Bab 21

1492 Kata
Pinos menyeringai, sangat licik. "Syaratnya? Ya kalian menyiapkan semua kebutuhan dan keinginan, dan salah satunya adalah menyiapkan tumbal dengan semua peralatan yang di minta." Pinos berkata dengan dingin. "Kalian juga akan membunuh jika ada perintah,” lanjut Feti dengan sorot menakutkan. Diah dan Geya seketika merinding.  "Jika begitu kapan kami akan bisa keluar?" Aarav membentak keras. Ia merasa sudah muak dengan pembicaraan ini. Mereka sama saja tak diberi pilihan sendiri, ujung-ujungnya juga ke arah ‘mati’. Bagaimana tidak jika menuruti permintaan hantu, bagaimana bisa bebas? Rasanya seperti dimanipulasi saja.  "Ya seminggu sekali." Pinos berujar sinis.  Aarav menjambak rambutnya frustasi, dia mendengus kasar. “Sungguh gila." Aarav mendesis. Aarav sangat membenci hal ini, bagaimana bisa mereka harus bersekutu dengam hantu?"Seumur hidup mereka tidak pernah berada diposisi sangat buruk seperti ini. Mereka bahkan tidak pernah membunuh. Feti maju mendekati Geya, tersenyum sinis namun tak terlihat. Feti mengelus dagu Geya dengan gerakan memanjang. "Apa kamu mau sayang?" tanya Feti menatap Geya. Geya terdiam cukup lama seakan terhipnotis oleh Geya. Diah menggeleng cepat kearah Geya, Diah memegang lengan Geya agar Geya sadar bahwa ini tak boleh terjadi. Diah tak ingin mereka bersekutu dengan hantu. "Jangan Ge." Berkali-kali Diah menggeleng kearah Geya. Geya menoleh kearah Diah dengan otaknya yang menerawang kosong, Geya bingung harus bagaimana.  Aarav menyingkirkan posisi Geya yang berada di depan, Aarav melototkan tatapan tajam kearah Feti dan Pinos. Aarav menunjuk-nunjuk Feti dan Pinos, gelap terpeta diwajahnya. "Kalian pembohong dulu ada beberapa yang bisa bebas tanpa harus tunduk dengan setan." sentak Aarav tak kalah mengerikan. Tawa Pinos meledak keras memenuhi sudut ruangan kemudian menghempaskan tangan Aarav dengan kasar sang empu hanya merintih kecil. “Hahahaha sungguh bodoh, cari tau sendiri saya pun tidak tau." Pinos berkata ketus.  "Jangan bohong." Diah menyentak keras, tak percaya. Feti memutar bola matanya malas, "Sudah cukup basa-basinya." Feti berkata sarkas. Feti dan Pinos pun mulai beranjak bangkit dari duduknya. Sebelum itu, Feti menatap Aarav, Geya dan Diah secara bergantian kemudian menyeringai puas. Feti menghunuskan tatapan sangat tajam bagai bola api yang siap untuk merenggut nyawa. "Dan tau apa tugas kami selanjutnya?"  Aarav, Diah dan Geya hanya bisa terdiam. Tak mengerti dan tak tahu apa maksud dari ucapan wanita tua itu. Aarav membalas tatapan Feti tak kalah mengerikan, berbeda dengan Geya dan Diah yang saling memeluk lengan, sedikit ketakutan dengan aura yang keluar dari dalam tubuh Feti yang tak kasat mata tetapi bisa Geya dan Diah rasakan. "Membunuh kamu." Feti menunjuk kening Diah dengan menggunakan jari telunjuknya, kuku itu terlihat rusak dan berantakan serta mengeluarkan darah sehingga darah itu tertinggal di kening Diah. Aarav yang melihat itu langsung menepis kasar tangan Feti dari tubuh Diah, Aarav bergerak menjadi temeng buat Diah yang berada di belakangnya. Aarav melayangkan tatapan mengerikan untuk Feti. “Jika lo nyentuh Diah, gue bakal bunuh lo!” Aarav membentak dengan mengerikan, tangannya mengepal, urat leher dan wajahnya menyembul keluar. Aarav marah besar. Tangan Diah bergetar begitu pun dengan tubuhnya. Matanya mulai memanas, tak menunggu lama cairan bening itu jatuh deras membasahi pipinya. Diah sangat ketakutan, dia tak ingin mati. Diah langsung memeluk Geya dari samping, Geya bahkan ikut menangis Bersama Diah. Geya membalas pelukan Diah tak kalah erat. Geya merasakan ketakutan yang sama seperti Diah. Nasib mereka benar-benar tidak beruntung sekali. Setelah Feti dan Pinos tertawa mengejek ketika mendengar penuturan Aarav. Tak menunggu lama, Feti dan Pinos secepat kilat masuk dan keluar ke semua ruangan seakan sedang bermain lari-larian. Feti dan Pinos pergi angin, tak terlihat namun auranya terasa di sekujur tubuh mereka membuat Geya, Diah, dan Aarav merinding sekali. Aarav berlari hendak masuk ke kamar. Langkahnya mendadak berhenti ketika Diah menahan tangan Aarav dengan tangannya yang bergetar tetapi Aarav menghempaskannya. Dengan kasar, Aarav langsung membuka pintu dan tepat di dalam Aarav tidak melihat siapapun, kosong tak tertinggal jejak. Aarav mengacak rambutnya asal. “Gila, mereka menghilang." Aarav menendang dinding disampingnya dengan frustasi. "Kok bisa?" Geya bertanya. Geya dan Diah berada dibelakang Aarav. Geya bahkan harus memapah Diah agar bisa berjalan, Geya tahu Diah begitu syok dengan itu, Geya merasakan ketakutaan Diah yang besar. Geya dengan setia menenangkan Diah, mengusap punggungnya berkali-kali. Aarav hanya bisa diam tak bisa menjawab kemudian terduduk dengan pasrah di salah satu sofa yang berada di kamar ini. Aarav meraup wajahnya dengan kasar, frustasi sekali dengan keadaan. "Ayo kembali turun." titah Aarav kemudian. Geya mengangguk setelahnya, Geya yang memapah Diah mulai keluar dari kamar dan Aarav kembali menutup pintu itu dengan brutal. Geya dan Diah berada di posisi depan dan Aarav sebagai pria berada dibelakang mereka untuk berjaga-jaga. Aarav menatap lama punggung Diah dengan tatapan yang sulit diartikan. Akhirnya mereka sampai juga di lantai bawah dengan selamat. "Eh tunggu, lihat Ben yok." ajak Aarav seraya menatap Diah dan Geya menunggu jawaban. Geya membalas menatap Aarav. “Pasti bakalan ngeluarin bau Rav." Geya menghela napas panjang setelahnya. Dan sejujurnya, Geya juga parnoan melihat mayat. Geya takut dengan hal-hal seperti itu. Aarav menggeleng kecil. "Baru kemarin masa langsung bau, ayo liat." ajak Aarav lagi. Melihat anggukan dari Geya, Aarav pun mengambil posisi di depan membelakangi Geya dan Diah. Selama perjalanan Geya melihat ke arah Diah yang berada disampingnya, Geya menghela napas sedih saat menyadari Diah menjadi lebih pendiam dan murung. Geya mengusap punggung Diah dengan lembut, dia mengukir senyum menenangkan ketika Diah menatap kearahnya. "Lo takut atas apa yang orang itu bilang? Nggak usah takut, ada gue dan Aarav kita pati bisa keluar dengan selamat." Geya berusaha menyemangati dengan ceria. Diah hanya bisa mengangguk dan membalas senyum Geya dengan senyum dipaksakan. Akhirnya, mereka sampai di depan pintu kamar di mana Ben di letakkan. Aarav membuka handle pintu, dan mereka masuk kamar dan ternyata kamar itu kosong tak ada apapun. Ben tak ada disana. Cukup membuat Aarav, Geya dan Diah terkejut karena tak melihat keberadaan Ben. "Di mana?" tanya Diah dan Geya berbarengan, mereka sangat syok. Jejak Ben menghilang, perasaan mereka campur aduk melihat itu.  Aarav pun terkejut. "Di mana Ben?" tanya Aarav. Tak ada yang bisa menjawab pertanyaan itu. Tak menunggu lama, mereka langsung mencari ke seluruh ruangan dan Ben tidak ada di mana-mana. Ben benar-benar hilang. "Kita harus kembali ke atas." Napas Aarav memburu, raut wajahnya sangat panik dan khawatir. Aarav sudah melangkahkan kakinya cepat untuk keluar dari kamar, dan menuju keatas namun sebelum itu Diah datang mengejar dan langsung menghentikan Aarav dengan memegang pergelangan lelaki itu. "Tunggu Rav,” ujar Diah. Aarav menyatukan alis tak mengerti. “Kenapa?"  Diah menarik napas berat. "Percuma." Bahu Diah merosot lesu. Diah menatap Aarav dengan tatapan yang sulit dimengerti. "Maksud lo?" desak Aarav. Aarav kesal karena dibuat bingung seperti ini. "Ben pasti udah jadi tumbal." Diah tercekat, dadanya sakit saat mengatakan kalimat yang paling Diah benci. Diah hancur dengan keadaan Ben yang akhirnya pergi meninggalkan mereka seperti itu. Geya mendekati Aarav dan Diah. Geya menatap Diah semakin tak mengerti. “Maksud lo apa?" tanya Geya seakan memerlukan penjelasan secepatnya. Diah menarik napas sesaknya. "Lo nggak dengar apa yang di bilang sama mereka bahwa tugas mereka menyiapkan tumbal," jelas Diah. "Tapi Ben sudah meninggal apa bisa jadi tumbal?" tanya Aarav tak mengerti. Diah hanya bisa terdiam, tak bisa menjawab. Jujur, Diah juga kurang paham tentang hal begituan. Sebenarnya sulit dimengerti, Apa bisa orang yang sudah mati menjadi tumbal? Tak mengatakan apapun, Aarav melangkahkan kakinya keluar dan berlari begitupun dengan Geya dan Diah yang mengikuti Aarav. Aarav tak memperdulikan ucapan Diah, dia tetap naik keatas untuk memastikan sesuatu. Aarav memang membenci Ben karena sudah membuatnya menjadi seperti ini tapi bukan berarti ia tega melihat cara kematian Ben yang sangat buruk. Tiba diatas, mereka mencari ke seluruh ruangan dan tetap tidak ada isi apa-apa. Semua ruangan kosong. Hingga tiba-tiba saja, suara pintu tertutup keras membuat mereka terkejut dan menoleh kearah suara itu. Ternyata pintu sampingnya tertutup sendiri, tepat berada disamping Aarav, Diah dan Geya. Mereka membeku ditempat dan dengan berani Aarav maju dan melihat apa yang terjadi diikuti oleh Geya dan Diah dari belakang. Mereka sudah mengecek tetapi tetap sama, kosong. Jadi tadi itu apa? Siapa yang membanting pintu sekeras itu? Detik yang sama, tanpa sepatah katapun Aarav, Geya dan Diah langsung berlari turun ke lantai bawah namun tetap berhati-hati kamar mereka sendiri. Buru-buru Diah menutup pintu dan mengunci pintu kamar dengan rapat-rapat. Napas mereka tersengal-sengal. "Ben kemana ya." Raut wajah Geya tampak sekali khawatir dengan keberadaan Ben yang tak diketahui. Dengan lelah, Geya jatuh terduduk di pinggiran kasur dan mengusap wajahnya kasar berkali-kali. Aarav berjalan mendekati Geya dan ikut duduk disamping Geya. Aarav mengacak rambutnya asal, frustasi. "Gue sedih dengan kematian dia yang tidak bisa di kubur dengan layak." Aarav berkata sedih. Dengan lesu, Diah juga ikut duduk di samping Geya. Mereka sama-sama frustasi. "Kita kayak udah nggak punya pilihan lain selain mati, iya nggak sih?" Diah menoleh menatap Geya dan Aarav secara bergantian. Diah melayangkan tatapan putus asanya. Aarav dan Geya hanya diam karena mereka sendiri juga tidak tahu cara untuk bisa keluar. Diah yang melihat itu hanya bisa menghela napas berat. Mati? Iya akan mati semua dan tak ada yang berakhir selamat disini hanya tunggu giliran saja.

Baca dengan App

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN