Bab 5 - Matahari Dan Bintang Semu

1324 Kata
Mendengar Aloka yang selalu mengomel tidak jelas dan itu membuat moodnya menjadi tidak baik maka dari itu Titania memilih berjalan keluar mengabaikan teriakan Deliana yang memanggilnya. Matanya menatap sekitaran kampus yang masih ramai sedang jam sudah menunjukkan pukul 16:30 bahkan masih banyak gerombolan yang sepertinya sibuk menceritakan ini itu pada yang lainnya. "Titania..." perempuan itu menoleh menemukan laki-laki dengan bingkai kacamata di matanya. Sedang menatapnya entah apa artinya. "Permisi, aku mau lewat!" titania berjalan kekiri malah laki-laki itu juga kekiri begitupun seterusnya. Matanya menatap tajam kearah laki-laki yang menghalangi jalannya itu, moodnya sangat tidak Bagus tetapi malah dihadapkan hal paling menyebalkan seperti ini. Bisa-bisa ia lepas kendali disini. "Kau penulis dikertas origami itu?" tanyanya tenang tanpa perduli tatapan tajam perempuan itu. "Kau membual!" jawabnya malas, "Kemarin kau memanggilku semesta, titania!" Abani, laki-laki yang menghadang jalan Titania itu sekilas melihat ada keterkejutan dimata perempuan itu mungkin tidak menyangka jika Abani mendengar perkataan menyerupai bisikan itu. "Kenapa memilih bersembunyi?" Titania memejamkan matanya mencoba mengendalikan debaran jantungnya yang menggila didalam sana, perasaan s****n. Batinnya "Kamu tau kenapa aku memilih bungkam atas kamu karena dari banyaknya Bintang yang ada kamu tergolong matahari untukku. Kudekati akan membakar sedang menatap dari jauh malah memberi luka akan cahayamu. Berada disekitaranmu malah membuatku terluka tetapi dimanapun aku tetap saja takkan pernah bisa sembunyi oleh cahayamu. Kau paham maksudku bukan?" tepat setelah ucapannya selesai matanya terbuka tetapi tidak mengarah ke Abani. Awalnya laki-laki itu hanya terdiam hingga Titania ikut terdiam bahkan perempuan yang memiliki hobby menulis itu bisa mendengar taluan jantungnya yang menggila didalam sana, sangat cepat bahkan jika ia tidak mengontrolnya mungkin imejnya sebagai perempuan bodoamat akan lebur. Tergantikan dengan salah tingkah dan wajah merah merona. "Lalu bagaimana jika matahari itu ingin mengubahmu menjadi awan atau bahkan langit. Jika awan masih bisa pergi meninggalkan sedangkan langit walaupun sering berubah-ubah bahkan warnanya banyak tetapi ia tetap stay ditempat?" Abani tau jika Titania sedang mencoba bermain teka-teki bersamanya menggunakan perumpaan galaksi dan tentu saja ia akan mengikutinya. "Dan kamu tau? Antar Bintang itu ada debu, gas dan sinar kosmis. Aku adalah debu yang hanya bisa menatapmu tanpa berani mendekat. Cukup rumit juga ya menjelaskan alasan menggunakan galaksi semesta sedangkan itu bukan bidangmu?" bukannya menjawab hal itu, Titania malah menggunakan perumpamaan lain berusaha sekuat tenaga agar ia tidak lengah dan malah membuat laki-laki berkemeja kotak-kotak ini besar kepala. "Ini memang bukan bidangku, tetapi aku sedikit mengerti akan perkataanmu. Apakah kau tak ingin menjadi langit untukku?" ada selipan harap disetiap pertanyaan itu tetapi Abani tidak tau bagaiamana hebatnya Titania dalam mengendalikan perasaan bahkan bisa tidak terdeteksi sama sekali. "Apa untungnya aku menjadi langitmu? Apa tidak kerjaan lain." percayalah Titania memang mengatakannya dengan sedikit sarkas tetapi didalam hatinya malah menyesali perkataan tajamnya itu. "Kenapa?" raut kecewa sangat jelas terlihat diwajah Abani. Padahal tadinya ia sudah menaruh harap jikalau Titania akan mengikuti ajakannya. " Karena dari banyaknya bentuk galaksi aku hanya bisa diam didalam galaksi spiral karena disana hanya berisi debu saja sedang aku adalah debu dan takkan bisa bersanding bahkan dekat dengan matahari yaitu kamu. Mungkin kamu kurang paham akan hal ini karena yang tau maknanya adalah fikiranku sendiri bahkan aku aja bingung sebenarnya aku bahas apa." Titania memilih berjalan dan sangat bersyukur Abani tidak menghalangi jalannya lagi menuju basecamp-nya. "Dan satu hal lagi, Bintang kadang dibagi menjadi semu dan nyata. Dan aku berada di Bintang semu yang tak memiliki cahayaku sendiri sedang Bintang nyata memilki cahayanya sendiri yaitu seperti sekarang. Banyak yang mendekatimu secara terang-terangan karena mereka bisa sedang aku paham akan posisiku." Titania menghentikan langkahnya sejenak mengatakan artian Bintang pada laki-laki pemilik perasaannya itu dengan makna bahwa ia tau akan posisinya. Abani berbalik dan menatap nanar punggung Titania yang berlalu, ada keraguan dalam hatinya apakah benar perempuan itu mempunyai perasaan padanya kenapa sikapnya begitu acuh bahkan tidak menunjukkan adanya rasa sama sekali. Bahkan Titania malah mengatakan tentang keuntungan jika menjadi langitnya? Jujur saja kata-kata itu cukup melukai perasaannya. Apakah semesta yang ada dikertas itu memang ditujukan untuknya ataukah orang lain? "Permisi kak, numpang lewat."Abani tersentak dari lamunanya dan dilorong tempat Titania berjalan tadi kini tidak menujukkan adanya perempuan itu. Abani menoleh menemukan dua perempuan kalau ia tidak salah ingat mereka berdua adalah teman Titania. Abani hanya tersenyum singkat pada keduanya dan mereka berdua kini melanjutkan langkahnya mungkin ingin menyusul sahabatnya. Matanya menatap sekitar ternyata mahasiswa lain sedang menatapnya dan mungkin itu sudah terjadi daritadi, kenapa ia bisa lupa jikalau keduanya sedang berada di keramaian. Tidak memperdulikan tatapan ingin tau itu abani memilih melanjutkan langkahnya sambari fikirannya memikirkan ulang teka-teki yang dikatakan oleh perempuan berwajah dingin itu. Yang katanya memilihnya menjadi semestanya. **** "Akhirnya nemuin kamu juga." Titania menatap kearah pintu disana berdiri Aloka dan Deliana. Tetapi itu hanya sekilas dikarenakan fikirannya dan hatinya sedang menyesali perkataannya tadi pada Abani. Pasti laki-laki itu sangat terluka karena ucapannya Titania memilih memejamkan matanya tanpa perduli kedua sahabatnya kini berada didekatnya. Perasaannya benar-benar berkecamuk bahkan rasa penyesalan itu sangat besar. "Kamu tadi bahas apaan sama Kak Abani? Kok kayak serius banget gitu." Titania membuka pejaman matanya menatap malas kearah Aloka yang sedang menatapnya dengan pandangan rasa ingin tau begitu besar. Sedang Deliana sudah sibuk dengan dunia halunya atau bisa dibilang sudah membaca n****+ yang memang tersedia di ruangan ini. Sebenarnya ini bukan basecamp sembarangan seperti yang lainnya. Tempatnya saja adalah kamar kostan memang sengaja disewa oleh ketiganya karena jika tugas padat tidak perlu pulang kerumah cukup bermalam disini. Diruangan ini sudah tersedia sesuai keinginan mereka bertiga tetapi lebih dominan milik Aloka yang terdiri dari perkakas make up walaupun tidak terlalu banyak. Dan juga anak-anak di kost'an ini sudah sangat mengenal ketiganya. "Cuman bahas tentang matahari dan bintang semu aja." Aloka yang mendengar jawaban Titania mengerutkan keningnya bingung tidak mengerti apalagi mengingat tatapan kecewa dari Kak Abani tadi. Mana mungkin sekedar bicara hal lumrah Seperti itu? "Mana mungkin cuman hal kayak gituan. Saya tuh lihat kalian serius banget bahasnya dan pas kamu pergi tadi Kak Abani terlihat kecewa banget malah sempat melamun tetapi dikagetin sama Deliana. Terus ya.... " "Enak aja aku kagetin dia! Engga ya. Aku cuman sapa doang sekalian buat dia sadar kalau dia melamun di ditengah jalan." Deliana yang sadari tadi memilih membaca memotong ucapan Aloka dengan cepat. Ia tidak terima dituduh seperti itu "Gitu aja kok sewot sih!" ucapnya cepat merasa kesal karena Deliana memotong ucapannya padahal terlihat tadi Titania sudah ingin menjawab pertanyaannya lagi. Deliana tidak memperdulikan gerutuan Aloka ia malah memilih melanjutkan bacaannya yang tertunda tadi. Selagi ada waktu senggang ia lebih baik memilih menyelesaikan bacaannya karena pertanyaannya untuk Titania sudah diwakili oleh perempuan paling kepo yaitu Aloka. "Sebelum kamu pergi, kamu bilang apa kok kak Abani kayak benar-benar kecewa gitu." sesi wawancaranya ia lanjutkan. Pokoknya informasi detailnya harus ia dapati, batinnya. "Bil...." ucapan Titania terpotong oleh ketukan pintu dari depan dan itu membuat Aloka benar-benar kesal. 100% Deliana berdiri dengan n****+ yang masih ditangannya karena jika mengharapkan keduanya maka tamu yang sedang menunggu itu akan mengering diluar. Mana mau kedua sahabatnya itu membuka pintu, malas katanya "Ada Lerta yang cari kamu Tan." Ucap Deliana dari arah luar diikuti perempuan sebahu dibelakangnya. "Kenapa?" tanya Titania langsung. "Di foto ini kakak kan? Soalnya wajahnya mirip kakak. Tapi disini perempuan itu dituduh membunuh itu terjadi jam 16:00 tadi sedang kak Titania berada di kampus engga keluar sama sekali, itulah yang membuat anak-anak lain bingung. Kakak punya kembaran?" Titania mematung ditempat bahkan ia langsung menegakkan punggungnya yang sadari tadi menyandar disofa sedang fikirannya sudah berkelana jauh. Sedang Aloka menarik ponsel yang dibawa adik tingkatnya itu untuk memastikan kebenarannya dan matanya membulat saat melihat foto yang ada disana. "Mukanya mirip kamu banget Titania bahkan engga ada bedanya sama sekali. Tapi ini diambil pas jam 4 lewat tadi sedang dari jam siang sampai sekarang kita selalu sama-sama. Intinya adalah kamu punya kembaran Tan?" Aloka benar-benar kaget difoto itu terlihat perempuan yang sedang menatap tajam kamera dengan penampilan berantakannya. Sedang Deliana kini menatap hampa kearah Titania yang sadari tadi mematung ditempat entah fikirannya dimana, n****+ yang digenggamnya sudah jatuh dilantai. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN