Tuan Muda Yachio?

1856 Kata
Banyak sekali orang disana. Mereka sangat sibuk, bahkan nggak peduli meski menabrak Lintang yang tengah berdiri mematung. Tatapannya kosong, tangannya berlumuran darah, bahkan bajunya juga. Baju lengan kanannya sobek karena tersangkut tadi saat memapah pamannya. Suara instruksi dokter itu semakin kencang terdengar di telinga Lintang. Dokter itu menekan berkali-kali d**a Pamannya dengan defibrilator, tapi percuma layar di monitor itu tak kembali ke posisi 98, garis pada layar itu datar dan menunjukkan angka 0. Nggak setetes pun air mata Lintang turun saat itu. Lintang hanya merasa lelah sekali, dan dia hanya merasa benar-benar kesepian saat itu. Pamannya meninggal akibat kerusuhan yang terjadi saat itu, tusukan berkali-kali dan satu luka tembak merenggut nyawanya. Lima tahun berlalu, dan semuanya nampak sama untuk Lintang. Dia tetap sendiri berada di makam pamannya. Sebulan sekali biasanya Lintang selalu mengunjungi makam pamannya. Bagaimana pun juga pamannya itu adalah satu-satunya keluarga yang dia punya. Dia dibesarkan sang paman dari kecil. Kedua orang tua Lintang mengalami kecelakaan saat ibunya tengah hamil dirinya. Seolah Tuhan sengaja membuat Lintang untung hidup sendiri, dia pun harus kehilangan pamannya begitu saja. Karena tawuran beberapa tahun yang lalu. Bisa apa Lintang? Dia terlambat datang menyelamatkan pamannya, taksi yang ia tumpangi terjebak nggak berani merangsek masuk ke arena tawuran. Terpaksa Lintang berlari menerobosnya, dan sudah mendapati pamannya yang tengah berjualan di warung jadi amukan para b*****h yang entah kenapa tiba-tiba ada di sana. Sang paman sudah terkapar berlumuran darah disekujur tubuhnya. Baru saja Lintang akan menghampiri, suara tembakan terdengar. Dengan mata kepalanya sendiri, dia melihat sang paman yang berusaha untuk berdiri, kembali terjatuh, untuk selamanya. "Maafin Lintang ya, baru kesini hari ini." Monolog Lintang sembari menabur bunga di pusara sang paman. Sesekali dia mencabuti rumput liar yang tumbuh di atas makam. Jelas sekali, Lintang sudah lama nggak mengunjungi. Karena kejadian beberapa minggu belakangan, dia nggak bisa datang. "Banyak banget yang terjadi paman, Lintang bertemu Bang Al juga Elang." Lintang tersenyum menghela napas sebentar, "Apa yang harus Lintang lakukan? Apa Lintang serahkan saja Gedung Tua itu ke Elang? Lintang beneran nggak mau lagi berurusan dengan dia. Capek. Dia udah ninggalin Lintang, dan sekarang dia muncul lagi? Demi Gedung Tua?" Lintang mendengus kesal, seperti dia sedang curhat dengan pamannya. Lintang selalu mendadak kesal setiap mengingat Elang. Kenapa semua orang yang dia cintai harus meninggalkannya? Elang yang dulunya dia pikir nggak akan pergi, malah melepasnya begitu saja. Dan sekarang dia kembali? Tiba-tiba Lintang teringat kejadian kemarin pagi saat bertemu Elang. Elang berubah drastis, kenapa? "Oh iya, menurut paman kenapa Elang tiba-tiba berubah? Dia jadi dingin sama Lintang? Apa dia marah karena Lintang selamat? Awas aja ya, pokoknya Lintang nggak akan biarin Elang dapetin Gedung Tua kalo dia belum berubah sesuai amanah Kakek." Terocos Lintang sendiri di tengah kuburan. Untung sepi, jadi nggak akan ada yang mengira Lintang gila atau mungkin lebih bahaya lagi, kesurupan. Lintang menunduk dalam, masih mencabuti rumput-rumput, berharap semuanya segera berakhir. Dia ingin segera terbebas dari Elang, tapi di sisi lain dia nggak bisa mengingkari janjinya ke Kakek Erlangga. Lintang sangat menyayangi Kakek Erlangga meski dia membenci cucunya. Cucunya Kakek Erlangga yang diam-diam selalu mengikuti Lintang. Elang selalu mengikuti Lintang ke pemakaman. Dan itu sudah terjadi selama lima tahun terakhir, juga hari ini. Seperti biasa Elang hanya duduk dalam mobilnya, sedikit menurunkan kaca mobil supaya bisa melihat Lintang. Elang rasa dia harus mengakhiri semua ini dengan segera. Dia memang b*****t, bahkan untuk mengakhiri bisnis ilegal yang selama ini ia kelola pun, rasanya masih belum sanggup. Tapi bagaimana kalau sesuatu hal buruk terjadi pada Lintang? Elang nggak akan melakukan kesalahan lagi untuk kedua kalinya. "Lo masih belum tahu siapa yang memimpin Yachio?" Elang menaikkan kaca mobil, memberi isyarat Bumi untuk kembali melajukan mobilnya, meninggalkan pemakaman, karena Lintang sudah mulai beranjak berdiri. "Belum, mereka seperti bergerak tanpa pemimpin, karena semua bisnis dijalankan dengan perwakilan. Nggak ada satu pun yang tahu siapa pemimpin Yachio, bahkan anak buah mereka sendiri." Terang Bumi membelokkan mobilnya menuju jalan tol. "Kalo gitu malam ini lo undang Ali buat datang ke Gedung Tua." "Lo serius?" Bumi sempat menoleh ke Elang yang duduk di sebelahnya saat mobil mengantri di gardu tol untuk mengambil tiket. "Gue emang benci dia, tapi musuh kita kali ini bukan Ali, Bum. Melainkan Yachi yang sudah bikin onar kemarin." "Ada satu hal yang perlu lo tahu El, mereka sering memanggilnya dengan sebutan Tuan Muda Yachio." *** Usia mereka memang terpaut jauh. Tapi jangan pernah meragukan stamina Ali. Dia tetap tangguh seperti dulu, meski kali ini harus melawan Saka yang jelas jauh lebih muda darinya. Ali berhasil membobol pertahanan Saka, merebut dengan gesit saat perhatian Saka teralihkan pada Lintang yang naik ke lantai atas masuk ke ruang rapat. Sebelum Saka menyadari kalau dia kehilangan bola, Ali sudah memasukkannya ke dalam ring. "Lo curang Bang!" rengek Saka bersungut nggak terima, hanya dibalas kekehan Ali, lalu kembali mendribel bola itu. Kali ini gantian Saka yang berusaha merebutnya dari Ali. "Kapan pertama kali lo ketemu Eza?" Ali memulai percakapan, dia masih tetap fokus, mampu berkelit dari kejaran Saka. "Ehmmm, lupa!" Jawab Saka singkat, dia menghindari tatapan mata Ali dan lebih fokus ke bola yang sedang Ali kuasai. Seperti ada yang tengah disembunyikan Saka, dan Ali tahu itu. "Kenapa lo nggak main ke rumah Eza, bentar lagi Ai lahiran." "Ehmm, nggak deh Bang. Udah bagus dia bolehin gue sekolah disini. Gue nggak akan merusak semuanya buat bertemu Bang Eza." "Kenapa lo balik ke Indo?" pertanyaan Ali ini mampu menghentikan langkah Saka. Sesaat Saka hanya diam, lalu tersenyum berujung kekehan, membuat Ali mengerutkan keningnya. "Mama juga ajuin pertanyaan yang sama. Emang kenapa kalo gue balik ke Indo? Nggak boleh?" tanya balik Saka berhasil merampas bola dari Ali. Saka mendribel bola itu menuju ring, melemparnya tapi berhasil Ali tepis dengan satu tangan. Bola menggelinding keluar lapangan. Permainan selesai. Hari semakin gelap, perlahan senja menghilang. Ali duduk di tepi lapangan, menegak sebotol air mineral yang tadi dibawakan Iqbal sebelum ia pulang. Saka menyusul duduk di sampingnya. Mata mereka menerawang jauh ke depan, dengan pikiran masing-masing. Seolah di depan sanalah tujuan mereka berada. Persis seperti apa yang pernah Saka katakan dulu. Dia ingin sekali menjadi murid biasa, bersekolah seperti yang lain, hanya memikirkan pelajaran dan pacaran. Tapi itu hal yang sungguh mustahil terjadi, bahkan setelah dia kembali ke Bandung. "Tawuran kemarin, itu ulah Erlangga?" tanya Ali tak mengacuhkan pertanyaan Saka tadi. "Kalo bukan mereka siapa? Seharusnya pertanyaan itu buat siapa namanya? Elang? Mantannya Lintang? Astaga kenapa bisa Lintang pacaran sama cowok macam itu!" omel Saka sendiri kesal. Sebenarnya jauh di lubuk hati Saka paling dalam dia cuma nggak terima kalau Lintang pernah dekat dengan si Elang Elang itu. Rasanya sudah terlalu berat kalau dia harus bersaing dengan Ali, lhah ini ngapain juga masalalu Lintang begitu sempurna? Dan bagian dari Erlangga? Ujian berat apa lagi ya Tuhan, Saka bergidik ngeri membayangkan kalau harus melawan dua laki-laki dewasa sekaligus, rasanya dia memang hanya bocah ingusan saat ini. "Gimana kalo itu bukan ulah Erlangga? Gimana kalo itu ulah Yachio Dragon yang dulu pernah menculik Tiara?" tanya Ali kali ini menoleh ke arah Saka. Ada sedikit ketegangan di wajah Saka saat Ali sengaja menyebut nama Yachio Dragon. "Yachio Dragon salah menculik orang? Yang seharusnya mereka culik itu Lintang?" tanya Saka balik. Ali mengangguk. "Apa yang dimiliki Lintang sampai Yachio harus menculiknya?" Ali nggak menjawab, beranjak berdiri setelah mendapat pesan singkat dari seseorang yang telah dia tunggu sejak kemarin. "If I Know, lo suka kan sama Lintang?" tembak Ali tepat sasaran. Saka langsung bangkit, matanya membulat menatap Ali nggak percaya. Bagaimana dia bisa tahu? Atau jangan-jangan Ali akan merestuinya? Mendukungnya untuk mendekati Lintang? Saka menyeringai lebar, membuat Ali langsung menoyor kepalanya itu. "Kalo lo bisa buktiin bisa jagain Lintang malam ini, mungkin gue bisa kasih jalan. Gimana? Deal?" *** "Mau sampek kapan kita berdiri gini Kak? Dingin ini! Ntar di dalam lo boleh kok liatin muka gue sepuasnya." Ujar Saka melipat kedua tangannya di d**a, kedinginan dia. Tapi bukannya dapat jawaban, lagi-lagi Lintang memukul kepalanya. "Lo ngomong apa lagi sama Bang Al? Bang Al seriusan nyuruh lo temenin gue disini?" cerca Lintang masih tetap nggak percaya meski Saka bahkan sudah mengantarnya sampai di rumah Ali. Saka menghela napas jengah. Gadis di depannya ini mungkin cuma usianya saja yang tua, tapi tingkahnya masih seperti anak remaja. "Lo nggak denger tadi Bang Al ngomong apa di telpon? Udah ah minggir, terserah lo, gue mau masuk laper!" omel Saka balik tak acuh, mendorong Lintang untuk menepi dari depan pintu. Saka mengambil kartu akses yang tadi diberi Ali dari celana seragamnya. Pintu terbuka, dia main masuk tanpa peduli Lintang sudah bersungut marah menatapnya kesal, sepertinya malam ini Lintang benar-benar ingin memakan Saka. Dan mau nggak mau, dia mengikuti Saka masuk ke dalam. "Kamar lo dimana?" tanya Saka setelah sampai di dapur, melempar tas rangselnya ke kursi ruang keluarga, lalu mulai membongkar isi lemari es Ali. "Ngapain tanya-tanya?" tanya balik Lintang sewot. "Mau tidur disana lah temenin lo, tugas gue kan jagain lo, Kak." Dan seperti biasa, bisa ditebak. Langkah Lintang memburu hendak kembali memukul Saka, tapi dengan gesit Saka menahan tangan Lintang, menarik Lintang sampai menabrak dadanya. Lalu tanpa ijin, dan memang Saka nggak butuh ijin, dia mengangkat tubuh mungil Lintang, mendudukkannya di atas meja dapur. Nggak perlu lagi ditanya bagaimana ekspresi Lintang. Mukanya sudah memerah antara malu juga marah. Entah kenapa tiba-tiba saja saat melihat wajah Saka sedekat sekarang, degup jantung Lintang jadi nggak karuan. Apa ini efek dia diperlakukan Saka seenak jidat? Lintang kembali sadar dan akan memukul Saka lagi, tapi langsung Saka tahan. "Lo itu kenapa sih hobinya mukulin gue mulu, gue itu pantesnya disayang, bukan dipukulin Kak!" "Gimana gue mau sayang sama lo, kalo otak lo itu nggak pernah beres? Lo nggak sopan sama gue Saka!" bentak Lintang meradang emosinya. Bagaimana bisa Ali mempercayakan keselamatannya pada bocah ingusan seperti Saka. Apa Ali nggak khawatir kalau Saka akan bertindak macam-macam? "Jadi kalo gue sopan sama lo, lo bakal sayang sama gue?" Senyuman iblis mendadak terbit di lekuk bibir Saka. Memang asyik sekali sepertinya menggoda Lintang itu. Saka rela kalau harus melawan dua laki-laki dewasa, Saka pastikan akan mendapatkan Lintang, secepatnya. "Nggak penting pertanyaan lo Saka! Lo mau jagain gue kan? Bikinin gue makanan, gue mau mandi dulu!" Lintang mendorong tubuh Saka, lalu melompat turun dari meja segera berlari ke lantai atas menuju kamarnya. Untung Saka nggak menahannya, dia membiarkan Lintang pergi begitu saja. Dia menuruti keinginan Lintang, membuat makanan dengan bahan-bahan yang tadi ia temukan di lemari es. Meski begitu Saka tetap saja menggoda Lintang dengan meneriakinya dari lantai bawah dan dibalas teriakan juga oleh Lintang. "LO MAU DIMASAKIN APA KAK?" "TERSERAH SAKA!" "NGGAK ADA MASAKAN NAMANYA TERSERAH KAK!" "UP TO YOU!" "LOVE YOU TOO, KAK!" "LO GILA SAKA!" "LOVE YOU SO MUCH, HONEY!" Begitu seterusnya sampai ponsel Saka berbunyi, panggilan masuk dari Iqbal. Saka menghentikan aktifitasnya memotong wortel sejenak, "Jadi Bang Al udah kesana? Nggak, nggak, gue akan tetap disini! Nggak ada satu pun yang bisa gangguin Lintang. Gue nggak akan biarin itu terjadi. Hahaha, siapa bilang? Itu tetap jadi tujuan gue, lo tahu betul itu. Lakuin sesuai rencana aja, Bal. Tuan Muda Yachio? Astaga siapa yang tahu? Yang gue denger dia itu ganteng sih, hahaha. Udah gue tutup, honey bunny sweety gue mau makan nih!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN