SH - 05

1860 Kata
"Apa ini, Bun?" Aku baru turun dan hendak berangkat mengunjungi store. Hari ini aku berangkat siang. Di ruang makan aku menemukan Bunda sedang sibuk membungkus makanan.  "Ini makanan. Mine anterin ke Al ya."  "Hah? Ke Al? Ngapain Bunda tiba-tiba ngirim makanan untuk Al?"  Bundaku yang paling cantik sejahad raya itu malah tersenyum. "Iya soalnya Al kan lagi sibuk sama proyek film barunya."  Aku mengerutkan kening. Bunda memang tak sering memberikan Al makanan, tapi bukan tak pernah juga. Setidaknya Bunda sudah beberapa kali mengirimkan makanan untuk anak Mama Nadin itu. Tapi kali ini terasa sedikit aneh. Entahlah.  "Mine tolong anterin ya. Tau lokasi syuting Al nggak?"  Aku menggeleng.  "Bunda share loc ya."  Bunda aneh. Aku mau tak mau membawa kotak berisi makanan itu. Ya sudahlah. Singgah sebentar ke lokasi syuting Al sebelum aku mengunjungi store.  Aku sampai di lokasi dan tidak bisa langsung menemukan Al. Lokasi syuting sepertinya agak ramai hari ini. Ada cukup banyak orang membawa banner bertuliskan nama salah seorang artis yang cukup terkenal. Sepertinya project film Al kali ini menggandeng artis papan atas.  Aku mencoba menghubungi Al, tapi tak ada jawaban. Al tak menjawab panggilanku. Apa dia sibuk?  "Maaf Mas mau tanya, Aldebaran ada nggak?" Aku akhirnya putuskan untuk bertanya pada salah seorang kru yang lewat.  "Di dalam Mbak, lagi take.."  Al sedang syuting. Haruskah aku menunggu atau aku susul saja ke dalam? Tapi aku takut diusir nanti. Tapi mau sampai kapan aku di sini? Apa aku titipkan saja makanan ini pada kru? Tapi rasanya kurang puas jika tak mengantar langsung sebab ini makanan kiriman dari Bunda.  Hmmm aku hanya bisa menghela napas. Aku memutuskan untuk mengirimkan pesan pada Al. Tapi sepuluh menit menunggu tak kunjung ada balasan dari Al. Setelah menimbang akhirnya aku putuskan untuk menyusul saja ke dalam.  "Maaf Mbak, Aldebarannya ada?"  "Siapa ya, Mbak? Ada perlu apa?"  "Saya sepupunya."  "Maaf Mbak, Mas Al-nya lagi sibuk. Nggak bisa diganggu." Hanya perasaanku saja atau memang kru satu ini sedikit jutek?  "Mbak kalau tidak berkepentingan boleh pergi aja? Jangan mengganggu orang lagi syuting." Wanita itu kini mengusirku. Syuting apanya? Al saja tampak sedang berbincang dengan seorang perempuan yang kalau aku tidak salah di artis papan atas. Perempuan itu tertawa lebar sekali. Sepertinya obrolan mereka sangat seru.  "Yas!" Panggilan itu menarik perhatianku. Tampak Al dengan langkah besar menghampiriku.  "Ngapain di sini? Kenapa nggak nelfon kalau mau datang?"  Aku hembuskan napas pelan. Aku berikan kotak makanan itu pada Al.  "Dari Bunda." Aku langsung melangkah pergi. Al mengejarku, menahan tanganku.  "Kenapa? Kok langsung pergi?"  "Lo kan sibuk. Gue nggak mau ganggu kesibukan Pak Sutradara."  "Kenapa gitu ngomongnya sih?" Al mengerutkan kening.  "Gue cabut dulu." Aku abaikan pertanyaan Al.  "Ih Yas. Lo kenapa? Lagi mens?"  Sialan!  Aku menarik tanganku tapi Al malah tak mau melepaskan.  "Lepas, Al. Nggak enak dilihat orang. Gue nggak mau ya kena gosip."  "Sejak kapan lo peduli yang begituan sih? Lagian kena gosip juga kenapa.." Al mengendikkan bahunya cuek. Enak sekali dia bicara. Aku tahu ada banyak pasang mata yang sedang mengawasi kami saat ini.  "Al jangan bercanda. Kalau Nata lihat gosipnya apa lo bakal tetap setenang ini?"  Seketika Al melepaskan cengkramannya di tanganku. Oke, Al lemah jika itu soal Nata.  "Gue balik." Aku segera pergi tanpa menunggu persetujuan Al. Saat aku sampai di mobil Al menelfon.  Lama aku memandangi ponsel yang berdering. Foto Al terpampang di layar. Aku hembuskan napas pelan kemudian menyalakan mobil. Aku meninggalkan lokasi syuting tanpa menjawab telfon Al.  ...  "Nggak ada masalah kan? Untuk delay pengirimannya udah diurus. Pokoknya untuk customer prioritas yang udah PO tolong di follow up."  "Baik, Buk."  "Oke. Kamu boleh balik kerja."  "Ibuk mau dibuatkan minum apa?"  Aku mengangkat tangan. "Ntar aja."  Masih ada satu store lagi yang harus aku kunjungi hari ini. Sebenarnya aku tak punya banyak pekerjaan hari ini.  "Selamat datang.."  Aku menoleh dan cukup terkejut saat bertemu tatap dengan Nata yang baru memasuki toko. Perempuan cantik itu tersenyum ramah.  "Hai Nata.." aku menghampiri dan menyapa Nata.  "Hai, Yasmine. Wah nggak nyangka bisa ketemu sama Bos-nya langsung."  Aku tersenyum. "Mau beli tas atau mau jemput pesanan?"  "Mau lihat-lihat dulu," jawab Nata tanpa menghilangkan senyum ramah dan manis di wajahnya. Aku menemani Nata berkeliling. Akhirnya pilihan Nata jatuh pada sebuah tas dengan gaya klasik dan elegan. Sebenarnya tas itu tak terlihat seperti style seorang Nata.  “Dibungkus?”  “Iya. Boleh tolong packingnya untuk kado?” tanya Nata.  “Sure..” jawabku. Pegawaiku segera mengurus pesanan Nata. Ternyata untuk kado. Nata mengulurkan kartunya. Sempat aku melihat jari Nata. Tak ada cincin apapun di sana selain sebuah cincin polos yang melingkar di jari telunjuk kiri.  “Oh iya Yasmine, aku mau minta maaf untuk hari itu.”  Alisku otomatis terangkat. Aku tak mengerti apa yang Nata katakan.  “Beberapa minggu lalu. Waktu Yasmine datang ke apartemen untuk membangunkan Al. Aku jadi nggak enak karena datang lebih dulu.”  Aku langsung menggeleng. “Nggak usah minta maaf. Duh jadi nggak enak. Harusnya aku yang minta maaf ke Nata karena tiba-tiba datang hari itu. Nata pasti kaget..”  Nata menggeleng. “Aku pikir malah Yasmine yang kaget. Aku tau Yasmine mau datang.”  Hah? Apa Al memberitahu Nata?  “Al pernah cerita kalau Yasmine banyak nolongin dia. Jadi nggak heran kalau Yasmine datang ke apartemen Al..”  Ohh begitu. Aku hanya bisa tersenyum sembari menampilkan gigi. Aku harus mengatakan apa?  “Yasmine kayaknya orang yang paling dekat sama Al ya? Soalnya selama ini Yasmine satu-satunya orang yang pernah Al sebut namanya. Al nggak pernah cerita tentang sepupunya yang lain. Yasmine pasti tau banyak soal Al..”  Apa aku tahu banyak tentang Al?  “Terima kasih.” Nata menerima paper bag-nya. “Makasih ya Yasmine udah nemenin milih tas hari ini. Tersanjung rasanya ditemenin langsung sama pemilik toko. Kita belum sempat makan bareng kan? Kapan-kapan kita harus makan siang bareng ya. Hari ini sayangnya aku udah ada janji.”  Lihatlah bagaimana cerdasnya Nata. Ia mahir bicara dan aku yakin sekali dia orang yang cerdas dalam bergaul. Nata pasti punya banyak teman. Aku kagum padanya. Mungkinkah ini hal yang Al suka dari Nata? Mungkinkah Al jatuh cinta pada Nata karena kecerdasannya?  Aku mengantar Nata dengan senyuman. Ia masuk ke dalam mobil. Lihatlah, bahkan perempuan seperti Nata saja mengendarai mobilnya sendiri. Dia benar-benar mandiri. Wajah saja jika dia bisa meluluhkan Al. Siapa yang tak akan luluh pada perempuan luar biasa seperti itu?  …  Keinginanku untuk pulang terpaksa batal karena ada undangan dadakan yang harus aku hadiri. Sebuah private party salah seorang elit klien G-Building. Tak hanya G-Jewelry saja, tapi G-Building. Klien satu ini bekerja sama dengan semua cabang bisnis kami.  Aku turun dari mobil. Tadi sebelum ke sini aku sempatkan untuk mengganti pakaian di salah satu butik kenalan keluargaku. Itu butik terdekat yang bisa aku dapatkan.  Mobil-mobil mewah terpakir rapi di halaman luas milik Pak Lantawi atau yang akrab disapa Mister Lan itu. Pelayan mengantarku ke taman belakang rumah tempat pesta diadakan. Ini benar-benar private party karena diadakan di rumah Mister Lan sendiri.  “Yasmine..” Mister Lan langsung menyambutku dengan rona bahagia pada wajahnya.  Aku tersenyum padanya dan juga istrinya yang berulang tahun hari ini. Aku tak tahu kenapa pesta ulang tahun istri Mister Lan diadakan sangat private tahun ini. Biasanya pesta ulang tahun keluarga mereka selalu dirayakan dengan besar-besaran.  “Happy birthday Mrs Lan. You look so beautiful today.” Aku memberikan pelukan pada istri Mister Lan. Perempuan yang berada di awal usia 50-an itu tersenyum.  “Thank you for coming. You look gorgeous as always.”  Aku tersenyum mendengar pujian Mrs Lan. Tak lupa aku memberikan hadiah yang aku bawa tadi. Mrs Lan bukan orang yang ribet. Yang aku tahu dia tipe orang yang suka hadiah simple. Meski selalu mengadakan pesta besar-besaran, tapi dia suka sesuatu yang sederhana. Aneh kan?  “Makasih ya Yasmine. I’ll definitely love your gift.” Ia tersenyum dengan sangat ceria.  “Yasa!” Mister Lan tampak memanggil seseorang. Pria muda dengan pakaian jas rapi kemudian menghampiri kami.  “Yasmine kenalkan ini Yasa, putra saya yang paling bungsu. Yasa kenalkan ini Yasmine, putri-nya Om Javier.”  Yasa mengulurkan tangannya padaku. Dia terlihat cukup ramah. Aku menyambut uluran tangan Yasa.  “Yasa Hara Lantawi,” Yasa menyebut namanya.  Aku tersenyum dan mengangguk pelan. “Yasmine..”  Ini pertama kali aku bertemu Yasa. Setahuku Mister Lan punya 3 orang anak dan semuanya laki-laki. Aku cukup sering bertemu dua anak Mister Lan lainnya tapi baru kali ini bertemu Yasa. Kalau aku tak salah dia selama ini bekerja di perusahaan mereka di luar negeri.  Selesai berkenalan denganku, Yasa pamit. Dia menghampiri tamu lain yang mungkin adalah teman-temannya.  “Anak muda jaman sekarang..” Mister Lan geleng-geleng sembari tersenyum. Sepertinya Mister Lan sangat bangga sekali pada anaknya.  “Silahkan nikmati hidangannya ya Yasmine. Kami ke sana dulu..”  “Iya. Terima kasih.” Kini aku sendiri di sini. Dan aku benar-benar terkejut sekarang. Aku tak tahu apa ini sebuah kebetulan atau tidak. Aku kembali bertemu dengan Nata. Ya Nata. Rasanya aku terlalu sering bertemu Nata akhir-akhir ini.  Aku tanpa sadar memperhatikan Nata yang sedang berbincang dengan Mister Lan dan istrinya. Apa hadiah yang Nata beli tadi adalah hadiah untuk Mrs Lan? Aku tak tahu kalau Nata mengenal keluarga ini. Bukan apa-apa, masalahnya aku tak pernah melihat Nata hadir di pesta-pesta sebelum ini. Aku yakin aku tak pernah melihat Nata di pesta Mister Lan yang lain.  Lama aku memperhatikan interaksi orang-orang itu. Nata terlihat cukup akrab dengan pasangan suami istri itu. Nata terlihat tersenyum manis di sepanjang obrolan mereka. Aku spontan saja mengikuti pergerakan Nata. Dia menghampiri Yasa dan berbincang dengan putra bungsu Mister Lan itu.  Hmm entahlah. Untuk apa juga aku memperhatikan mereka? Aku beranjak untuk mengambil hidangan yang disediakan.  Cookiesnya enak. Tiba-tiba aku jadi ingin belajar membuat cookies.  …  “Maaf Nona Yasmine..” aku menoleh ke belakang. Membatalkan niat masuk ke dalam mobil. Seorang pria mengulurkan sebuket bunga. Tidak besar tapi tidak kecil juga.  “Untuk saya?” tanyaku terkejut.  Pria itu mengangguk dan tersenyum malu-malu.  “Untuk apa?” Jelas saja aku bingung. Bukan aku yang berulang tahun.  “Saya hanya ingin memberikannya.” Aku tak tahu apa aku harus menerima bunga ini. Akhirnya aku menerima bunga itu. Pria itu kemudian meminta nomor telfonku.  “Hmm excuse me..” tiba-tiba Yasa sudah berdiri di sampingku. Aku tak menyadari kedatangannya barusan. “Maaf menyela, but she is with me,” ucap Yasa pada si pria yang aku tak tahu namanya ini.  Si pria terlihat terkejut kemudian dia tampak agak kesal. Akhirnya pria itu pergi.  Apa aku harus berterima kasih pada Yasa?  “It’s oke. Orang-orang seperti itu memang harus dipatahkan dari awal,” ujar Yasa tiba-tiba. “Bersikap baik hanya karena kita tidak tega kadang bisa membuat orang salah paham.”  Apa maksudnya?  “Yasa..”  Aku dan Yasa menoleh. Nata lagi?  “Hai Yasmine..” Nata menyapa. Aku tersenyum.  “Oh kalian kenal?” tanya Yasa.  “Ya kebetulan,” jawab Nata. Yasa manggut-manggut. Aku harus pergi sekarang.  “Hmm terima kasih atas bantuannya,” ucapku pada Yasa. Meski aku sendiri tak yakin apa aku perlu berterima kasih padanya. “Aku pergi dulu, Nata.” Aku segera masuk ke dalam mobil kemudian meninggalkan pekarangan rumah Mister Lan. Aku sedang tidak dalam mood untuk beramah-tamah.  *** 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN