16. Tenda Perang

1635 Kata
Beberapa jam setelah pertempuran dahsyat di gurun para prajurit yang tersisa mengevakuasi diri mereka sendiri-sendiri. Tak terkecuali para panglima yang sedang terkapar lemas di tenda mereka masing-masing. Di penghujung hutan tertutup oleh rindangnya pohon dan bongkahan batu sebesar raksasa. Barak itu terlihat sepi dan penuh dengan kabut abu-abu. Hanya ada 3 penjaga yang menjaga dua sisi samping kanan dan kiri dengan tombak menjulang ke atas setinggi badan mereka. Walaupun berdiri tegak, di balik jubah besi seberat diri mereka sendiri bersembunyi para prajurit kelelahan bekerja menjaga pos itu tanpa istirahat. Tidak ada pilihan lagi. Sosok yang mereka jaga di dalam barak adalah orang penting. Dia sekarang terbaring kesakitan dibalut oleh perban penuh luka. Dia adalah Rhianna “Dimana dia” seseorang datang tergesa-gesa memakai baju zirah compang-camping. Dia bertanya terus menerus kepada semua prajurit yang berjaga. Tempat barak pemulihan gadis gagah yang terbaring lemah itu memang agak sedikit terpencil dan sulit ditemukan. Mereka tidak tahu kapan musuh akan datang dan darimana. Satu-satunya cara yang paling tepat adalah menaruhnya di sebuah hutan di tengah-tengah kerajaan yang aman dengan penjagaan minim mengurangi tingkat kecurigaan musuh “Siapa yang Anda maksud pak? Jika Anda ingin mencari nona Rhianna aku bisa mengantarmu pak” prajurit itu berhadapan langsung dengan Baroth yang sedang berharap-harap cemas. Dia melihat wajahnya penuh dengan keringat dan rambut gondrong sekuping lepek.  Tangannya yang penuh dengan otot terlihat lemas tanpa tenaga. Saat prajurit itu mencoba mendorong bahu Baroth mencoba membantunya yang tampak terlihat hampir lemas tapi Baroth malah bersikeras menolaknya dan merasa dia masih bisa mengendalikan dirinya sendiri “Tidak usah, terima kasih” ucap Baroth sungkan Dengan langkah yang lemas dan lamban, memang peperangan yang dahsyat itu sudah tidak bisa dihindarkan. Walaupun tidak bisa berbuat apa-apa untuk melindungi rajanya, energi fisik maupun mentalnya terkuras habis. Mau tidak mau Baroth mengikuti prajurit itu dengan kaki yang terseret-seret menuju pos dimana Rhianna dirawat Hingga sampailah dia kepada Rhianna yang sedang terbujur lemas di ranjang dengan kepala dan d**a yang dibalut dengan perban putih namun masih ada corak merah bekas tusukan yang membekas m*****i lilitan pembalut itu. Di sampingnya ada seorang tabib dengan sangat hati-hati merawat Rhianna menggunakan sebongkah Gemstone yang terpasang di telinganya menghubungkan detak jantung Rhianna.  “Bagaimana keadaannya” Baroth bertanya pelan-pelan menghindari suara yang berisik “Meskipun tampak begini, dia baik-baik saja. Dia sudah bisa berbicara beberapa kalimat kepadaku dan berkata letak rasa sakit apa saja yang ia rasakan. Apakah aku perlu keluar agar kau bisa berbincang dengannya” Terang Tabib itu “Tentu saja bila itu tidak mengganggu dirinya yang sedang terluka” Baroth merasa perlu berbicara dengan Rhianna saat ini meskipun mereka berdua tampak sama-sama tidak sehat Tabib itu memasukkan pil Himungoff agar dia bisa bangun dan sadar kembali. Pil itu sangatlah efektif digunakan kepada pasien-pasien yang terluka parah dan susah untuk terbangun dari tidurnya. Meskipun begitu, pasien itu tidak bisa merasakan rasa sakit ataupun indra perasanya untuk sesaat namun tentu saja bukan tanpa efek samping, mereka akan kehilangan kesadarannya lebih lama lagi daripada sebelumnya. “Ah... Aku tidak pernah berharap dagu pantatmu itu menjadi pemandangan pertama saat aku terbangun dari ranjang” Rhianna membopoh badannya sendiri dengan bantuan kayu di samping ranjangnya. Walaupun tidak terlalu kuat, setidaknya mampu membuatnya bergerak dengan mudah “Sepertinya kau harus mulai terbiasa dengan itu. Dan aku harap kau tidak bosan memandang mata zamrudku yang indah” Baroth membalas dengan gurauan, mencoba menghibur Rhianna, dan dirinya sendiri Baroth menaruh pedangnya ke atas meja menyingkirkan nampan aluminium tempat obat dikumpulkan. Rhianna hanya memandangnya dengan mata lelah dan kelopak mata turun setengah meninggalkan matanya berwarna biru hanya terlihat sedikit “Apa rahasiamu Rhianna? Bisa terlihat tetap menawan meski dalam kondisi buruk seperti ini” Baroth seringkali menggoda dan merayu Rhianna. Namun itu tidak mempan padanya, karena ia tahu, ia melakukan itu kepada semua gadis cantik yang ia temui “Cukup dengan omong kosong itu Baroth. Apa yang terjadi?” Mata Baroth yang semula terlihat riang berubah menjadi seperti anak anjing yang dipukul oleh pengemis jalanan. Rhianna mulai membentak Baroth dengan kencang dan menyuruhnya memberi tahu apa yang ia ketahui. “Raja telah mati Rhianna” mendengar itu Rhianna langsung meloncat dari ranjangnya merobek beberapa perban di d**a dan pinggulnya memperlihatkan beberapa bagian intimnya. Dia menarik pedang Baroth dan mengacungkannya ke sela-sela dagu Baroth hingga melukai sedikit kulitnya. Baroth tak sedikitpun berkutik, dia hanya diam saja menerima perlakuan Rhianna seperti itu. Jika mereka bertukar tempat, mungkin Baroth akan melakukan hal yang sama “Katakan padaku dimana penyihir b******n itu sekarang. Tidak peduli walaupun di ujung Canavore Archipelago ataupun di Bariford City sekalipun aku tidak takut. Aku akan memburunya menghabiskan seluruh keturunannya” “Dengan tubuh terbalut kain pas-pasan dan p****g yang menonjol itu? Aku rasa kau hanya menjadi sasaran Necronite untuknya* Rhianna menunjuk pedang Baroth dengan semakin kuat hingga tetesan darah mengucur dari dagunya “Apakah kau mau mencobanya denganku Baroth, aku bisa saja memotong pantatmu disana dan menaruhnya disini” Rhianna menggeram penuh dengan amarah mengucur di raut wajahnya.  “Aku tidak menyangka kau se sehat itu Rhianna” goresan pedang di dagu itu cukup untuk membuat jari Baroth untuk mengusapnya penuh dengan darah. Mendengar ucapan Baroth barusan membuat Rhianna kembali duduk di ranjangnya sambil merapikan perban yang ada di tubuhnya agar terlihat lebih sopan.  “Jika kau memang se sehat itu Rhianna, ayo kita serbu dia sendirian dan mencincangnya dengan habis bersama. Aku yakin setengah kekuatanku dan seperempat kekuatanmu saja cukup untuk menghabisinya” Baroth menyadari tindakan Rhianna barusan sangatlah lincah, bahkan untuk seseorang yang telah melakukan pertempuran dahsyat. Gerakannya saat meloncat dari ranjang dan melesatkan pedangnya ke dagu manisnya hampir terlihat seperti prajurit yang sehat. Apakah kekuatan Rhianna saat terluka memang sekuat itu? “Jangan bercanda. Balutan perbanku mungkin terlihat sebagai kelemahan bagimu. Namun ini akan membuat musuh meremehkan kita.” Emosi Rhianna yang semula meluap-luap kini menjadi tenang dan melihat keadaan. Baroth merasa mungkin kondisinya membaik setelah dia bertemu dengannya Entah tabib tadi benar-benar mengobatinya dengan baik atau kondisinya memang tidak separah itu saat pertempuran tapi Baroth memang merasa Rhianna tidak separah itu. Walaupun dibalut dengan perban namun tidak ada luka berarti yang melekat di tubuhnya. Hanya ada beberapa benjolan dan goresan berwarna merah tersebar di lengan dan perutnya. Baroth mempertanyakan alasan tabib itu memberikan perban kepadanya hingga sekujur tubuh “Aku tidak tahu efek Himungoff memang seefektif itu atau memang aku merasa kau terlalu membanggakanmu diri sendiri. Bagaimana kau bisa mengalahkan Penyihir s****n itu jika kau tidak bisa menghabisi pasukan kroconya?” Rhianna bergeming. “Aku juga tidak mengerti, kelelawar s****n itu terbang seperti menghisap rune tombakku. Hal pertama yang aku duga adalah elemen sihir penyihir itu sama dengan punyaku sehingga lunyaku menjadi tertarik olehnya” Tombak milik Rhianna memang spesial. Dia salah satu manusia yang tidak memiliki energi sihir saat lahir. Namun dengan kegigihannya dia berhasil bertahan dan mendapatkan tombak yang Voidborg, salah satu tombak terkuat dan rune terlangka yang ada di Yagonia  Memiliki salah s*****a magis menjadi persyaratan untuk seorang prajurit menjadi panglima kerajaan. Prosesnya tidak mudah, banyak orang yang melaluinya menganggap proses itu seperti berjalan diatas kerbau yang menari. Saat ini tidak ada s*****a magis yang dimiliki lebih dari satu pemilik. Semua panglima yang ada di masa lalu memiliki s*****a khas mereka sendiri-sendiri. Jumlah s*****a juga tidak diketahui, ada yang mengatakan keberadaan mereka terkait dengan dunia lain dan Naga kuno. Namun hal tersebut tidak menggetarkan para prajurit pemberani untuk mencarinya dan menjadi yang terkuat selanjutnya “Apakah itu cukup” kata Baroth meragukannya. Ia tidak percaya orang yang berada disampingnya mengalahkan 500 prajurit bersama-sama bisa kalah dengan gerombolan kelelawar jadi-jadian. “Memang seperti itu faktanya, kau bisa mengeceknya Voidborg dan membawanya ke Runer yang ada di ibukota jika kau tidak mempercayainya. Kehormatan yang selama ini aku bangun juga hancur lebur dengan adanya cicak s****n itu” Rhianna menyadari kalau Baroth sedikit menaruh rasa curiga kepada dirinya. Baroth tidak membalas. Ia hanya menyandarkan dagunya dengan dua tangannya penuh otot. Dia tidak ingin menaruh rasa curiga lebih banyak kepada Rhianna. Ia tidak ingin merasa terbebani lebih banyak lagi daripada ini. “Aku merasa kematian Raja Galliard terlalu cepat. Aku baru saja kemarin meracik rum dengan campuran anggur illegal milik kota Froid dengannya. Namun sekarang aku harus menuang anggur itu kembali ke dalam tanahnya” Baroth kembali merenung dengan Rhianna yang berganti tidak membalas apa-apa Hening memenuhi seluruh ruangan meninggalkan dengungan cukup keras di kepala dua ksatria rentan itu. Raja yang selalu mereka ikuti harus pergi tanpa persiapan apa-apa selanjutnya. “Dan terlalu cepat. Aku merasa kematiannya tak seharusnya begini. Aku bersumpah atas nama ayah dan ibuku akan membalas dendam siapapun yang membunuhnya dengan kedua tanganku sendiri”   *Ya aku tahu Rhianna kau adalah temanku. Aku sudah menganggapmu seperti saudariku sendiri. Aku tidak tahu bagaimana nasib kita kedepannya setelah kehilangan Yang Mulia. Tetapi aku merasa ada keanehan di dalam semua ini. Aku merasa kematian Raja bukanlah akhir namun sesuatu yang lebih besar akan datang. Sepertinya sumpah mengatasnamakan siapapun yang aku cintai tidak cukup untuk membuatnya teradili. Aku juga tidak berharap menyiksanya dengan pedang tertumpulku atau semacamnya. Aku hanya ingin seseorang yang melakukan ini semua akan terungkap dan aku bisa bertatap muka dengannya” Baroth menatap wajah Rhianna tajam-tajam seakan kedua bola matanya menunjuk hidung mancung manis itu “Aku akan bertatap muka dengannya dan berbicara dengannya alasan membunuh irang yang aku hormati. Aku tidak peduli apa alasan yang dimilikinya, ah... Aku bahkan berharap tidak memotong lidahnya saat itu membuatnya kesulitan berbicara. Saat dia selesai mengatakan alasannya aku akan mengurungnya ke seven hell dan membuatnya bertarung dengan gigih bersama para hell hound yang ada disana” Muka Barroth sangatlah serius saat itu hingga angin yang masuk ke hidungnya seakan-akan tak keluar kembali “Aku juga berharap seperti itu Barroth”  Barroth memalingkan wajahnya dan mengambil pedang miliknya dengan tombak Voidborg yang tergantung di pinggir ruangan tanpa mengatakan sepatah kata pun meninggalkan Rhianna kebingungan dan sendirian disana.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN