Kepalang tanggung, akhirnya timbul keberani dalam diriku untuk balas menggoda dan mengisenginya. Aku merapatkan badanku dan memeluknya dengan sangat kuat. Teh Wulan menarik napas panjang, sepertinya dia merasa sangat senang sudah berhasil membawaku masuk dalam perangkapnya.
“Nah gitu dong, meluknya makin erat, kan jadinya teteh juga stabil bawa motornya,” ucap Teh Wulan sambil sedikit menarik gasnya, hingga laju motor sedikit tersentak.
“Hmmm, Teteh sengaja ya bikin alasan latihan motor supaya bisa digininan sama saya?” bisikku dengan nada yang sedikit mendesah.
“Habisnya kamu kalau di rumah pura-pura melulu, malah senangnya ngintip.” Teh Wulan tak mau kalah.
“Dasar modus, hihihi,” timpalku.
“Tapi kamu juga senangkan, buktinya itu yang bawah makin keras aja berdirinya, hihihi,” balas Teh Wulan dengan suara yang semakin mendesah dan genit.
“Teteh cantik amat sih,” ucapku dengan suara yang sedikit bergetar. Sumpah demi apapun itu adalah kalimat rayuan gombalku yang pertama untuk wanita. Aku pun mulai berani meletakkan kedua tanganku di kedua pahanya.
“Hmmm ternyata kamu gombal juga ya, Rez,” balas Teh Wulan.
“Daripada digodain terus, capek, hihihihi.” Entah apa maksudnya aku bicara demikian. Namun yang pasti tanganku mulai berani mengelus-elus paha kakak iparku.
“Aaah, ternyata kamu juga nakal, Rez. Nanti ketahuan Kak Andy loh,” godanya.
“Bodo amat. Lagian siapa coba yang suka ngegoda duluan. Kalau sampai Kak Andy tahu, ya tanggung jawab tetah. Lagian kalau teteh gak cerita, mana mungkin dia tahu, iya gak?” Aku benar-benar sudah kehilangan otak warasaku.
“Heheh, tenang aja, aman kok. Mau lebih dari meluk dan ngelus aja, aman kok Rez, asaaal….,” katanya dengan kalimat yang tidak selesai.
“Asal apa?” tanyaku, padahal sebenarnya sudah paham kemana arah ucapannya.
“Asal kamu mau menggantikan Kak Andy kalau dia lagi gak ada di rumah,” katanya.
“Takut ketahuan sama ibu.” Aku beralasan.
“Ya ke kamar tetehnya kalau ibu sudah tidur. Jam sembilan juga kan ibu udah tidur,” usulnya.
Teh Wulan bicara seraya memegangi tanganku yang melingkar di perutnya. Kini semua makin terbukti kalau dia sudah sangat mahir mengendarai motor. Terbukti dia bisa mengendalikan motor hanya dengan sebelah tangan. Gila ternyata aku sudah dihohongi mentah-mentah namun aku pun rela.
Tangan nakalku mulai sedikit berani dan naik menuju dua bukit kembarnya yang terbungkus kaos ketat. Ini menjadi petualangan pertama tanganku menyentuh dan menelusuri bagian-bagian sensitif tubuh wanita dalam keadaan sadar dan sangat berghairah.
“Kita istritahat dulu ya, Rez,” ucap Teh Wulan dengan napas yang sedikit memburu dan suaranya pun seperti tersengal.
“Terserah teteh aja,” balasku dengan tidak melepaskan tanganku dari perut dan buah kembar yang selama ini selalu mengisi ruang khayalku dalam kesendirian.
Teh Wulan mengarahkan motornya menuju pinggir lapangan yang paling sepi dan rindang. Di sana terdapat deretan pohon-pohon pinus dan rumpun bambu. Lapangan ini sebenarnya cukup luas, karena lokasinya yang kurang strategis jadinya jarang didatangi warga dan kini kondisinya seperti sabana di pinggir hutan.
Rumput-rumput liar yang tidak terawat tampak mendominasi hampir seluruh area. Lapangan ini akan terlihat cantik dan indah hanya pada saat menjelang HUT Kemerdekaan, karena setiap sore dipakai untuk kompetisi sepak bola antar kampung.
Motor terparkir di tempat yang cukup aman dan terlindungi dari terik matahari. Juga terlindung dari pandangan orang yang mungkin berada di sekitar lapangan, lebih tepatnya berada di balik sebuah pohon pinus yang besar. Aku dan Teh Wulan tidak langsung turun. Pelukanku semakin erat dan tanganku semakin berani dan leluasa bermain-main di sekitar wilayah daadanya. Kami benar-benar sudah gelap mata dan nekat.
“Teh, sebenarnya ada apa dengan Kak Andy?” Aku mulai mencoba mengorek info karena selama ini, aku melihat hubungan kakaku dengan istrinya dalam keadaan tidak baik-baik saja. Aku tahu mereka sedang berdrama di depan ayah dan ibuku.
“Gak tahu Rez, teteh sudah mulai curiga kalau kakakmu itu punya istri lagi. Dia mulai tidak terbuka dalam banyak hal, termasuk urusan ranjang,” Teh Wulan menjawab sambil menyandarkan keplanya di bahuku.
“Masa sih, Teteh udah udah nyelidik belum?” tanyaku lagi tanpa menghentikan aktifitas tanganku yang semakin liar.
“Naluri seorang istri sangat tajam, Rez. Kalau pulang biasanya Mas Andy menghabiskan waktu di kamar, hampir siang malam, kamu tahu sendiri kan. Tapi sudah tiga bulan terkahir ini, jangankan menghabiskan waktu di kamar, kadang jatah batin aja harus diminta sampai teteh udah kaya pengemis aja.” Teh Wulan menarik leherku, lalu dia menciumi wajahku dengan sangat berghairah.
“Pantesan teteh akhir-akhir ini sering uring-uringan,” ucapku kemudian setelah membalas ciumannya di bibirku. Jantungku semakin berdebar hebat dan daadaku bergemuruh. Ini adalah ciuman bibir yang pertama dengan seorang wanita.
“Kalau tidak ingat sama ibu dan kamu, teteh rasanya ingin bercerai dengan dia. Tapi…” Ucapan Teh Wulan kembali terhenti.
Sekilas aku menangkap keseriusan dan kekecewaan di matanya. Rona wajahnya pun mendadak mendung.
“Sabar ya, Teh,” hiburku sambil kembali menciumi wajahnya yang cantik.
“Sekarang sih teteh udah tenang, gak peduli Mas Andy mau apa, soalnya udah ada kamu yang mau mengerti teteh,” ucapnya sesaat sebelum dia kembali melumat bibirku.
“Turun yu. Gak enak di motor takut jatuh,” ajaknya dengan bisikan yang semakin mesra dan mendesah.
“Aman gak di sini? Mending kita pulang aja, Teh,” usulku.
“Aman, di rumah lebih gak aman, gak ada ada ibu. Di sini juga kan gak ngapa-ngapain, Rez. Kita duduk di rumput aja ngobrolnya, oke,” timpalnya.
“Ahsyiaaaap,” balasku sigap sambil melepaskan pelukan dan turun dari motor.
Kami duduk berdampingan di atas rumput menghadap gunung yang menghitam di kejauhan, membelakangi lapangan yang sejak tadi masih sangat sepi. Jantungku kembali berdebar-debar. Sorot mata Teh Wulan yang sedikit berkaca-kaca tampak seksi dan sayu. Dia lalu melanjutkan ceritanya tentang kegalauan hatinya selama ini.
“Reza mungkin juga tahu bagaimana reputasi Mas Andy di masa lalu. Teteh mengira dia benar-benar telah berubah. Namun sepertinya perubahan itu hanya beberapa saat saja. Bahkan usia pernikahan kami belum genap tiga tahun, dia sudah kembali seperti dulu.” Teh Wulan mulai menitikan air matanya.
“Teteh sudah pernah bicara dengan ibu?” tanyaku lebih hati-hati.
“Hmmm, sebenarnya ingin bicara dengan dia. Tapi rasanya tak tega. Ibu sudah sangat pusing dengan penyakit ayah. Lagian teteh juga tahu, sejak dulu ibu dan ayah selalu dipusingkan dengan Mas Andy,” jawab Teh Wulan lirih.
Aku terdiam. Alasan kakak iparku sangat masuk akal. Semua juga malas atau enggak membicarakan kelakuan Kak Andy pada ayah dan ibu. Karena hanya akan menambah luka. Semua juga tahu penyakit ayah diakibatkan karena tekanan batin yang bermuara dari kenakalan Kak Andy di masa muda hingga dia punya istri yang kedua.
“Terus rencanan teteh sekarang gimana? Apakah akan menyelidi kebenaran kecurigaan tetah atau membiarkan begitu saja. Artinya teteh membiarkan semua masalah ini menggantung tanpa ada kejelasan.”
“Teteh belum bisa bicara banyak Rez. Masih bingung harus bagaimana. Sebenarnya teteh juga sudah mendengar selentingan kalau Mas Andy punya selingkuhan atau mungkin bahkan sekarang sudah menikah. Tapi…” Teh Wulan menunduk dan tampaknya dia kembali menitikan air mata.
Bisa aku mengerti, istri mana yang tak akan terluka ketika mendengar atau tahu jika suaminya memiliki selingkuhan atau bahkan sudah menikah lagi. Untuk beberapa saat aku membiarkan kakak iparku sedikit menumpahkan kepedihan hatinya yang selama ini hanya dia genggam sendiri.
“Tapi apa, Teh?” tanyaku kemudian setelah cukup lama The Wulan tidak melanjutkan kalimatnya tadi.
“Tapi Reza juga tahu bagaimana Kak Andy. Kalau ditanyai hal begitu, dia bisa lebih galak dari kita. Dia selalu mengelak dan menghindar dengan cara marah-marah. Bahkan dia pernah menampar teteh. Untung saja saat itu sedang tidak ada siapa-saiap di rumah. Ayah juga sedang tidur.” The Wulan menatapku dengan mata dan pipi yang basah.
“Kenapa teteh masih bertahan kalau Kak Andy sudah berani melakukan kekerasan begitu?” Aku kembali menarik bahu kakak iparku dan memeluknya dengan erat. Terharu sekaligus tersenyuh dengan nasih yang dialami The Wulan.
Kak Andy marah-marah bahkan tega melakukan kekerasan pada istrinya bukan sesuatu yang baru. Ketika dia berumah tangga dengan istri-istrinya yang dahulu, aku pernah beberapa kali melihatnya memarahi dengan kasar bahkan memukuli istrinya. Tak heran jika rumah tangga mereka tak bertahan lama.
“Gak tahu Rez, mungkin karena sudah terlanjur cinta.” The Wulan bicara pasrah.
Aku benar-benar kehabisan kata-kata. Mau mempercayai ucapan Kak Andy juga rasanya sulit. Walau aku tidak begitu mengerti dengan kelakuan dia di masa lalu. Tabiat kakakku memang tidak patut ditiru oleh siapapun.
Namun aku juga tidak menyalahkan sepenuhnya pada kakakku. Bisa jadi Teh Wulan juga bukan istri yang bersih-bersih amat. Bisa saja dia juga punya selingkuhan di tempat kerjanya. Aku sempat juga mendengar selentingan kabar burung tersebut, walau kabar yang diragukan kebenarannya.
Dan ketika melihat gelagat Teh Wulan menggodaku, sepertinya aku juga harus percaya pada kabar burung itu. Jika pada adik iparnya saja dia sebegitu berani dan tak kenal lelah menggodanya, tentu tidak akan beda pada lelaki lain. Apalagi dia kerja di toko pakaian yang setiap hari bersinggungan dengan banyak orang.