Park Richard tidak tahu bahwa respons Vanessa akan seperti itu. Dia hanya berpikir untuk mengejutkan sang klien, tidak memikirkan efeknya akan membuat perempuan itu marah.
Sungguh.
Dia menyesal.
Setelah ini, reputasinya pasti sangat buruk. Seorang laki-laki mengikuti perempuan yang disukainya sudah termasuk tindakan menguntit. Jika berada di negara asalnya, dia sudah pasti akan dilaporkan ke pihak berwajib.
Park Richard berdiri di atas pedestrian, menatap punggung Vanessa yang kian lama semakin mengecil sambil menggaruk tengkuk dan kepala. Seperti orang linglung.
Kini, dia berpikir, kenapa tidak biarkan saja Vanessa lewat dan dirinya tetap pada tujuan utama: mengunjungi teman? Jika seperti itu, sudah pasti reputasinya masih aman dan jalan untuk mendekati sang klien masih terbuka lebar.
Setelah ini, rasanya pasti canggung bahkan jika bertemu untuk urusan pekerjaan.
“Hah!” Park Richard mengeluh. Semakin sulit saja jalannya.
Ponselnya berdering. Teman yang sudah menunggunya sejak tadi, menelepon. Memarahi dirinya, karena tidak sampai juga. Padahal, menurut satpam, laki-laki itu sudah masuk ke parkiran kantor.
Park Richard tidak mengatakan apa pun. Dia memuutus sambungan setelah sang teman selesai mengoceh.
Menoleh sekali ke arah Vanessa menghilang, laki-laki itu bergegas kembali ke kantor temannya. Siapa tahu, temannya itu bisa dimintai saran. Apa yang harus dia lakukan untuk mengurangi kemarahan Vanessa, dan memperbaiki reputasinya yang sudah jatuh karena perbuatan sendiri?
Sungguh, dia tidak mau kalau sampai harus kehilangan kesempatan untuk mendekati perempuan itu. Seorang Ghina Armadia yang merupakan tipe idaman ibunya, pun tdak bisa membuatnya berpaling. Park Richard hanya menginginkan Tri VAnessa Asmawarman seorang. Bukan yang lain.
***
Vanessa memasuki hotel dengan mulut komat-kamit. Perempuan itu masih belum bisa terima atas perlakuan dua laki-laki yang tanpa sengaja ditemuinya hari ini. Laki-laki yang pertama, Raditya, berucap seolah-olah Vanessa adalah manusia paling jahat. Seakan-akan perbuatan yang dia lakukan terhadap laki-laki itu beserta istrinya adalah tanpa penyebab.
Istri, ya? Vanessa tersenyum sinis.
Hubungan yang didasari kebohongan, apakah akan bertahan lama? Vanessa penasaran, ingin menyaksikan seberapa lama mereka hidup nyaman dengan hubungan yang diciptakan di atas rasa sakit orang lain.
Lagi-lagi, Vanessa tersenyum sinis sembari memarahi diri sendiri. Memangnya, apa yang akan dirinya lakukan jika hubungan itu langgeng atau berantakan dalam sekejap? Menertawakan? Apakah dengan begitu hatinya akan puas? Dengan memecat Raditya dan memblokir segala akses kedua pengkhianat itu saja hatinya sulit disembuhkan. Bagaimana jika dirinya masih memedulikan arah hubungan pernikahan mereka?
Sudahlah, gumamnya pada diri sendiri. Buang mereka jauh-jauh. Hidup masih panjang. Yang terdekat, dia harus memikirkan cara untuk bertahan di kota kecil yang tidak pernah dia kunjungi sama sekali.
Memikirkan cara untuk bertahan sebagai pekerja tingkat bawah.
Benar.
Ada satu masalah yang harus dia pikirkan, dan hal itu menguras energinya cukup banyak. Membuat dirinya merasa marah terus menerus pada sang kakak yang telah mengambil keputusan sepihak itu.
Mada memberi tahu dirinya beberapa waktu lalu. Di Sukabumi, dia akan memulai dari bawah. Bukan sebagai manajer apalagi direktur. Kurang mengenaskan apa lagi hidupnya nanti?
Lebih parahnya, Vanessa tidak bisa tinggal di apartemen atau sejenisnya, karena di sana tidak ada fasilitas semacam itu. Hanya bisa rumah, itu pun harus menunggu beberapa waktu, karena rumah yang dibeli orang kepercayaan Mada masih dalam masa renovasi.
Lalu, di mana dia akan tinggal selama menunggu rumah selesai direnovasi? Mada bilang, dia akan tinggal di rumah mantan tukang kebun mereka. Vanessa saja lupa, siapa tukang kebun mereka yang berasal dari Sukabumi. Dia hanya tahu bahwa di rumahnya beberapa kali mengganti tukang kebun.
“Bu,” sapa salah satu karyawan hotel sambil mengangguk.
Vanessa tersenyum. Meski harinya sudah sangat buruk, dia tidak bisa melimpahkan kekesalan pada karyawan yang sudah bekerja keras untuk hotel hari ini. Apalagi, senyum karyawan yang menyapanya barusan tampak sangat tulus.
Ingin rasanya dia pulang saja. Memanjakan diri sebelum meninggalkan kota metropolitan dan segala kemudahannya. Akan tetapi, dirinya masih mempunyai banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Mau tak mau, harus tinggal di hotel dan lembur lagi.
Ayah dan ibunya beberapa kali menelepon, memintanya untuk bersantai sejenak. Saking bosannya, Vanessa sampai menjawab dengan nada tinggi, meminta mereka mengatakan hal itu pada Pratamada yang memberinya pekerjaan rumit.
Setelah itu, ayah dan ibunya belum menelepon lagi. Katanya, mereka sedang sibuk dengan agenda liburan di Eropa. Menikmati masa tua.
Vanessa iri. Dia juga ingin liburan seperti kedua orang tuanya. Padahal, tahun ini, dia sudah mengagendakan untuk liburan selama beberapa waktu ke negara-negara Eropa Barat. Sayangnya, rencana itu berantakan akibat pengkhianatan Raditya dan Cassandra. Selain itu, jika dirinya sudah menjadi pegawai yang berada di posisi paling bawah struktur organisasi, mana bisa dirinya mengajukan cuti semau diri?
Tri Vanessa Asmawarman pasrah. Dia akan mengikuti ke mana pun takdir membawanya. Jika harus menjadi pegawai biasa, maka akan dia lakukan sebaik mungkin. Sampai Mada menyesal karena telah membuangnya dan menjadikan dirinya pegawai biasa.
***
Park Richard melongo. Temannya tidak mengatakan apa pun selain menyuruhnya cepat-cepat datang. Tidak memberi tahu dirinya bahwa perempuan yang dijodohkan dengan dirinya ada di sini, di kantor temannya.
Artinya, mereka sudah saling mengenal?
Orang tuanya mengenal perempuan ini dari sang teman?
Artinya, temannya tahu tentang perjodohan itu?
Ghina Armadia duduk di sofa di ruangan kerja sang teman. Menatapnya yang baru saja masuk.
“Nggak sengaja, ya, kita ketemu di sini.” Ghina berujar dengan senyum tipis. Siapa pun yang melihatnya, pasti akan jatuh cinta jika diberi senyuman seanggun itu. Sayangnya, Park Richard hanya terkagum biasa. Perasaannya sudah dia tambatkan pada seorang Tri Vanessa Asmawarman. Perempuan yang membuatnya jatuh cinta.
“Oh, ya. Halo,” responsnya.
Jerry, temannya, menahan tawa. Melihat Park Richard kikuk adalah hiburan tersendiri. Temannya itu tidak pernah dekat dengan siapa pun. Sekalinya jatuh cinta, pada perempuan yang sulit didekati.
Menurut cerita Park Richard, perempuan yang didekatinya baru saja patah hati. Diselingkuhi pacarnya, dikhianati sahabatnya pula. Jerry langsung tahu bahwa jalan Park Richard untuk mendapatkan hati perempuan itu lumayan terjal. Dia yakin, untuk menyembuhkan luka yang sedemikian hebat, membutuhkan waktu sangat lama.
"Ke mana aja lo?" Jerry memecahkan kecanggungan yang terjadi. Tidak tega juga melihat temannya canggung di hadapan perempuan anggun itu.
"Enggak sengaja bertemu teman. Saya ajak ngobrol dulu."
Padahal, ngobrol hanya karena kebodohan Park Richard yang sudah membuat Vanessa terkejut. Lalu, merusk reputasinya sendiri dengan mengaku bahwa dia sengaja mengikuti seperti seorang penguntit.