ke aku, ya ampun elis... Elis, sejak kapan jadi cewek baperan gini si. Dewi batinnya. "Hmm.. Kamu juga, hati-hati." kataku sok cuek, padahal jantungnya udah berdetak lebih cepat dari normalnya.  Rifai pun pergi. Aku masuk ke dalam kantor dengan senyum mengembang gara-gara perlakuan manis rifai. "Elisa, kamu udah ditungguin atasan kamu di ruangannya." kata mba leli salah satu teman baru elis di kantor. "Mampus mba, aku telat ya." ucapku panik.  "Hahha.. Santai lis, belom kok, pak direk cuma manggil kamu mau nanya persiapan berkas untuk meeting nanti." "Syukur deh mba lel, aku kira bakalan kena semprot padahal baru dua hari kerja." kataku mengelus d**a.  "Kamu aja yang udah panik duluan, padahal mba belum selesai ngomongnya."  "Ya maap mba, emang udah kebiasaan buruk, suka panik." "Yaudah sana, nanti kamu beneran kena semprot kalo terus-terusan ngobrol." Aku buru-buru naik ke lift, sambil melantunkan doa semoga bosnya tidak marah dan m***m. Tok tok tok  Elis sampai di depan ruangan direktur.  "Masuk." ucap seseorang dari dalam.  Sebelum masuk elis membereskan penampilannya. Bukan bermaksud untuk terlihat cantik di depan bosnya, tapi hanya ingin terlihat rapi saja di depan bosnya tanpa maksud lain.  "Permisi, pas." ucapku. Aku melihat atasanku yang sedang berdiri memunggungiku, kulihat dari tubuhnya dari belakang tidak seperti yang aku bayangkan. Aku kira bosku itu tua, gendut, dan botak. Dari yang kulihat dari belakang dari tubuh tegaknya terlihat masih muda.  "Silahkan duduk." ucapnya. Aku mengenal suara ini, ya suara yang mengobrol dengaku, julian.  "Julian, sedang apa kau disini? " ucapku tanpa sadar melihat julian di ruangan atasanku. "Menurut kamu?" tanyanya sambil tersenyum.  "Jangan bilang?" tanyaku kaget. Apa dia bosku, astaga kalo benar aku benar-benar bersalah telah memikirkan kalau ia jelek, gendut dan m***m. "Haha... Iya aku atasanmu, dan tutup mulutmu elis, kau bisa kemasukan lalat." katanya sambil terkekeh melihatku membuka mulut karena terkejut.  Aku buru-buru mengatupkan mulutku. ternyata bosku itu julian, teman SMA ku.  "Aku ngga nyangka kalo kamu itu atasanku julian, eh maksudku pak." ucapku keceplosan kalau sedang berbicara dengan atasan. "Hahaha santai saja, kalau sedang berdua jangan kaku begitu. Kesannya aku ini tua banget." katanya sambil tertawa.  "Hehe.. Bodoh banget aku kemarin pas ketemu kamu ngga mikir nanya kamu ngapain disini." kataku mengingat pertemuannya dengan julian.  "Kamu terlalu fokus Melihat penampilanku yang baru, sampai tidak sadar kalau aku dikantor tempat kamu melamar pekerjaan." "Tapi tunggu, jangan-jangan kamu yang memudahkanku mendapatkan pekerjaan ini?" tanyaku selidik. "Maaf." Aku menghela nafas, tidak ada campur tangan keluarga erlangga malah mendapat bantuan julian. "Julian, kalo aku di bantu terus, aku ngga bakal tau batas kemampuanku sendiri." sebalku.  "Eh.. Eh kamu salah faham elisa. Aku menerimamu bekerja di prusahaan ini bukan karna kamu teman sekolahku dulu, tapi aku memang tau kemampuanmu." koreksi julian.  "Kamu ini ngga pintar, tapi kamu punya kemauan yang tinggi, itu yang bikin aku suka sama kamu... Suka dengan pekerjaan kamu." katanya agak terbata. Meralat ucapannya.  Ngga pintar....  Kalau bukan atasanku sudah ku sentil tuh mulut, dia junjung tinggi dan di jatuhkan dalam satu waktu. Grutu batinku. "Sudah, kita selesaikan persiapan untuk meeting nanti."  "Siap, pak." ucapku formal karna sudah mulai bekerja.  * Waktu sudah menunjukan pukul 20:19 Dan aku masih berkutat dengan berkas sialan yang menumpuk. Ini semua gara-gara klien cerewet sialan itu, permintaan yang terlalu banyak membuatku dan para karyawan lain harus 2x lipat capenya. "Nih buat kamu." ucap julian membawa satu cangkir kopi untukku. "Terimakasih, pak." ucapku formal. "Santai, kita cuma berdua, jangan terlalu formal." katanya. Aku tersenyum membalasnya. "Udah sampai mana?" tanyanya tentang pekerjaan.  "Udah selesai. Tinggal diliat ulang takut ada kesalahan." ucapku sambil meminum kopi dari julian. "Kerjain di rumah saja kan bisa. Aku antar kamu pulang udah malem juga." tawarnya.  "Ah ngga usah, ngerepotin kamu. nanti aku naik taksi aja." tolakku halus, aku juga tidak menghubungi rifai karna masih kesal soal tadi pagi. "Jangan nolak aku ini atasan kamu, kamu ngga liat berita kemarin, perempuan di perkosan di taksi malam-malam." ucapnya. Skakmat untukku, aku tidak bisa menolaknya. Mau tidak mau aku mengikuti julian ke mobilnya. Tidak terasa perjalanan memakan waktu 30 menit untuk sampai ke rumahku, maksudku kerumah besar keluarga erlangga.  "Kamu tinggal disini?" tanyanya.  "Iya, aku tinggal disini di rumah keluarga rifai, sejak orang tuaku meninggal, aku dibesarkan di keluarga rifai." ucapku tersenyum mengingat kebaikan keluarga rifai.  "Maaf." kata julian menyesal mengingatkan elis pada orang tuanya. "Kenapa minta maaf?" tanyaku bingung. "Udah ngingetin kamu sama ibu, ayah kamu." ucapnya lagi menyesal.  "Hey, jangan bersalah gitu, gapapa kok, aku juga bersyukur dengan itu aku di pertemukan keluarga baru seperti keluarga erlangga." kataku menenangkanya, julian tersenyum mengacak rambutku.  "Aku masuk ke dalam ya, makasih udah nganterin, bye." kataku melambai tangan ke julian. "Bye." julian pergi.  Aku masuk kedalam rumah yang sudah sepi, padahal masih jam 21:23, kemana bunda? Rifai juga ngga ada. "Elis, kamu baru pulang?" ucap bunda dari arah dapur mengagetkanku. "Iya nih bund, sekalian nyelesain berkas biar besok ngga numpuk-numpuk banget, ini aja belom selesai. oh ya rifai mana bund? Kok ngga keliatan Batang idungnya." tanyaku. "Ah iya bunda lupa, ini ponsel rifai ketinggalan, kamu tolong anterin ya, dia sekarang lagi di club paradise." "Siap bund, tapi aku ganti baju sebentar ya."  "Maaf ya sayang, kamu cape-cape baru pulang kerja malah bunda suruh, abis bunda bingung mau nyaruh siapa lagi, bunda takut rifai kenapa-kenapa, kamu tau sendiri kan dunia malam gimana, kalo ngga ada ponsel tar dia ngga bisa ngehubungin siapa-siapa." ucap bunda khawatir.  "Iya bunda sayang..... Elis tau bunda khawatir sama rifai. Elis pasti anterin hp ini." kataku menenangkan bunda.  "Makasih sayang." kata bunda sambil mencium pipi elis sayang.  "Elis ganti baju dulu ya bund." pamitku mengganti baju yang lebih santai. Dikamarnya elis menggerutu kepada rifai yang begitu ceroboh meninggalkan ponselnya.  "Bund..... Elis pergi dulu." pamitku.  "Iya sayang. Tunggu.... Kamu yakin pakai baju itu." bunda melihat penampilan elis dari atas sampai bawah, yang hanya mengenakan kaos kebesaran dan celana pendek yang tertutup oleh bajunya yang terlihat tidak memakai celana.  "Kenapa bund." kataku yang juga melihat penampilannya sendiri.  "Kamu nggapapa cuma pake itu." tanyanya lagi.  "Nggapapa kok bund cuma bentar doang ini, nganterin ponsel terus pulang, lagian juga ngga bakalan ada yang berani sama elis di club milik kak vano. Bisa kelar hidup mereka yang berani noel adik perempuannya kak vano." ucapku bangga punya kakak seram seperti kak vano.  "Yaudah terserah kamu, pokoknya kamu hati-hati ya." ucap bunda mengingatkan. "Aye aye captain." * Elis sampai di club milik kak vano. Elis meliat sekeliling melihat para tamu, para wanita datang dengan pakaian kurang bahan dan makeup tebal menor. Sebenarnya yang ia kenakan juga kurang bahan, tapi karna elis orang yang terlalu malas untuk pakai yang ribet-ribet jadilah dia memakain pakaian seadanya dengan sepatu flatnya dan tanpa makeup. Sampai di dalam club elis mencari keberadaan sahabatnya, suara jedag jedug khas club malam sudah menggema seantero ruangan.  "Sial... Mana si tuh kutil." grutu elis mencari rifai. Elis membelah kerumunan orang yang sedang meliukan badan di lantai dancefloor. banyk pasang mata melihat penampilan elis yang aneh, tapi ada juga pasang mata pria yang ingin melahap elis karna tubuh Indah miliknya.  "Hai cantik, sendirian aja?" kata seorang pengunjung menggoda Elis. Elis tidak menghiraukan pria itu, ia lebih memilih mencari belahan hatinya, eh maksudnya rifai sahabatnya. "Sombong banget." ucapnya lagi dan lagi lagi di acuhnkan oleh elis.  "Ikut aku ke tempat sepi yuk, pasti kamu senang." pria itu memegang tangan elis.  Elis yang di pegang oleh orang asing lasung menghempaskan tangan orang itu. "Sopan dikit ya mas." ucap elus memperingatkan.  "Jangan sok jual mahal. Nanti aku bayar kamu minta berapa?" ucapnya kali ini bikin elis geram, elis langsung menampar keras pipinya.  Pria itu yang diperlakukan buruk oleh elis langsung geram, ia mengambil tangan elis dan mencengkram kuat tangan elis.  "Kau pikir, kau siapa hah! Berani menamparku di depan umum." ucapnya marah dan semakin mengeratkan cengkramanya, elis meringis sakit karna kuku pria itu menusuk yangannya. BHUG BHUG Pria itu terhuyung kebelakang.  "b******k, BERANINYA KAU." maki nya.  "PENGAWAL..." teriaknya, yang ternyata rifai dan menarik elis kepelukannya.  "Cepat seret dia keluar dari tempat ini." printah rifai dingin. "Siapa kau, beraninya mengeluarkanku dari tempat ini, apa kau tau, saya tamu vip di tempat ini." ucapnya menyombongkan diri.  "Siapa saya? Saya adik dari pemilik tempat ini, saya tidak peduli anda tamu vip atau apalah itu. anda saya blacklist dari tempat ini." ucap rifai lagi dengan bicara santai namun menusuk. "Jangan pernah kau sentuh dia dari tangan kotormu, kalau kau masih ingin hidup tenang. Karna dia sangat berharga untuk kau sentuh dengan tangan menjijikanmu." ucap rifai tegas, dan menekankan kata berharga.  *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN