episode 3

1242 Kata
"Oh, ayolah! kau tau,'kan? rumah ini begitu besar dan terlihat sangat mewah, dan kau pasti tau juga kalau semua yang ada disini itu serba mewah, termasuk menu makanannya, dan kau membawa makanan kampung begitu, kau mau membuat pemilik rumah ini masuk rumah sakit atau bagaimana setelah memakan makananmu itu," Hina Rino. Rahang Rosi mengeras karena baginya perkataan Rino merupakan penghinaan baginya. "Dia sebut makanan ibuku makanan kampung, bisa membuat orang langsung masuk rumah sakit katanya, dia pikir dia siapa bisa menghina masakan ibuku," batin Rosi tidak terima. "Tutup mulutmu b******k!" Bentak Rosi , dia menatap tajam Rino, Rino terbelalak dengan mulut menganga. "Kau pikir, kau siapa bisa bicara seenaknya tentang masakan ibuku, kau tau? ibuku memasak ini dengan ikhlas dan penuh kasih, dan kau bilang masakan ini bisa membuat orang masuk rumah sakit setelah memakannya, apa hanya karena kau seorang dokter? tidak bahkan aku meragukan kemampuan sebagai seorang dokter, kangkung itu sangat baik untuk kesehatan apa kau tau itu?! dan kau mengatakan tentang makanan mewah, maksudmu makanan berlemak yang mengandung banyak kolesterol itu yang kau bangga-banggakan, apa orang seperti mu tidak diajari cara menghargai hasil kerja orang dan yang penting lagi adalah niat baik yang tulus dari seseorang?!" Ucap Rosi meluapkan kemarahannya pada Rino. Ucapan Rosi membuat mulut Rino terbungkam, namun saat matanya melirik Fransis, emosinya justru yang menguasainya, dia tidak ingin diremehkan didepan pria yang paling dicintainya. "jaga ucapanmu!" bentak Rino. "cukup Rin! rosi benar, menghargai kebaikan orang lain tidak menjatuhkan harga diri kita bukan?" Perkataan Fransis benar-benar membuat Rino bungkam, dia paling tidak bisa bersilat lidah dengan Fransis, dalam hati Rosi tersenyum penuh kemenangan dan Rino harus terima kekalahan walau dengan perasaan dongkol. "Tuan Fransis pasti belum sarapnkan?". Tanya Rosi mengalihkan pembicaraan, Rosi bericara dengan cerianya tanpa perduli Rino yang masih dongkol dalam hati. "Hn," Jawab Fransis tak jelas. "kakak bagaimana kalau kita makan bersama-sama pasti menyenangkan," Usul Sonia. "Hn,"Jawab Fransis. Dengan penuh semangat Sonia menuruni anak tangga dan segera merebut rantang makanan itu dari Rosi. Fransis berjalan mengekor dibelakang Sonia, namun baru beberapa anak tangga dia merasakan kepala dan jantungnya berdenyut nyeri secara bersamaan membuatnya nyaris tersungkur kalau Rino tidak dengan cepat menangkapnya. "Frans," Rino khawatir melihat Fransis yang hampir jatuh. Fransis tidak merespon panggilan Rino dia terlalu sibuk dengan rasa sakitnya, Rino semakin khawatir melihat kondisi Fransis perlahan dia membalikan tubuh Fransis dan memeluknya menyandarkan kepala Fransis di dadanya, membuat Fransis terkejut dia tidak ingin selalu diperlakukan seperti perempuan yang lemah, namun tubuhnya begitu lemah tidak mau mengikuti perintah otaknya sehingga dengan pasrah dia mengikuti keinginan Rino. Sonia dan Rosi terlihat kebingungan melihat pemandangan didepannya."pasangan gay',"Batin mereka berdua. Namun dengan cepat Sonia menampik pemikiran itu, dia sangat mengenal pemuda itu dia itu masih straihg, masih normal dan menyukai perempuan bukan pecinta sesama jenis. Dia benar-benar tidak terima melihat pemuda yang dicintainya dipeluk-peluk begitu apalagi seorang pria yang sama jenis. Setelah rasa sakitnya sedikit mereda Fransis pun menarik dirinya dari pelukan Rino, dia tidak ingin ada yang salah paham dan memiliki pemikiran yang tidak-tidak tentang hubungannya dengan Rino, berbeda dengan Rino yang terlihat masih ingin mengambil kesempatan dalam kesempitan bisa memeluk pemuda yang dicintainya. Rino melihat Fransis menatapnya mintak penjelasan, Rino pun berusaha untuk menjawab jujur setengah berbohong. "Tenang, Frans, aku hanya tidak ingin kau jatuh saja." Rino berusaha menjelaskan. Namun Fransis terlihat tidak percaya dia masih menatap Rino dengan tatapan yang sama. "Apa kau masih merasa sakit?". Tanya Rino mengalihkan pembicaraan. "Hn," Jawab Fransis tak jelas. Benar-benar hilang akal kalau pemuda tercintanya sudah menjawab dengan gumaman tak jelas miliknya, dia tidak bisa menafsirkan antara iya atau tidak, diapun hanya menatap Fransis penuh tanda tanya. Fransis merasakan sebuah jari mungil sudah menggenggam jemarinya, kemudian menariknya pergi seolah memang ingin menjauhkannya dari Rino. Kemudian Fransis melihat siapa pemilik jemari itu, dia tidak terkejut lagi mengetahui bahwa jemari itu milik Sonia, gadis itu memang selalu posesif padanya, entah kenapa Fransis sama sekali tidak mengerti. Sedangkan Rino, dia terlihat kesal melihat Sonia menarik Fransis menjauh darinya, ingin sekali dia mematahkan tangan yang seenaknya menarik pujaan hatinya. "Hei, gadis kecil jangan seenaknya tarik-tarik tangan orang!!!!" Serunya. Setelah sampai dibawah tangga Sonia pun menghentikan langkahnya namun dia belum bersedia melepaskan genggamannya dari tangan Fransis. Sonia pun membalikkan badannya lalu menatap Rino sengit. "Kak, Fransis, itu calon suamiku, dia bukan gay jadi jangan seenaknya main peluk-peluk saja!" Tegasnya. Rino langsung melongo mendengar pengumuman dari Sonia yang menurutnya itu merupakan pengumuman sepihak. "A-apa? c-calon suami?" Ucap Rino tak percaya dan terkejut. Namun buru-buru Rino menghilangkan ekspresi keterkejutannya, tidak ada waktu untuk tetap mempertahankan keterkejutannya. Fransis pun sebenarnya juga terkejut namun selalu tertutupi dengan ekspresi datarnya. "Sejak kapan, Fransis, jadi calon suamimu?" Ucap rino tak terima. "Sejak saat ini, dan setelah pulang nanti aku dan kak, Fransis, akan segera menikah." Lagi-lagi pengumuman Sonia membuat tiga pasang mata terkejut dan tidak percaya dengan pengumuman Sonia yang secara tiba-tiba. "Apa kau tidak salah bicara?". Tanya Fransis memastikan. Mata mereka saling berpandangan, Sonia pun mengangguk dia tidak ingin sampai pemuda didepannya ini menggap ucapannya hanya sebagai lelucon belaka. "Aku mencintai kak, Fransis, sejak usia 9 tahun, dan sejak saat itu perasaanku padamu tidak pernah berubah, tapi aku takut untuk mengatakannya, karena aku sadar aku dan kak, Fransis, bagikan langit dan bumi, tapi hari ini aku mengakui perasaanku didepanmu, aku tidak perdui lagi apa pendapatmu, setidaknya aku merasa lega sudah mengungkapkan persaanku, dan aku serius dengan ucapanku, seandainya kau bersedia aku ingin menikah denganmu sekarang," Ungkap sSonia bersungguh-sungguh. Fransis merasa kagum pada gadis itu dengan beraninya dia mengungkapkan perasannya dan mengutarakan keinginannya untuk menikah dengan dirinya, sebenarnya dari dulu Fransis juga menyukai gadis itu namun sejak ayahnya meninggal dia selalu disibukkan dengan pekerajaan kantornya. "Aku akan menikahimu, kita akan menikah nanti sore," Ucap Fransis. Sonia tidak bisa membendung rasa harunya, seolah dia merasa berada disurga mendengar Fransis akan mengabulkan keinginannya. Kemudian Fransis memeluk Sonia, ditengah kebahagiaan mereka ada seorang yang sedang patah hati. Kemudian Sonia pun melepaskan pelukannya, dia memandang Fransis penuh tanda tanya. "Tapi bagaimana bisa secepat itu, persyaratan untuk menikah?" Ucap Sonia bingung. "Sudah selesai kita tinggal menikah". Jawab Fransis sambil membelai lembut puncak kepala Sonia, Sonia pun tersenyum bahagia, kemudian Fransis mengalihkan perhatiannya pada Rino seolah mengatakan'maaf,. Rino pun tersenyum penuh pengertian, Rino sudah mempersiapkan ini dari awal dia jatuh cinta pada Fransis, dia tau hal ini akan terjadi karena Fransis normal tidak menyimpang sepertinya. Rosi yang merasa diabaikan oleh mereka mencoba mencari perhatian. "Maaf, bagaimana denganku?" Ucap Rosi mintak perhatian. Sontak merekapun mengalihkan perhatiannya pada Rosi yang terlihat bingung dengan apa yang dibawanya, Rosi merasa lega karena akhirnya dia mendapatkan perhatian mereka kembali, namun ada hal yang mengusik Rosi, saat dia melihat Rino terlihat sedih diapun memiliki ide untuk mengiburnya dengan caranya. "Maksudku rantang ini, bisakah aku menaruhnya disuatu tempat? kalian tau ini sedikit merepotkanku," Ucap Rosi terlihat sedikit kerepotan. "Memangnya di rumah ini tidak ada pembantu yang bisa memasak, sampai harus memesan ketring segala," Sindir Rino. Meski dia mengalami patah hati tapi dia tetap saja masih bisa menyindir rantang makanan yang dibawa oleh Rosi. Ekspresi Rosi memang terlihat kesal namn sebenarnya dia cukup senang melihat Rino masih bisa menyindirnya dan tidak larut dalam kesedihannya. "Hei, pak dokter! aku belum pernah melihat ketringan menggunakan rantang makanan, atau kau pernah jadi tukang ketring?" Ucap Rosi tak kalah pedas. Rino membelalakkan matanya mendengar balasan dari Rosi, dia tidak habis pikir bagaiman pemuda itu selalu saja bisa membalas ucapannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN