"Satu, Mas. Seperti biasa lebih banyak kacang tanah dan daun bawangnya," pesan Om Reyhan. Lila menyenggolkan pundaknya ke pundakku, bibirnya senyum-senyum menggoda. Aku memelototinya. Lila langsung menutupi bibirnya dengan telapak tangan. Si penjual mengangguk pada Om Reyhan, tangannya bergerak mempersilakan ke bangku panjang gak jauh dari aku dan Lila duduk. Tatapan Om Reyhan terarah ke penjual kopi di seberang jalan, dia mengangkat tangannya ke udara dan berseru, "Ko-piii, Maaas! Seperti biasa tidak banyak gula." "Nggeh, Mas, segera dibuatkan!" sahut lelaki di seberang jalan, berjualan menggunakan motor, tengah ngetem di pelataran masjid Takwa. Om Reyhan menatap penjual bubur ayam yang tengah membuatkan pesanannya, dan saat tatapannya tertuju ke arahku yang sejak tadi memperhatik