BAB 1: PERJANJIAN

1212 Kata
“Pak?” sapa Nina dari pintu ruangan Andra. “Masuk Nin! Gimana? Diana Maya mau kan jadi brand ambassador perhiasan itu?” tanya Andra, antusias, bahkan Nina belum tiba di depan mejanya. “Bapak belum nonton tivi ya?” “Kenapa?” Nina meraih pengendali jarak jauh televisi yang tergeletak di atas meja kerja Andra, menyalakan layar yang menempel di salah satu sisi dinding. Nina lalu membuka sebuah platform media sosial, memutar salah satu video yang tengah viral dimana-mana. “Saya, Diana Maya, dengan ini menyampaikan pengunduran diri saya dari dunia modeling dan hiburan.” Andra, mematung. “Alasannya karena ingin mempersiapkan pernikahan saya dan Mas Agung sebaik mungkin.” “Hah?” Andra membelalak. Seorang reporter kembali menanyakan hal lain yang terkait. “Tidak ada paksaan dari pihak manapun, termasuk Mas Agung. Ini murni keputusan saya sendiri. Saya kan sebatang kara ya Mba, jadi saya benar-benar ingin menyiapkan hari baru saya nanti seoptimal mungkin.” Andra mendengus. Ia lalu meraih remote yang diletakkan Nina kembali ke atas mejanya. Memutus siaran berita penuh drama itu. “Jadi, dia ga mau?” tanya Andra kemudian. “Bapak masih mau saya nyoba nawarin Diana?” “Hmm. Coba saja. Ini bukan perhiasan murahan, Nin.” “Bukan itu masalahnya Pak. Dari pihak klien pun tadi menghubungi saya, mereka mau penawaran dialihkan ke Astrid Andita.” “Are you kidding me?” Nina menggelengkan kepalanya. “Sayang banget ya Pak?” “Tentang?” “Pengunduran dirinya Diana Maya.” “Itu pilihannya.” “Dan menurut Bapak tepat?” “Kamu harus ikut kursus kepribadian.” “Kok Bapak jadi belokin tema? Lagian emang kepribadian saya kenapa?” “Biar kamu bisa membaca gestur tubuh lawanmu.” Nina mengerutkan kening, menatap bingung pada atasannya. “Diana... bohong gitu Pak?” “Ngga bisa dibilang bohong juga. Hanya... itu bukan kemauannya.” Nina mengangguk-anggukkan kepala. “Kamu pacaran Nin?” “Saya ga mau pacaran sama Bapak. Ga ada di kamus saya pacaran sama bos sendiri. No way!” “Ngga nyambung!” “Terus maksud Bapak apa kalau bukan ngajak saya pacaran?” “Cari pacar yang bisa mendukungmu, bukan menjatuhkanmu. I just want to tell you that.” “Oh.” “Paham?” “Yes, Bos!” *** Diana menjalin kasih dengan Agung Nugraha, seorang Associate Producer di Selekta Entertainment, sebuah perusahaan yang juga bergerak di bidang Agensi Model dan Perfilman. Tiga tahun yang lalu, saat Diana tengah berada di puncak karir, Agung melamarnya. Dengan senang hati, tentu saja Diana menerima. Namun, setelah pertunangan itu, Agung justru memintanya mundur dari dunia modeling. Bukan tanpa alasan, tetapi Agung tak lagi ingin Diana menjadi pusat perhatian banyak pria. Itu yang dikatakan Agung. Diana paham, profesinya sebagai seorang model memang membuat Diana banyak bersinggungan dengan kaum adam. Ia pun menyanggupi, melepaskan ambisinya saat itu demi pria yang ia cintai. Ternyata, hingga tiga tahun berlalu, pernikahan yang Agung janjikan tak juga terwujud. Diana berulang kali menanyakan, apa sebab musabab yang membuat Agung berubah, sementara ia sudah kehilangan banyak hal karena melepas karirnya sesuai permintaan Agung dulu. Jengah dengan desakan Diana, Agung mencari akal. Ia meminta agar pernikahan mereka diadakan di KUA terlebih dulu. Tak ada waktu dan terlalu pusing untuk mengatur segala hal tentang pernikahan di saat pekerjaannya tengah menggunung, itu alibi Agung. Lagi, dengan bodohnya Diana menurut. Tibalah di malam sebelum hari pelaksaan janji mereka, Diana mendapatkan beberapa oleh-oleh dari teman sesama modelnya. Kue mochi khas Jepang yang sangat disukai Agung. Tak mengindahkan aturan pingitan, Diana melenggang ke tempat tinggal Agung. Namun, betapa remuk hatinya kala justru mendapati pengkhiatan sang tunangan. Seorang model yang dikenal sebagai bayang-bayang Diana sejak empat tahun lalu, Astrid, tengah berciuman dengan Agung di depan pintu unitnya. Tak hanya itu, Agung bahkan membawa Astrid masuk. Diana akhirnya sadar, Agung memintanya berhenti dari puncak karir agar Astrid bisa menggantikan posisinya. Diana tak lagi mampu menampik jika perselingkuhan kedua orang itu yang kerap menjadi rumor tak bertuan adalah benar adanya. Diana sudah membayangkan jika Agung akan mangkir dari janji mereka hari ini. Namun, sudut egonya yang tak mau merasa kalah, tetap saja sekeras batu. ‘Setelah nikah, pasti Mas Agung berubah.’ Terbukti sudah, jangankan berubah, Agung datang ke KUA pun tidak. Bahkan ponselnya mati sejak lima jam yang lalu. Lain Diana, lain pula dengan Andra. Siapa yang tak mengenal keluarga Bhadrika di dunia hiburan? Chairi Bhadrika, kakek Andra adalah pendiri perusahaan yang kini diakui sebagai perusahaan entertainment terbesar di negeri ini. Keluarga Bhadrika mungkin beruntung dalam hal materi, namun sayangnya tidak dalam hal keturunan. Chairi adalah anak tunggal, begitu pula Noah Bhadrika, ayah Andra, yang juga merupakan anak tunggal dari Chairi. Dan itupun berlaku pada Andra, ia adalah anak satu-satunya dari Noah. Jadi, jika hingga usia 30 tahun Andra belum juga menikah, tentu saja membuat seluruh keluarganya panik. Bagaimana jika keturuan mereka berakhir di Andra? Bagaimana jika Chairi wafat lebih dulu sebelum menyaksikan apakah masih ada penerusnya? Bagaimana jika Andra terlambat menikah dan butuh waktu yang sangat lama hingga bisa mendapatkan keturunan? Perlu dicatat, baik Chairi maupun Noah tak menginginkan seorang cucu yang terlahir di luar pernikahan. Dan demikianlah, hingga mereka berakhir menyedihkan karena ditinggal pasangan masing-masing di hari sakralnya. “Kita mulai dari tiga penawaran,” ujar Andra. “Silahkan istriku.” Akad nikah sudah mereka lalui. Diana diwalikan sang penghulu langsung. Sementara Noah, Ayah Andra, yang datang menyusul, bersama Seto dan Bayu asisten Diana, menjadi saksi pernikahan mereka. Keduanya kini duduk bersisian di dalam sedan mewah milik Andra. Tak seperti pasangan baru lainnya yang masih mesra dan hangat usai upacara ijab qobul, Andra dan Diana justru saling merasa canggung. “Istriku?” tegur Andra lagi. Diana tersenyum, entah mengapa, walaupun terdengar aneh, tetap saja rasa hangat menjalari tubuhnya kala mendengar Andra memanggilnya dengan kata nan indah itu. “Satu, Anda mendapatkan saya,” buka Diana. Andra terkekeh pelan. Lalu, ia mengangguk. “Dua, Anda bisa hidup bebas. Meskipun Anda tidur dengan perempuan lain, saya tidak akan mempermasalahkan.” Andra mengangguk kembali. “Ketiga, beri saya waktu paling lama enam bulan. Dan Anda bisa menceraikan saya.” Kini Andra mendengus keras. “Lalu, apa syaratmu?” tanya Andra lagi. “Percayalah padaku. Setelah ini, mungkin Anda akan mendapatkan berita-berita yang dikaitkan dengan saya. Kedua, tolong jangan bertanya apapun. Nanti saya yang akan mengatakannya sendiri pada Anda. Ketiga, jangan sampai publik tau perihal pernikahan kita selambatnya hingga waktu enam bulan saya habis.” Andra menatap lekat sepasang iris madu milik sang istri. Ada duka yang begitu dalam di sana. Andra mengangguk, mengabulkan semua permintaan Diana. “Sekarang giliranku,” ujar Andra. “Hmm.” “Penawaran pertama, kamu boleh meminta apapun padaku. Kedua, kamu boleh melakukan apapun maumu selama itu tidak mencelakakanmu. Ketiga, kamu boleh mengungkap bahwa kamu istriku kapanpun kamu mau.” “Baik,” ujar Diana. “Lalu syaratnya?” “Gunakan ini,” ujar Andra seraya menyodorkan sebuah kartu. “Aku suamimu, terlepas bagaimana kita menikah, aku tetap berkewajiban menafkahimu.” Diana mengangguk, menerima kartu berwarna hitam itu dan menyimpannya. “Aku tidak bisa mendampingimu 24 jam setiap hari, jadi aku akan menugaskan seseorang untuk menjagamu. Kamu tidak perlu tau siapa dia,” lanjut Andra. “Baik.” “Yang terakhir, tinggalah bersamaku. Aku bukan orang yang percaya jika suami istri bisa hidup di bawah atap yang berbeda.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN