Bab 3. Ceraikan Aku, Mas!

1126 Kata
Suara ketukan sendal terdengar semakin lemah kala pintu apartemen tiba-tiba saja terbuka. Bella begitu terkejut melihat Dimas yang tiba-tiba saja menariknya untuk masuk ke dalam apartemen. Sesaat keduanya hanya diam sebelum akhirnya Bella kembali teringat dengan ucapan Dimas yang meminta bercerai. "Mas, apa kamu enggak sadar kalau kamu sudah menjatuhkan talak buat aku?" Suara Bella bergetar, ia benar-benar merasa sedih, marah dan kecewa mendengar pria yang ia anggap berada di pihaknya itu tiba-tiba saja meminta bercerai. Dimas mengusap wajahnya dengan kasar lalu menjawab, “Bella.” “Aku kecewa sama kamu, Mas. Apa salahku sampai kamu meminta cerai, apa selama ini aku melakukan kesalahan atau mungkin karena aku enggak bisa menjadi istri yang baik buat kamu?” “Bukan itu Bel, tapi—” “Tapi apa, Mas. Apa karena mamah yang nyuruh kamu ceraiin aku atau ini dari keinginan kamu sendiri?!” “Cukup Bella! Aku minta maaf, aku tahu aku salah karena mengucapkan kata yang seharusnya enggak aku ucapin.” Bella menghela napasnya, ia lalu masuk ke dalam kamar diikuti Dimas dari belakang. “Bel, kita harus bicara.” “Bicara apa lagi, Mas. Bukannya udah jelas kamu ingin cerai dari aku? Aku juga dengar saat mamah minta kamu ceraiin aku.” “Kamu kenapa si, apa-apa selalu disangkut pautin sama mamah. Sebegitu bencinya kamu sama mamah aku, Bel. Aku tahu kamu enggak suka sama mamah tapi setidaknya perlakukan mamah aku dengan baik kalau dia datang ke sini.” Mulut Bella terasa kelu, ia tak bisa membalas apa yang dikatakan oleh Dimas. Bukan karena dia tak berani membela dirinya, tapi Dimas sudah kemakan hasutan orang tuanya sendiri. “Memangnya aku memperlakukan mamah seperti apa? Apa aku harus mengikuti semua keinginan mamah di saat mamahmu selalu menghinaku. Bahkan dia dengan lantang mengatakan jika aku menghalangi niat orang tuamu menjodohkan kamu dengan seorang wanita kaya raya, sedangkan aku hanya wanita miskin dan numpang hidup sama kamu, Mas.” Sebuah tamparan mendarat di pipi Bella, ini kali pertama Dimas menamparnya. Semarah apa pun Dimas dia tidak pernah berlaku kasar kepada Bella, bahkan mengeluarkan kata kasar pun ia tidak pernah. “Cukup, Bella! Kamu udah keterlaluan menghina keluargaku. Bagiamana pun orang tuaku juga orang tuamu, mereka juga enggak mungkin menghinamu seperti itu.” Bella mengambil ponsel yang berada di atas ranjang, lalu keluar dari kamar mereka. Ini kali pertama pertengkaran Bella dan juga Dimas. Setelah lama hanya diam, kini Bella mengutarakan semua yang ada di kepalanya, meski akhirnya reaksi Dimas yang membuatnya kecewa. *** Setelah pertengkaran semalam, Bella masih melayani Dimas dengan baik dan membuatkan sarapan untuknya. Keduanya hanya diam, tidak ada yang mau memulai pembicaraan. Hingga suara bel mengalihkan perhatian mereka. Bella hanya diam tak ingin membuka pintu karena dia tahu jika Ami yang datang ke rumah mereka. Dimas menghela napasnya kemudian membuka pintu. “Pagi, Sayang. Lihat Mamah masak makanan kesukaan kamu,” ucapnya tanpa mempedulikan Bella yang sedang makan. Pun sebaliknya, Bella tak menyapa mertuanya itu. Ami mengeluarkan kotak makan, lalu menggeser piring yang berisi nasi goreng buatan Bella. Kemudian duduk di samping putra semata wayangnya. “Bella ambil sendok sama piring!” ucap Ami tanpa menoleh ke arah Bella. Bella lalu berdiri, mengalihkan perhatian Dimas. Ia berjalan ke dapur dan di ikuti Dimas di belakangnya. “Biar aku saja,” ujar Dimas merebut sendok dari tangan Bella. Bella hanya diam tak berani menatap wajah suaminya. Namun, saat Bella mengambil piring, Dimas menarik dagu Bella menatap lekat-lekat wajah istrinya itu. “Ayo, Dim. Makanannya keburu dingin!” Panggil Ami dengan nada ketus. Dimas kemudian menghampiri Ami, sedangkan Bella mengambil keranjang baju kotor, ke tempat cucian, menghindari interaksi dengan Ami atau pun Dimas. Bella menyandarkan punggungnya ke tembok mendengarkan percakapan mereka yang berada di luar. “Lihat istri kamu, enggak sopan banget, kan. Ada Mamah malah ke belakang, bukannya nyapa,” ucap Ami setelah melihat Bella tidak ada di sana. Dimas melipat bibirnya, ia tidak tahu harus menanggapi ucapan Ami seperti apa. Di satu sisi, ia ingin membela Bella. Disisi lain, Ami akan memarahinya jika ia terus membela istrinya itu. “Semalam tante Laras telepon Mamah, katanya Kiki mau tunangan sama kamu.” “Mah, aku sama Bella itu belum cerai, kenapa Mamah malah jodohin aku sama Kiki!” protes Dimas. “Kamu kan bisa jadiin Kiki istri kedua, lagi pula Bella itu nggak ada bagus-bagusnya jadi istri, nggak bisa masak, nggak bisa beres-beres, enggak patuh juga sama mertua. Enggak sadar diri kalau dia hidup dari anak siapa, kamu bisa kayak gini juga karena Mamah bukan istri kamu.” Bella meremas baju yang ia pakai, ia benar-benar sakit hati dengan apa yang diucapkan oleh Ami. Bella lalu keluar dari tempat cucian, seketika keduanya hanya diam saat melihat Bella. Sadar jika Bella mendengar percakapan mereka, Dimas pun mengikuti Bella ke kamar. “Bel,” ucap Dimas memegang tangan Bella. “Ada apa?” Bella menepis air mata yang tidak sopannya menetes ketika menatap Dimas. Dimas mengalihkan pandangannya, ia selalu menutup telinganya dari Bella. Meski pun dia tahu jika orang tuanya memang berlaku kasar dan tidak bisa menerima Bella sebagai menantu. "Bel, apa yang kamu dengar itu semuanya salah." Bella menghela napasnya, menatap kedua mata pria yang terlihat teduh. "Bagian mana yang salah, sepertinya selama ini telingaku masih bisa mendengar dengan baik. Kamu liat dan dengar sendiri kalau aku buruk di mata mamahmu, jadi bagian mana yang membuatku memperlakukan mamahmu dengan tidak baik, atau sebaliknya?" “Bisa enggak sih kamu dengerin dulu penjelasanku. Aku juga lelah Bel, aku bingung harus gimana.” "Lalu gimana sama aku, Mas. Suamiku sendiri enggak peduli sama aku dan enggak bisa jadi pelindungku. Kamu tuh cowok, Mas. Harusnya bisa menjadi kepala rumah tangga yang baik, bukannya di setir orang tuamu." "Cukup Bella!" Ami tiba-tiba saja menerobos masuk ke dalam kamar mereka. "Kamu tuh jadi istri terus-terusan membantah ucapan suami. Kamu juga Dimas diem aja, direndahin seperti itu sama istri. Lebih baik kamu ceraiin aja Bella, dari awal juga Mamah enggak setuju kamu nikah sama dia. Masih banyak cewek diluar sana yang lebih baik dari dia!" Air mata Bella sudah tak terbendung lagi, kali ini Ami sudah terang-terangan menghinanya di depan suaminya sendiri. Namun, Dimas seperti orang bodoh yang tidak bisa memposisikan dirinya sebagai anak dan seorang suami. Bella pun mengambil koper yang ada di lemari, lalu memasukkan bajunya. "Bel, apa-apa si kamu." Bella menepis tangan Dimas, lalu menggeret kopernya melewati Ami. "Bella ...!" teriak Dimas menghentikan langkah kakinya. "Kalau kamu keluar dari rumah ini, aku akan menceraikan kamu." Bella memutar tubuhnya lalu berucap, "Bukannya kamu sudah menjatuhkan talak semalam. Untuk apa aku tinggal di rumah ini dengan pria yang sudah bukan suamiku lagi." "Bel, aku—" Suara Dimas tercekat, langkahnya terasa berat ketika melihat Bella keluar dari rumahnya. "Aku ikhlas kamu ceraikan, Mas. Tapi aku tidak ikhlas dengan semua perlakuan orang tuamu."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN