Tentu saja meneruskan urusan kita yang baru di mulai." jawab Banyu yang terasa dingin namun membuat tubuh Laura terasa panas.
"Maksudnya?" gumam Laura, tanpa bisa Banyu dengar karena ia telah melangkah.
Sesaat Laura tersadar lalu segera menyusul langkah lelaki itu.
"Tunggu dong, Bang!" rengek Laura sambil berusaha menyejajarkan langkah kakinya dengan Banyu.
Lelaki tampan dengan garis wajah tegas ini memperlambat langkahnya, hingga kini Laura bisa berjalan di sampingnya.
Batinnya mendengkus kesal, "apa-apaan ini? aku ingin perhatian seperti yang didapat Meisya dari Om Rudi, ini malah bertemu cowok cuek begini!" gerutu Laura, tentu saja hanya dalam hatinya.
"Kamu mau apa?" Tanya Banyu membuyarkan lamunan Laura.
"Hah?" Laura tidak mengerti apa maksudnya.
Banyu memberi isyarat dengan matanya agar Laura melihat ke sekeliling, ada butik, toko perhiasan dan gerai ponsel besar di sekitar mereka. Sepertinya Banyu ingin mengajak Laura berbelanja.
"Ehm ... aku enggak mau apa-apa." jawab Laura polos, ia lupa kalau jawabannya bisa memantik kecurigaan pria di hadapannya itu.
Banyu mengangkat satu alisnya. Lalu bergeming tampak tidak memikirkan jawaban Laura.
"Kalau begitu kita pulang." Banyu melangkah dengan gayanya yang bagai gunung es.
"Hah? Pulang?" entah kenapa jantung Laura tiba-tiba berdetak kencang.
***
"Rumah kamu di mana?" tanya Banyu saat mobil mewah yang ia kendarai melaju meninggalkan pusat perbelanjaan elite itu.
Laura diam saja, tapi otaknya berputar memikirkan jawaban. Tidak mungkin ia memberitahukan alamat sebenarnya, bisa ketahuan siapa dia sebenarnya.
Banyu meliriknya dengan ekor mata, Laura sadar jawabannya masih ditunggu.
"Abang anterin aku ke tempat kost Meisya aja, aku mau nginep di sana." jawab Laura kikuk.
Tidak ada jawaban, kini Banyu malah menepikan mobilnya di sudut sebuah taman kota. Langit sudah terlihat pekat, karena malam yang mulai merangkak hanya lampu berwarna jingga yang menerangi jalanan karena rembulan sedang enggan bersinar.
"Oke, kita perjelas hubungan kita. Uang bulanan kamu sama dengan yang Meisya terima. Kalau kamu butuh sesuatu kamu boleh minta sama saya, begitu juga kalau saya butuh sesuatu dari kamu maka itu adalah kewajiban kamu," tegas Banyu.
Laura hanya mendengarkan dengan seksama. "Kamu tinggal sama siapa sekarang? mau kost juga seperti teman kamu? Atau mau tinggal di apartemen?" Laura terus memperhatikan bibir kemerahan milik Banyu yang bergerak, tanpa sadar salivanya hampir menetes.
"Aku tinggal sama Pa— eh, sama Bapak aku. Aku enggak butuh tempat tinggal." jawab Laura.
"Oke, saya minta nomer telepon dan nomer rekening kamu." Banyu menyerahkan ponselnya agar Laura bisa menuliskan sederet angka.
Laura hanya menuliskan nomer teleponnya. Karena ia tidak ingin identitasnya diketahui, termasuk dari nomer rekening.
"Aku enggak punya rekening, Abang bisa kasih aku uang aja." jawab Laura sambil menyerahkan ponsel kepada sang empunya.
"Abang enggak ada uang tunai, ini kamu pegang. Nanti pinnya Abang kirim lewat chat." Banyu pengambil satu kartu kredit dan memberikannya pada Laura.
Agak ragu saat menerimanya tapi kini ia menggenggam kartu itu, lalu memasukkannya ke dalam tas slempangnya. Tidak lama terasa ponselnya bergetar di dalam sana.
"Itu nomor Pin'nya." ujar Banyu.
"Hem ... Bang ... Apa yang Abang pengen dari aku?" jelas sekali keraguan dari raut wajah Laura saat menanyakannya.
Tampak seringai aneh dari wajah Banyu saat mendengarnya, sudut bibirnya tertarik ke samping. Ia melepaskan sabuk pengamannya lalu menepatkan wajahnya tepat di depan wajah kaku Laura.
Seketika harum nafas keduanya berpadu, seiring debaran jantung Laura yang kian memburu. Banyu menempelkan bibir tipisnya pada bibir sensual Laura, lalu perlahan membuka bibirnya dan menyelusupkan lidahnya, memancing agar Laura juga menggerakkan lidahnya.
Ini yang pertama kalinya bagi Laura, ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Ditambah lagi ia harus merasakan jantungnya yang hampir meledak karena perlakuan Banyu.
Menyadari Laura yang sangat kaku, Banyu menghentikan aksinya. Menatap lekat kedua mata sayu gadisnya.
"Jangan bilang kamu belum pernah ciuman sebelumnya!" Dan Laura hanya mengangguk mengiyakan tebakan Banyu, membuat Banyu tersenyum lebar lalu kembali melumat bibir basah Laura.
Secara naluriah kini Laura sudah mulai bisa mengimbangi permainan Banyu di bibirnya.
Tidak cukup sampai di situ Banyu yang jelas sudah berpengalaman dalam bercinta perlahan menurunkan wajahnya menciumi tiap inci ceruk leher jenjang Laura yang beraroma segar tuttifruity.
"Apa sudah ada yang pernah menyentuhnya?" Tanya Banyu, membuat kesadaran Laura yang tengah mengawang kembali.
Banyu menatap sayu bagian bawah tubuh Laura yang tengah ia remas halus, kadang jemarinya menekan bagian intinya. Membuat Laura seolah ingin meminta diperlakukan lebih.
"Enggak, Bang. Abang yang pertama." Jawab Laura dengan mengulum senyum, berusaha menutupi wajahnya yang merona karena malu.
Banyu mengecup lembut bibir Laura yang kembali mengatup.
"Manis," ucap Banyu lalu menjauhkan tubuhnya dari Laura, ia sedikit merapikan kaus berkerah yang ia kenakan. Lalu kembali memasang sabuk pengaman dan melajukan mobil untuk melanjutkan perjalanan.
Pipi Laura jelas memerah, seperti kepiting asam manis saat ia memasang kembali kancing kemejanya yang entah sejak kapan terbuka.
"Jadi kamu udah tau kan apa yang aku inginkan dari kamu?" Ucap Banyu tanpa ekspresi berarti.
Laura sedikit melirik pada lelaki yang tengah fokus mengemudi, lalu menunduk setelah mengangguk.
***
"Laura! Dari mana kamu jam segini baru pulang?" suara bariton khas lelaki dewasa membuat langkah ringan Laura terhenti sesaat sebelum meniti tangga menuju kamarnya yang terletak di lantai dua rumah mewah itu.
"Papi? Tumben di rumah?" Bukan menjawab Laura malah balik bertanya, sejak dulu melihat Papinya di rumah adalah hal langka.
"Iya, Papi baru pulang dari Maroko. Cuma berkemas, besok pagi sudah harus meninjau lokasi tambang di Kalimantan." jawab Lelaki bernama Priyo soebandriyo tersebut.
"O ...."
Laura hanya membulatkan bibirnya lalu kembali melanjutkan langkahnya. Hubungan ayah dan anak itu memang seperti itu, dingin dan terasa jauh bagi Priyo yang dia tahu adalah memberikan semua kebutuhan materi anak-anaknya agar tidak merasa kekurangan. Tanpa ia sadar selain materi seorang anak juga perlu perhatian dan kasih sayang.
Agar seorang anak tidak terjerumus ke dalam pergaulan yang salah, tapi sayangnya itu telah terjadi pada laura saat ini.
Sesampainya di kamar Laura langsung membaringkan tubuhnya di atas kasur, rasanya mandi tidak menjadi rencananya kali ini. Ia tidak ingin aroma tubuh Banyu hilang dari tubuhnya.
Laura menutup wajahnya dengan bantal, pikirannya terbang kembali pada beberapa jam yang lalu. Sunggu Banyu telah membuatnya gila hanya dengan sekali sentuh.
Laura tak bergeming saat ponselnya berbunyi, segera di raihnya tas yang tadi ia lempar asal ke atas kasur. Mengambil benda yang layarnya masih terpendar itu dan membaca pesan yang diterima.
[Besok pulang sekolah Abang jemput, Abang butuh kamu.]
Pesan dari Banyu yang membuat darahnya memanas seketika, Laura mengigit bibir bawahnya tidak kuasa membayangkan apa yang akan terjadi besok.
(pengumuman. Para pembaca tersayang, n****+ karyaku ini eksklusif hanya tayang di Innovel dan Dreame kalau kalian nemuin/baca di tempat lain sudah bisa dipastikan itu adalah bajakan/curian. Mencuri karya yang aku buat sepenuh hati dan penuh perjuangan, maka Bismillah aku enggak rela, enggak ikhlas dan mengharamkan novelku dibajak dan diperjual belikan, oleh yang tidak berhak. Pembajak, penjual dan pembeli akan sama-sama menanggung dosanya!)