Scandal Reza 4

1348 Kata
Beruntung sekali tak lama setelah itu, Ibu pulang dari kerjanya, sehingga semua bisa berjalan normal seperti sedia kala. Namun ternyata keadaan itu tidak berlangsung lama. Kira-kira pukul setengah sebelas malam, aku tersentak saat tiba-tiba mendengar suara-suara yang memerindingkan buku roma dari kamar kakak iparku. Suara rintihan, desahan dan lenguhan seperti itu, sebenarnya dulu sudah sering aku dengar saat Kak Andy ada di rumah. Dan dalam kurun waktu beberapa minggu atau bulan terakhir aku tak pernah mendengarnya walau Kak Andy sedang ada di kamarnya. Namun kini suara itu terdengar lagi justru ketika Kak Andy sedang tidak ada di rumah. Suara-suara memerindingkan bulu kuduk dan membakar libidoku itu akhirnya hilang setelah diakhiri dengan lenguhan yang lumayan panjang dan keras dari mulut Teh Wulan. Dan itu sukses membuatku tak bisa tidur sebelum akhirnya aku pun melakukan sesuatu yang bisa membuatku sedikit melenguh dan terhempas lemas di atas tempat tidur. Semenjak kejadian itu, Teh Wulan jadi semakin berani menggodaku secara langsung maupun tidak langsung. Secara jelas aku sering melihat dia keluar dari kamar mandi hanya mengenakan handuk yang dililitkan sebatas daadanya dan membiarkan tubuh bagian bawahnya yang mulus terekspose kemana-mana. Tentu saja dia melakukannya ketika di rumah hanya ada ayah, aku dan dia. Dan semenjak itu pula otakku sering traveling mengembara entah kemana, terutama ketika sedang sendirian di dalam kamar. Bayangan kemolekan tubuh kakak iparku benar-benar telah meracuni pikiranku. Aku selalu berusaha mengindar untuk bertatap muka dengannya. Lambat laun aku juga mulai sedikit berani membuka situs-situs dewasa yang ada di internet. Walau dengan sangat sembunyi-sembunyi mulai rajin berselancar memburu foto-foto dan film-film pendek yang secara kasat mata menampilkan aurat wanita dewasa bahkan melakukan hubungan badan. Aku mulai sedikit terobsesi dengan filam-film dewasa, walau belum berani mengoleksi dan menyimpannya dalam memoriku. Sehingga aku hanya bisa menonton saat tengah malam di dalam kamar. Bahkan ketika suara aneh dari kamar Teh Wulan kembali terdengar, aku langsung membuka internet. Telingaku dijejali desahan Teh Wulan, mataku disuguhi adegan syur film blue, sementara angan pikirnaku membayangkan Teh Wulan. Gila! Berawal dari semua rangkaian kejadian yang membuatku sedikit gila, aku pun mulai sering berdiskusi dengan sahabatku, Andri. Dia salah seorang sahabat di kelasku yang terkenal paling mesyum dan paling cuek saat bicara hal-hal yang berbau dewasa. Dia sangat bangga dengan koleksi video dewasanya yang berdurasi panjang. “Tumben lu jadi sering ngomongan yang gituan, Bro?” tanya Andri. Mungkin dia sedikit aneh dengan perubahanku. Selama ini aku benar-benar tertutup untuk segala hal yang berbau dewasa. Jangankan membicarakan hal setabu itu, pacaran aja sama sekali tidak berani. Tak sedikit cewek-cewek teman sekolahku yang kecewa karena perasaannya aku abaikan. “Gak tahu akhir-akhir ini gua jadi sering mimpi basah, kenapa ya?” jawabku berbohong. “Hahaha, itu artinya lu normal dan memang sudah memasuki masa dewasa. Gak udah takut semua cowok normal akan mengalaminya, Bro. Gua malah mimpi gituan waktu baru kelas enam SD kalau gak salah.” Andri menjawab santai. “Masa sih?” tanyaku sedikit melongo walau sesungguhnya daadaku mulai plong, karena aku justru tidak terlalu cepat dewasa. Andri bahkan sudah mengalamainya beberapa tahun sebelum aku, padahal usia kami sebaya. “Hahaha emang lu mimpi sama siapa?” Andri mulai penasaran dan menggodaku. “Sama kakak ipar gua, hehehe,” jawabku kepalang tanggung bohong. “Hah, sama si Lina atau si Wulan?” tanya Andri. Dia biasa memanggil kedua kakak iparku dengan sebutan ‘si’. Secara garis keturunan, Bapaknya Andri saudara tua ayahku, sehingga kami anak-anaknya pun menganggap Andri sebagai saudara tua. “Sama Teh Wulan. Tapi mimpi itu serasa bener banget, kaya nyata, Bro!” Aku semakin kepalang tanggung berbohong, demi menepis kecurigaan Andri akan perubahan kebiasaanku yang mulai menggemari dunia dewasa. “Wah bahaya nih. Itu tanda-tandanya bakal jadi kenyataan. Apalgi lu tinggal serumah dengan si Wulan. Kok bisa sih lu mimpi sama kakak ipar lu sendiri?” selidik Andri. “Gak tahu, gua aja gak ngerti, Bro!” jawabku sedikit gelagapan. “Jika kita mimpi basah dengan orang tertentu, alias kita kenal orangnya di alam nyata, biasanya kita punya pengalaman sedikit mengesankan dengan orang itu. Atau setidaknya orang itu sering masuk dalam alam bawah sadar kita. Lu kalau lagi sendiri sering mengkhayalkan si Wulan gak?” tanya Andri makin menohok. Dan aku tidak bisa lagi menjawab. Sebenarnya aku ingin menceritakan tentang kelakuan kakak iparku yang sedikit janggal dan sangat nyeleneh. Namun aku tak mau aib itu terdengar oleh orang lain. Khawatir Andri berpikir yang bukan-bukan tentang Teh Wulan. Dua minggu telah berlalu sejak kejadian mengejutkan di kamar mandi. Dua minggu pula setip malam aku dilanda kegalauan tingkat dewa. Bayangan kakak iparku semakin lama semakin merasuki pikiranku, bahkan terkadang timbul pikiran kotor untuk masuk ke kamarnya ketika suaminya sedang tidak ada dan suara aneh itu terus menggoda. Namun otakku masih waras. Bukan hanya godaan yang berasal dari bayangan tubuh Teh Wulan yang kini benar-benar nyaris membuatku gila. Namun sikapnya juga semakin membuatku kelimpungan. Dari waktu ke waktu dia jauh lebih berani dan frontal menggodaku, bahkan ketika ada ibu di rumah, dia berani curi kesempatan menggodaku walau masih sembunyi dan tersamar. Kalau begini terus, lama-lama aku bisa gila dan nekad.   Godaan Teh Wulan sudah mulai melewati ambang batas. Dia mulai berani keluar masuk kamarku dengan dengan memakai pakaian yang super minim. Aku sangat yakin itu hanya modus dia saja, karena sejak zaman dahulu kala, di kamarku tidak pernah ada barang-barang miliki dia atau barang miliki siapapun. Sekuat tenaga aku berusaha mengalihkan perhatian dan pikiran-pikiran jelek itu dengan cara menyibukan diri mengurus ayah. Tak jarang sepulang sekolah aku lebih banyak berdiam diri di kamar menemani ayah. Terutama jika Teh Wulan sedang ada di rumah. Aku bahkan sering mengunci diri di kamarku hingga ibu kembali dari bekerja. Aku mulai bisa bernapas lega ketika Kak Andy ada di rumah. Sikap Teh Wulan benar-benar berubah seratus depalan puluh derajat. Dia kembali menjadi sosok kakak ipar yang aku kenal dulu. Selalu berpakaian tertutup dan rapi, dan memperlakukan aku secara normal. Namun ketika suaminya tidak ada, dia kembali menjadi monster penggodaku yang sangat menggetarkan. Ada juga kejadian yang benar-benar hampir membuat jantungku hampir loncat dari dalam daadaku. Pada suatu malam ketika Kak Andy sedang ada di rumah dan tidur bersama Teh Wulan. Aku susah tidur membayangkan apa yang terjadi di kamar kakakku, walaupun sama sekali tidak terdengar suara-suara aneh dari sana. Karena resah, gelisah dan susah tidur, akhirnya aku putuskan menonton tv di ruang tengah sambil menikmati kopi dan rokok. Jika ibu sudah tidur, aku berani merokok di rumah. Ketika sedang asik menonton, tiba-tiba Teh Wulan keluar dari kamarnya dengan hanya memakai pakaian dalam. Rupanya dia beru selesai melaksanakan tugas mulianya dengan Kak Andy. Beberapa saat lamanya aku tersentak dan terpana. Mungkin Teh Wulan tidak tahu atau tidak menduga kalau aku sedang menonton tv, sehingga dia dengan cueknya keluar kamar dalam keadaan demikian. Namun ajaibnya, setelah mengambil air minum dari kulkas, dia malah mendatangiku dan duduk di dekatkku sambil meminum air putihnya. Wajahnya tampak kusut dan mendung. Sementara aku tidak bisa bicara apa-apa. “Tumben kamu belum tidur, Rez?” tanya Teh Wulan sambil menandang jam dindin di depan kami, dan mataku pun refleks ikut memandang jam dinding yang menujukan waktu pada pukul 12.48 WIB. “Te…te..teh kenapa keluar kamar?” tanyaku gelagapan. Sebenarnya bukan keluar kamar yang menjadikan aku belingsatan namun ketidak acuhan dia dengan keadaan dirinya yang nyaris telanjang bulat. “Aku kecewa dengan kakakmu, Rez,” Jawabnya pelan, tanpa mengalihkan padangan matanya dari layar tv.   “Ta…tapi mengapa teteh gak pakai baju?” tanyaku dengan suara berbisik tanpa mempedulikan ucapannya. Sumpah demi apapun aku takut terdengar atau terlihat oleh Kak Andy atau Ibuku. Apa yang mereka pikirkan jika melihat aku dan Teh Wulan duduk berdua tengah malam dan keadaan Teh Wulan yang sedemikian. “Gak apa-apa, biar kamu lebih bebas lihat langsung,” jawabnya makin tak acuh. “Maksudnya?” Aku bertanya sambil menggeser dudukku sedikit menjauh darinya. “Darpada kamu ngintip dan curi-curi pandang, mending liat aja langsung?” Teh Wulan memandangku seperti mengejek. Sunggingan senyum aneh pun terukir di bibirnya. “Kamu suka ngintip teteh kan?”   Jeger! Bagaikan petir di tengah malam. Ternyata kakakku tahu jika aku terkadang suka mengintipnya saat mandi atau tidur. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN