Bab 20 - Katanya Dia Matahari

1297 Kata
"Katanya minggu depan kita ada piknik didaerah hutan." "Lah kalau bukan dihutan emang orang biasa piknik dimana Al?" Aloka hanya tertawa setelah menyadari perkataan tidak bermutunya sama sekali. "Biasa Del! Bucinnya Saka emang gitu." ujar Titania menanggapi. "Apaan bucin! Aku cuman kagum sama dia doang engga sampe ketahap Cinta-cinta." gerutunya malas. "Yang fokus nyetirnya Aloka, nanti kita malah celaka. Lagian kamu memang udah Cinta sama dia kok Titania bener." Titania menatap Aloka dengan tatapan mengejek karena perkataan Deliana ada di pihaknya. Aloka menepikan mobil yang ia kemudikan mematikannya terlebih dahulu kemudian berbalik ke jok belakang menatap kedua sahabatnya dengan wajah kesalnya. "Kenapa Aloka? Inikan udah mau maghrib nanti kita malah ketemu begal lagi." "Aku tuh cuman kagum sama Saka engga sampe ketahap Cinta." ia tidak memperdulikan ucapan Deliana dia lebih memilih meluruskan pembahasan yang tadi. "Iya iya. Kamu lanjut nyetir lagi ini udah mau malem loh apalagi ini daerah sepi nanti kalau ada begal gimana?" perempuan dengan suara menenangkannya itu memang sedikit takut karena pernah ada kasus p********n didaerah ini. "Makanya jangan bicarain gosip murahan." ujar Aloka kemudian kembali menghidupkan mobilnya melanjutkan perjalanan mengantar Titania pulang kerumahnya. Ya hari ini Titania ikut bersama Aloka dan Deliana karena abangnya sedang ada urusan dikantor ayahnya dan untungnya Aloka mau menampungnya bahkan mengantarnya pulang padahal arah mereka sangatlah berlawanan. "Sebagai sahabat yang baik maka aku akan mengantarmu pulang dengan selamat tanpa lecet sama sekali." itu adalah perkataan Aloka saat Titania memberitahukan jika Derta tak bisa menjemputnya. "Anak-anak tadi heboh loh nanya ke aku kalau kamu ada hubungan apaan sama abani Tan? Soalnya katanya mereka natap Abani nemuin kamu didepan kelas." Titania yang sedaritadi fokus menatap kearah luar jendela kini menatap Aloka yang ada di kursi kemudi dengan pandangan bertanya. "Mereka pada nanya ke aku! Soalnya kalian kayak akrab gitu walaupun tetap dengan sikap judes kamu sih." Titania mendengus kesal mendengar ucapan terakhir Aloka. Dan aloka hanya terkekeh melihat ekspresi wajah Titania yang ia lihat di kaca depan. "Bukan nemuin saya cuman kebetulan ketemu, lagian yang nemuin saya itu seorang perempuan bernama Clara." sadaritadi Titania mencoba berfikir siapa perempuan tadi, kenapa dia tau nama keluarganya bahkan terkesan sangat Kenal dengan anggota keluarganya. "Memangnya kamu baru ketemu dia Tan?" tanya Deliana "Iya, dia bahkan ngatain ayah saya." ayahnya adalah orang egois karena tidak memberitahukan tentang Clara padanya memangnya perempuan layaknya model itu punya hak apa dalam hidupnya kenapa harus diceritakan? "Dia bilang apaan?" sahut Aloka yang sesekali menatap ke arah belakang menggunakan kaca depan. "Katanya ayah saya egois karena tidak memberitahukan tentang dia." "Laah? Emangnya dia siapa harus kamu tau? Jadi orang kok gitu amat ya!" perempuan sebahu itu menggeleng pelan ada-ada saja kelakuan orang jaman sekarang. "Nah udah sampe." lanjut Aloka lagi setelah menepikan mobilnya tepat didepan rumah Titania yang kelihatan sepi. "Yaudah saya turun. Makasih ya." Titania membuka pintu mobil kemudian berbalik menunggu mobil Aloka terlebih dahulu sebelum masuk kedalam rumah. "Sama-sama Titania." itu adalah suara Deliana sebelum Aloka malajukan mobilnya. Titania melangkah masuk kedalam rumahnya tetapi baru beberapa langkah keningnya berkerut bingung karena mobil ayahnya sudah terparkir rapi dirumahnya dijam seperti ini. Karena takut terjadi sesuatu Titania mempercepat langkahnya masuk kedalam rumah takutnya ayahnya sakit makanya pulang terlebih dahulu. "Ayah kok pu... Eyang?" Titania menghentikan pertanyaannya ketika matanya menemukan ibu dari ayahnya sedang menatapnya dnegan wajah  tersenyum. "Eyang kapan datang?" tanyanya sembari membawa langkahnya menuju tempat duduk eyangnya. "Baru aja, sini pelukan eyang kangen benget sama bintangnya eyangnya." Titania menyambut pelukan itu dengan binar bahagia, seseorang yang mengajarkan banyak hal padanya. "Tadi ba'da ashar. Sengaja engga kasi tau kamu supaya kejutan." "Pokoknya eyang harus bermalam lama kalau perlu tinggal disini aja." rajuknya kemudian semakin mengeratkan pelukannya pada orang yang selalu ia anggap orang paling penting dalam hidupnya. "Uhhh bintangnya eyang gemesin banget sih." Titania menguraikan pelukannya kemudian tersenyum hangat pada Fiona, eyang kesayangannya. "Ayah mana eyang?" tanyanya karena seharusnya ayahnya itu menemani eyangnya disini bukan malah rebahan di dalam kamar. "Lagi diruang kerjanya katanya ada hal penting yang harus dia urus. Lagian pas dia tau eyang dateng kesini dia langsung pulang malah terkesan buru-buru sekali." Fiona jadi ingat saat ia menelepon Hendrik melalui video call anaknya itu langsung kaget karena ibunya sudah ada diruang tamu rumahnya. "Kalau abang? Gimana?" " ohh bulan! Dia belum tau sengaja eyang engga kasi tau nanti malah buru-Buru pulang seperti ayahmu tadi." Titania hanya mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar penjelasan eyangnya, sudah lama ia sedikit rindu akan kehadiran eyangnya apalagi akhir-akhir ini pikirannya selalu saja terkuras habis hanya karena hal sepele. "Kamu masih suka nulis, Bintang?" Titania tersenyum mendengar nama yang eyangnya berikan. Sebenarnya yang mengajarkan Titania menyukai dunia kepenulisan dan lebih lagi tentang semesta adalah eyangnya karena sadari dulu perempuan tangguh inilah yang mengajarkannya banyak hal selain ayah dan abangnya. "Masih kok eyang bahkan aku ketua eskul sastra dikampus tahun ini." "Oh ya? Waahh Bintangnya eyang emang pinter banget." Fiona memeluk Titania kembali merasa sangat bangga dengan apa yang cucunya ucapkan walaupun dia tidak tumbuh dalam bimbingan ibunya tetapi setidaknya ada Fiona yang sedikit mengisi kekosongan itu walaupun mungkin kenyatannya cucunya ini tetapi merindukan sosok ibu. Titania meresapi kehangatan dan kenyamanan yang ia rasakan sungguh merasa bersyukur mempunyai eyang sebaik Fiona yang begitu menyayanginya dan sangat Cinta padanya. "Aku selalu bersyukur punya seseorang yang begitu mencintaiku seperti eyang, ayah dan Bang Derta." gumamnya "Eyang akan terus menjadikanmu Bintang yang paling terang tanpa meredup sama sekali." ucapnya lembut diiringi jemarinya mengelus pelan rambut cucunya dengan sayang. "Dan akan jadi panutan Bintang yang lainnya." lanjut Titania, ia sudah sangat hapal dengan kata itu karena kata itu adalah penyemangat tersendiri untuknya. "Kamu sudah punya semesta?" "Punya eyang. " "Oh ya? Orangnya bagaimana?" Titania menguraikan pelukannya dan menatap eyangnya dengan pandangan berbinar. Ia tidak akan pernah bisa menutupi apapun dari eyangnya maka dari itu akan lebih ia mengatakannya. "Cieee eyang kepo." serunya "Ehh kok malah jahilin eyang sih!" Titania tertawa kecil melihat ekspresi wajah perempuan yang Titania anggap paling cantik dimatanya. "Orangnya baik kok eyang. Eyang engga bakal kecewa kalau ketemu semesta." "Kamu ngomong seakan-akan dia adalah barang" Lagi dan lagi Titania tertawa, bersama eyangnya Titania akan menjadi diri sendiri karena dia adalah orang istimewanya. "Semesta baik kok eyang dan yang paling penting sesuai eyang mau. Menjaga shalatnya dan lebih lagi dia ketua eskul Rohani." Mata Fiona berbinar mendengar hal itu dan merasa sangat bahagia melihat cucunya antusias menceritakan tentang semestanya itu, Fiona sesekali iba pada Titania karena berada di posisi tidak merasakan kasih sayang ibunya tidak seperti dia yang satunya lagi. "Eyang?" "Kok murung sih! Kenapa?" Fiona mengenggam jemari Titania karena mimik wajah Titania tiba-tiba saja berubah murung. "Tadi ada perempuan yang menemui aku di kampus. Penampilannya sangat mewah bahkan seperti model papan atas." "Lalu?" "Dia bilang ayah egois karena tidak pernah memberitahukan tentangnya padaku." kening Fiona berkerut bingung. Siapa perempuan itu? "Apa dia pacar ayahmu?" "Dia bilang sudah lama ingin bertemu denganku tetapi ayah katanya tidak memberinya izin kadang juga ia ingin bertemu abang Derta tetapi abang tidak ingin bertemu dengannya." Fiona semakin mengeratkan genggaman tangannya pada Titania untuk mengurangi praduga negatif yang sedang bermain dalam otaknya. Mana mungkin orang itu kan? Mungkin cuman orang iseng saja yang datang menyapa Cucu kesayangannya kan? "Apa dia menyebutkan namanya?" tanya Fiona hati-hati semoga saja ia salah praduga saja "Namanya Clara, katanya wajahku sungguh mirip dengan seseorang tetapi dari segi sikap dan cara berpakaian sangatlah berbeda. Apakah eyang tau siapa perempuan itu?" Fiona melepaskan genggaman tangannya Dengan Titania saat mendengar nama itu. Nama yang seharusnya tak perlu hadir lagi dalam kehidupan keluarga putra pertamanya dan kedua cucunya. Seharusnya nama itu tak lagi ada didalam rumah ini apalagi disebutkan lagi. "Eyang... " Titania semakin yakin jika orang itu penting dalam kehidupan keluarganya apalagi reaksi eyangnya berlebihan seperti ini. "Jangan pedulikan orang itu Titania karena dia sudah tidak pantas untuk dihadirkan dalam keluarga kita." itu adalah perkataan terakhir eyangnya sebelum melangkah meninggalkannya sendiri diruang tamu. Siapa Clara itu? Kenapa reaksi eyangnya sangatlah berlebihan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN