Find Me, Love 1 (Flashback)

1271 Kata
Hati ini milikku, jangan membuatnya bingung dengan mencoba merayunya. ******** “Aku hamil.” Akhirnya Nadine bersuara, yang membuat Kai refleks menatapnya. “Tapi aku tidak ingin menikah denganmu ! jika bayi ini sudah lahir, kamu bisa membawanya pergi, dan aku akan melanjutkan hidupku dengan bahagia !” Nada bicara Nadine terdengar ketus, walau ia sendiri tidak yakin akan sanggup memberikan bayinya kelak. Tapi saat ini hanyalah itu kalimat yang bisa ia katakan agar Kai segera pergi. “Aku akan menemui Papamu.” Kai tidak menanggapi ucapan Nadine. “Buat apa ? Papa akan membunuhmu jika tahu aku hamil !” Nadine menatap ke arah Kai yang malah tersenyum melihat raut khawatir Nadine. “Aku tidak perduli.” Kai mencoba menenangkan Nadine. “Aku tidak mau kamu menemui Papa, aku akan ke luar negeri hingga anak ini lahir. Setelah itu aku serahkan padamu, maka semua akan baik-baik saja.” Nadine menatap Kai dengan tatapan tajam. Kai hanya mengangkat bahunya. “Aku akan temui Papamu malam ini.” Kai lalu menyalakan mobil dan segera meluncur dengan Nadine yang menggigit bibirnya bingung dan juga kesal dengan Kai yang keras kepala. Papa pasti akan murka, bisa saja Kai berakhir di Rumah Sakit, tapi Kai seolah tidak perduli. Nadine menyandarkan kepalanya mengingat malam yang di laluinya bersama Kai. Flashback Kai berjalan pelan menuju mobilnya. Kepalanya sedikit berat setelah menghabiskan dua gelas minuman keras. Tapi ia masih sadar untuk bisa mengemudikan mobilnya. Kai mengemudikan mobilnya dengan cepat. Mungkin mendengarkan suara ombak di pantai bisa meredam galaunya. Kai duduk di kursi sambil meletakan plastik berisi kaleng bir yang di bawanya. Mungkin malam ini ia akan menyewa cottage untuk menginap daripada pulang ke apartemen. Saat sedang asyik minum sambil memandang pantai yang terlihat tenang, dengan riak kecil ombaknya, tampak di kursi yang tidak terlalu jauh dari tempat duduknya, seorang wanita juga duduk. Wanita itu terlihat melamun. Kai menatapnya, seperti mengenal. "Nadine," gumam Kai setelah memastikan lagi pada penglihatannya. Ia tidak terlalu mengenal Nadine, tapi ia tahu jika Nadine adalah sekretaris Devan. Kai berdiri dari duduknya lalu berjalan mendekati Nadine. Yang di dekati tampak tidak terpengaruh. Nadine melamun. "Hai ...," sapa Kai pelan yang membuat Nadine terlonjak kaget. Memicingkan matanya sejenak melihat siapa yang ada di depannya. "Pak Kai ?" gumam Nadine saat tahu siapa yang berdiri di depannya. "Boleh aku duduk ?" Tanya Kai sambil menunjuk tempat kosong di samping Nadine. "Duduklah." Tampak Nadine tidak terlalu suka di ganggu. Ia berjalan ke pantai karena hendak mencari ketenangan. Ingin membuang kenangan bersama Devan. Ingin membuang kenyataan ternyata Devan sudah menikah. Tapi malah ada pengganggu. "Mau minum juga ?" Tanya Kai setelah duduk sambil menyodorkan kaleng bir ke tangan Nadine yang menatap kaleng itu dengan bimbang. Tapi perlahan ia mengambilnya dari tangan Kai. Walau belum pernah, apa salahnya jika malam ini ia akan mencoba meminumnya untuk pertama kali. Nadine meminumnya dan langsung bergidik karena rasanya sangat asing sekali di lidahnya. Tapi pelan-pelan terasa hangat. Ia meminumnya lagi, kepalanya sedikit berputar. "Kamu kenapa kesini ? Ada masalah ?" Tanya Kai mencoba berbicara pada Nadine walau ia juga sedang memiliki masalah. "Hmmm ... kamu pernah patah hati ?" Tanya Nadine yang di balas anggukan Kai. " Rasanya pasti sangat sakit sekali bukan ? Hahaha ... aku juga sedang patah hati, rasanya teramat sakit." Nadine kembali tertawa lalu menegak habis minumannya. Setelah itu ia jatuh tertidur. Kai menggelengkan kepalanya. Nadine sepertinya baru pertama kali minum. Reaksi pada tiap orang akan berbeda-beda. Kai lalu menggendong Nadine dan membawanya ke salah satu cottage. Malam ini ia akan menemani Nadine menginap. Tidak mungkin ia mengantar Nadine pulang, sedangkan rumah Nadine saja ia tidak tahu. Setelah masuk kamar dan merebahkan Nadine di ranjang, ia hendak pergi, tapi tangan Nadine mencengkram kuat kemejanya. Menariknya hingga ikut jatuh tertidur di samping Nadine. "Dev ... kenapa harus Rini yang kamu nikahi," igau Nadine dalam tidurnya. Kai terlihat marah mendengar nama Devan dan Rini di sebut. Lagi-lagi karena Devan. Kai mencoba melepas tangan Nadine yang malah membuka matanya menatap Kai dengan tatapan tajam. "Devan ...," ucap Nadine pelan lalu tiba-tiba mencium bibir Kai. Melumatnya kasar dan penuh emosi. Kai kaget dan mencoba melepaskan, tapi Nadine malah menamparnya dan menangis. "Saat kamu bilang, kalau kamu menyukai Rini, aku perlahan mundur. Tapi aku masih berharap bisa mendapatkan hatimu. Tapi ternyata kamu malah sudah menikah dan akan memiliki anak." Nadine memukul d**a Kai yang dalam penglihatannya adalah Devan. Kai menangkap tangan Nadine agar tenang, lalu mencium bibir Nadine lembut. Perlahan Nadine yang berontak mulai tenang. Ia membalas ciuman dari Kai. Ciuman mereka sangat panas dan penuh gairah. Kai melepaskan apa yang ada di tubuh Nadine, demikian pula Nadine yang kehilangan akal sehatnya, membuka apa yang melekat pada Kai. Malam itu menjadi malam panjang bagi mereka berdua mereguk kenikmatan dengan hati yang terluka. Bercak merah yang menempel di seprei putih, menandakan sesuatu telah hilang dari si pemilik. Pagi menyapa dengan riak ombak laut. tampak Nadine membuka matanya perlahan. Tubuhnya terasa sangat sakit. Ia melihat ke sekeliling mengapa terasa sangat asing sekali. Ia mencoba mengumpulkan ingatannya. Saat matanya melihat siapa yang tidur di sampingnya, ia lebih kaget lagi. Hampir saja ia berteriak, tapi buru-buru menutup mulutnya. Nadine membuka selimut yang menutup tubuhnya, dan tampak tubuh polosnya tanpa sehelai benangpun yang menutupi. Air mata Nadine seketika luruh. Cepat ia bangun tanpa menimbulkan suara. Nadine mengenakan lagi pakaiannya. Sebelum keluar, sempat ia melihay bercak darah yang menempel di sprei putih. Hatinya benar-benar hancur. Nadine berlari ke luar cottage, lalu menuju ke mobilnya. Menaikinya dan duduk sejenak sambil terisak. Ia benar-benar bodoh, hanya karena patah hati maka pikirannya jadi pendek. Minuman yang belum pernah ia sentuh dan rasakan selama hidupnya malah di dekatinya. Hingga berakhir pada kehilangan besar yang harus di rasakannya. Semalam, ia mengira sedang mencium Devan. Saat ciumannya di balas dengan sangat lembut, ia terbuai dan menginginkan lebih. Ia ingin Devan menjadi miliknya. Khayalan bodohnya dalam ketidaksadaran malah membuatnya hancur. Nadine menangis terisak beberapa saat. Setelah sedikit tenang, ia lalu menghapus air matanya dan mengemudikan mobilnya perlahan meninggalkan tempat yang akan selalu diingatnya. Kembali ke dalam cottage. Kai juga terbangun, menatap langit-langit kamar. Ia lalu menyadari sesuatu dan segera membalikkan badannya. Tapi yang ia cari sudah tidak ada. Kai cepat bangun dari tidurnya. Memakai kembali pakaiannya dan segera berlari keluar. Ia bertanya kepada petugas ciri-ciri wanita yang tadi malam bersamanya. Menurut petugas penginapan. Si wanita telah pergi baru saja. Kai memukul meja lalu kembali lagi masuk ke dalam kamar. Matanya menangkap bercak darah di atas kasur. Ia meremas rambutnya. "Nadine," gumam Kai pelan lalu segera mengambil kunci mobilnya dan segera keluar kamar. Setelah membayar biaya penginapan, Kai segera menaiki mobilnya, ia harus bicara pada Nadine, tapi ia sendiri tidak tahu di mana rumah Nadine dan juga berapa nomor ponselnya. Nadine yang sudah tiba di rumah, segera masuk ke dalam tanpa bicara sepetah katapun. Mamanya mengerutkan kening heran, tapi hanya mengangkat bahu lalu pergi. Mungkin masalah kantor yang sedang membuatnya stress, pikir Mama Nadine. Nadine masuk ke dalam kamar lalu menguncinya. Melepas semua yang melekat pada tubuhnya dan membuangnya ke tempat sampah, lalu berjalan menuju kamar mandi. Menyalakan shower dengan pandangan marah. Ia lalu mencuci dan menggosok kuat seluruh badannya. Hatinya makin kesal saat melihat jejak merah di sekitar buah dadanya. Tangisnya makin keras, sambil terus menggosoknya hingga sedikit lecet. Nadine lalu duduk di bawah shower dan menangis dalam keputus asaan akan tindakan bodohnya. Harusnya ia tidak kemana-mana. Harusnya ia tidur saja. Harusnya ia tidak kemana-mana sepulang kantor. Harusnya dan harusnya, rapalan kata yang keluar dari pikiran Nadine sambil terus menangis. Flashback End ******** Kiss jauh dari Author.... Jangan lupa di Tap Love ya, agar Cerita ini bisa masuk di library dan aku bisa lanjutkan menulisnya. Terimakasih sayang-sayangku.....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN