"Yah! Apakah dia ibuku dan aku mempunyai kembaran?"
Hendrik mematung mendengarkan pertanyaan itu dan baru kali ini Titania menyebutkan kata itu sedang dari dulu ia tidak pernah mendengar Titania mengatakannya.
Melihat reaksi ayahnya saja Titania sudah mengetahui jawaban bahkan ini sudah lebih dari cukup untuknya. Selama ia hidup ternyata ia disembunyikan rahasia sebesar bahkan sepenting ini. Apakah kisahnya benar-benar rumit hingga hal sepenting itu tidak ia tau sama sekali.
"Yah! Nia memang tidak pernah membahas tentang kata itu selama ini. Tetapi bukan berarti Nia tidak ingin mengetahuinya, dia bahkan bertemu denganku dengan pandangan angkuhnya tanpa kasih sayang sama sekali." masih terekam jelas dalam ingatan Titania bagaimana pandangan perempuan itu padanya.
"Nia ingin sendiri yah! Kumohon." Hendrik mengelus pelan rambut putrinya Setelahnya berjalan keluar dari kamar terkesan biasa saja itu.
Selepas kepergian ayahnya Titania mengabaikan layar komputernya kemudian berjalan kearah jendela kamarnya yang masih terbuka. Menatap hampa kearah Bintang diatas sana.
"Kamu ingin seperti ini disaat sedang membutuhkan orang?" Titania berbalik melihat abangnya yang sedang menyembulkan kepalanya dipintu.
Kapan Derta membuka pintu apakah ia terlalu sibuk menatap Bintang hingga hal itu saja tidak ia sadari, batinnya.
Hanya menoleh beberapa detik kemudian matanya kembali menatap ribuan Bintang diatas sana,
"Abang kok pulang cepet? Udah ketemu eyang?" tanya Titania sambari menatap lekat sepasang Bintang yang ada di bagian Selatan. Berada jauh dari bulan tetapi mereka berdua cukup terang.
"Udah. Tapi eyang nyuruh aku ketemu kamu, kenapa emangnya?" tanya Derta yang kini sudah duduk diranjang Titania sedang tatapannya sekilas mengarah ke arah komputer Adiknya kemudian fokus menatap Titania yang sedang memunggunginya.
"Dikampus tadi perempuan bernama Clara datang menemuiku." ujar Titania pelan tetapi masih mampu didengarkan oleh Derta.
"Dia ngapain kamu emangnya dek! Dia ambil fakultas apa?" Derta berdiri berjalan kesisi adiknya ikut menatap Bintang yang sedang ditatap Titania.
"Aku tadi udah cerita sama ayah dan aku dapet simpulin kalau dia adalah ibu kita."
Ibu? Perkataan itu membuat Derta mematung bahkan menatap hampa kearah Titania dari samping. Adiknya itu masih saja fokus menatap Bintang diatas sana.
"Dari perkataan perempuan bernama Clara itu aku juga bisa menyimpulkan jika aku mempunyai kembaran seperti Bintang diatas sana."
Ucapan Titania membuat kedua tangan derta mengepal di kedua sisi tubuhnya, rasa bencinya pada perempuan itu semakin besar apalagi dia datang mengacaukan kesaharian adiknya.
"Katanya, dia udah berkali-kali ingin menemui abang tapi abang engga mau, selalu abang tolak. Apakah kehadiranku cukup rumit hingga keberadaan ibuku sendiri tidak pantas kuketahui bang?"
Derta menarik Titania kedalam pelukannya.
"Dia sangat tidak pantas kamu panggil dengan sebutan itu Nia! Abang engga mau dia hadir menganggu kehidupan kita. Aku, kamu dan ayah serta eyang sudah lebih dari cukup untuk keluarga. Jangan memikirkan tentang dia Nia!" Titania dapat merasakan ada nada benci yang begitu besar dalam Setiap perkataan abangnya, tapi kenapa?
"Ada Bintang lain yang searah denganku Bang! Wajahnya katanya sangat mirip denganku tetapi sikapnya beda serta pena...."
"Dia bukan bintangnya eyang Nia! Hanya kamu bintangnya eyang jangan pernah menyebutnya jika kamu searah dengan dia. Mereka tidak bersama kita bahkan sejalan dengan kita, mereka berbeda."
Derta menguraikan pelukannya memegang kedua pundak adiknya lalu menatap Mata adiknya langsung walaupun harus sedikit menunduk karena Titania itu pendek jika dekat dengannya.
"Dia pergi meninggalkanmu sendiri dirumah sakit tanpa penjagaan didalam inkubator karena kamu lahir lebih kecil dari yang seharusnya. Sedang 'dia' yang lebih dulu lahir darimu sehat bahkan normal. Maka dari itu dia membawa 'dia' itu bersamanya, kami baru mengetahui jika dia melahirkan beberapa jam kemudian itupun pihak rumah sakit yang menelepon eyang."
Titania tersenyum miris mendengar kebenaran itu setelah Derta melepaskan tangannya pada pundaknya kini Titania kembali mendongak menatap Bintang diatas sana.
"Dia kabur bersama sahabat ayah Nia! Itupun baru kami ketahui setelah sebulan hilangnya perempuan itu. Awalnya Ayah kelimpungan mencarinya tetapi hasil yang ayah dapatkan membuatnya harus menelan pahitnya keadaan. Sahabat dan istrinya mempunyai hubungan dibelakangnya dan mereka berdua kabur ke negeri asal sahabat ayah itu."
Tanpa sadar air mata langka Titania hadir tanpa izin sama sekali padahal selama ini Menangis adalah hal langka yang dilakukan olehnya tetapi kali ini keadaan cukup sulit ia pahami, kebenaran yang harusnya tidak ketahui jika pada akhirnya berakhir membuatnya cengeng dan menghadirkan air mata
"Ayah baru mengetahui perselingkuhan itu sebulan kemudian Nia! Dan seminggu setelah ayah mengetahui kebenaran itu ada pesan dari perempuan itu alasan dia memilih melakukan ini adalah karena ia tidak bahagia bersama lelaki miskin seperti ayah, kekayaan ayah sangatlah tidak seberapa dengan kekayaan laki-laki yang pergi dengannya."
"Sebagai jalan keluar eyang yang merawat kamu dan abang fokus sekolah. Mulai saat itu tidak ada lagi yang membahas tentang dia dan hari ini entah apa lagi yang mereka inginkan hingga kembali lagi."
Titania mengembuskan napasnya sejenak kemudian memeluk pelan abangnya dari samping.
"Aku berharap dia tidak bertemu denganku lagi bang!" gumamnya menyandarkan kepalanya didada abangnya.
"Abang tidak mengajarkanmu benci padanya Nia! Karena kamu sudah dewasa jadi kamu bisa menilai sendiri bagaimana bersikap padanya. Abang tidak menyarankan apapun cukup kamu berpikir bagaimana yang kamu mau." Derta mengelus pelan rambut adiknya.
"Abang keluar dulu mau berbincang dengan eyang. Jangan terlalu dipikirkan." Derta berlalu meninggalkan Titania sendiri didalam kamarnya.
Setelah kepergian Derta, Titania melangkah mengambil ponselnya mencoba mengabaikan kejadian tadi, karena perempuan itu tidak menginginkannya bukan jadi untuk apa memikirkannya.
Pecinta love❤
Aloka :
Girls
Ku gabut.
Sangat gabut.
Mana sih.
P
P
P
P
Ku gabut.
Deliana :
Apasi aloka!
Jangan nyepam.
Aloka :
Ku lagi gabut banget.
Ehh kata Saka aku cantik loh, dan dia muji aku banget.
Deliana :
Yaiyalah saka bilang gitu itukan biar kamu makin kagum sama dia. Nanti kalau dia bilang kamu jelek kamu malah bodoamat sama dia.
Aloka :
Eh eh. Lerta buat status.
'Kamu mencintai dia tetapi aku masih berharap kamu beralih dan hanya untukku. Aku pernah mencoba tetapi berakhir luka bahkan patah diwaktu yang sama' ~A
Gimana girls, kuanggap inisial itu ditujukan untuk Abani.
Wkwkkw. Titania ada saingan.
Deliana :
Jangan asal bicara, nanti Titania jadi kepikiran dan malah galau deh.
Aloka :
Titania mana bisa galau, dalam kamus dia engga ada yang namanya galau.
Deliana :
Secuek-cueknya perempuan pasti bakal kalah dengan perasaannya sendiri. Kamu aja kalah sama pesona Saka.
Titania :
Kalian berisik.
Aloka :
Tan! Coba cek statusnya Lerta kok kayak lebay banget tau engga. Dan kayaknya nama yang dia sebutin itu namanya abani deh. Liat dulu.
Deliana :
Jangan di dengerin Tan! Aloka cuman kurang kerjaan aja.
Titania keluar dari room chat itu kemudian membuka status Lerta yang kata Aloka sedang memikirkan tentang abani bahkan menyebutkan inisial A dalam status itu.
****
'Kamu mencintai dia tetapi aku masih berharap kamu beralih dan hanya untukku. Aku pernah mencoba tetapi berakhir luka bahkan patah diwaktu yang sama' ~A
****
Titania :
Mungkin dia sedang patah hati
Aloka :
Yaiyalah sedang patah hati orang abani-nya sukanya sama Titania Bukan sama dia.
Titania memutar ingatannya saat Lerta mengungkapkan perasaannya pada Abani tetapi laki-laki berkacamata itu malah menolak perasaannya bahkan memilih meninggalkan Lerta sendiri dipinggir pantai.
Titania :
Kamu jangan sok tahu Aloka.
Deliana :
Kan tadi aku sudah bilang jangan dengerin tapi masih kamu tanggepin. Lihat aja dia makin menjadi-jadi.
Titania menyimpan ponselnya mengabaikan kedua sahabatnya yang sepertinya masih saling bertukar pesan digrup itu. Titania menatap langit-langit kamarnya berusaha mengabaikan rasa bersalahnya karena melukai Lerta secara tidak langsung.
Ini adalah hati yang berbicara sedang yang lerta lakukan hanyalah sebuah ketidaksetujuannya dalam menjalani kemauan takdir. Sedang Titania cukup mengikuti arus yang membawanya tanpa menentang sama sekali.
Intinya, apakah Titania mampu atas semua ini? Bagaimana jadinya jika semua orang yang menyukai abani tau jika laki-laki itu melabuhkan perasaannya pada perempuan seperti Titania ini? Apakah mereka akan sama seperti lerta atau sebaliknya atau memperlihatkan sikap lain.
"Semesta, apakah kita mampu melewati jalan ini apalagi sepertinya banyak orang yang tidak merestui kita berada dalam satu buku yang sama tetapi apakah sebuah kesalahan jika aku masih berharap adanya kerjasama takdir untuk kita berdua."
"Semesta, aku kini sedang berjalan mencoba dengan apa yang kubisa tetapi bagaimana nantinya jika kegagalan itu malah menghampiriku bahkan mendorongku dengan keras tanpa belas kasih hingga akhirnya aku hanya mampu meratapi tanpa berniat bangkit apalagi memulihkan diriku sendiri"