CIUM ATAU TEGUK?!

2202 Kata
"Ayolah Nadiiin ikut main. Lo ga bosen apa di ruangan mulu lagian Boss lagi kuliah." Zizi merengek terus bergelayut manja di lengan Nadin berusaha membujuk wanita keras kepala gila kerja di sampingnya ini. "Dari mana lo tau Boss kuliah? Gue ga pernah bilang." Alis Nadin bertaut. "Anggap aja gue tau dari angin. Ikut main sampai larut, udah lama kan kita ga minum-minum." Zizi berusaha membujuk. "Kemarin?" "Anggap aja gue lupa. Ayolah Nadin nunggu nanti keburu Boss Tengik itu masuk kerja dan kebebasan Hak Asasi Istirahat kita ilang karena lembur!" Nadin merotasi bola matanya dalam hati menyumpah akan menendang Zizi ke ragunan. Mana wanita ini merengek di depan staff dan pekerja lain membuat Nadin tak bisa berkutik selain mengiyakan. "Baiklah tapi tolong berhenti lakukan itu." Nadin mendorong wajah Zizi menjauh. "Oke." Zizi mengangkat kedua tangan sambil tersenyum menang. "Ayo cepat!" ajak Zizi segera berlari menarik Nadin mengikutinya keluar dari kantor menuju bar tak jauh dari kantor. Maklum, Iyan tidak kerja seharian jadi mereka merasa sedikit lega dan bebas. Selama Iyan menjabat pria itu sangat dingin dan berpegang teguh pada kedisiplinan padahal jelas sekali banyak rumor mengatakan kalau dia pria badungan tak tahu tata krama. Di bar. "Nadin, saya duduk di sebelahmu tidak apa?" Seorang pria dengan suara berat serak menyapa dan langsung duduk di sebelah Nadin tanpa menunggu persetujuan. Bibir Nadin hanya melengkung sekilas. Semua fokus ke Zizi yang tengah menjelaskan peraturan permainan. Siapa sih yang tidak tahu permainan mentransfer kertas dari bibir ke bibir. Nadin mendelik kesal saat tahu hukumannya jika gagal. "Jika gagal, kalian harus memilih mencium orang di sebelah kalian atauuu minum bir dua gelas." Mata cantiknya mengedip nakal. Nadin menyenderkan punggung ke sandaran sofa diikuti ujung telunjuk menusuk pelan pelipis. Nadin memainkan lidah di dalam mulut, menekan pipi kirinya dengan lidah membuat pria di sampingnya tersenyum kecil. 'Teknik berciumanku masih payah,' dumel Nadin dalam hati. Diam-diam melirik pria di sebelahnya, 'semoga saja gak aneh-aneh.' Permainan di mulai. Kertas pertama berhasil dipindahkan ke bibir Zizi, lanjut ke Dion, Brayen, Meli, dan Alex—pria yang duduk di sebelah Nadin. Nadin memiringkan tubuh bersiap menerima kertas dari Alex tapi kertas tiba-tiba jatuh dari bibir Alex ntah disengaja atau tidak. "HUOOOO CIUM! CIUM! CIUM!" Jelas sekali disengaja padahal sedikit lagi Nadin dapat meraih kertas. Sial memang, pria yang mendekati Nadin kebanyakan kurang otak. "CIUM ATAU TEGUK?!" tanya Zizi bersemangat. "Aku akan membunuhmu jika kamu berani berkata 'cium', shhh," sinisnya tak suka, Nadin memberi tatapan tajam pada Alex. "Teguk." Semua orang mendesah kesal. Setidaknya Nadin dapat bernapas lega sekarang. Permainan terus berlanjut sampai beberapa putaran. Baru saja Nadin berbalik tiba-tiba pintu bar dibuka kasar. Pelakunya tak lain tak bukan Boss tercinta mereka. Alfiyan. "Lo ngundang Boss Tengik ini?" bisik Zizi digelengkan oleh Nadin dan yang lain. "Kalian bermain tapi tidak mengundang saya, sopan begitu?" Nada bicara Iyan terdengar menyindir. "Boss Anda jangan begitu." Tanpa sadar Nadin berbicara dan menjatuhkan kertas di bibirnya. Semuanya terbelalak ada yang langsung bertepuk tangan girang. "Aishhh sial." Nadin memijit pelipis kesal. "Gara-gara Anda," tukas Nadin pasrah. "CIUM ATAU TEGUK?!" Alis Iyan otomatis bertaut, melirik Nadin yang tengah menuang dua gelas wine ke cangkir sedang membuatnya paham. "Awas." Iyan menyerobot duduk di antara Nadin dan Alex, "Nadin Anatasya." Nadin menoleh, "kamu akan mengacau jika mabuk." Iyan langsung menarik dagu Nadin, menempelkan jari di bibir sekretaris cantiknya. "Iyan, jangan mac—" Nadin dan semua yang ada di ruang bar membulatkan mata terkejut ketika Iyan memperkikis jarak dan menempelkan bibir di jari yang menjadi penghalang antara kedua bibirnya dan Nadin. "WOWWW BERITA HOT!" Zizi berteriak antusias tanpa takut akan dilempar sofa oleh Nadin. *** "Beneran ga ada hubungan apa-apa?" "Iya Zizi, gak ada apa-apa, bisa gak sih ga usah nanya-nanya mulu pikiran gue kacau." Nadin mendorong Zizi ke samping dan langsung masuk ke toilet. "Gak ada apa-apa tapi ciuman, wleee!" Zizi menarik bawah matanya dengan telunjuk sembari menjulurkan lidah. Karena kejadian tadi Nadin langsung berpamitan ke toilet disusul Zizi si biang kepo. Iyan? Pria itu tengah menatap penuh intimidasi pada para pria yang ada dalam bar. "Anak sialan satu itu." Tangan Nadin terkepal erat, "aku akan memukuli wajah bagusnya, awas saja." "Arghh kenapa dia harus melakukan itu di depan orang banyak?!" Nadin menjambak rambut sendiri, "kenapa tidak langsung kutampar saja dia tadi." Sekarang Nadin menyesal tidak memberikan kecupan pedas di salah satu atau kalau bisa kedua pipi Iyan. Ah betapa bodohnya dia. Zizi kembali sendirian membuat Iyan celingak celinguk mencari keberadaan wanita cantik bernama Nadin itu. Nihil, tidak ada tanda-tanda Nadin akan datang dalam waktu dekat. "Mana Nadin?" "Masih di toilet." Zizi menjawab tanpa ragu. "Mungkin sedang menyiapkan rencana untuk melenyapkan Anda, Boss Tengik," sambungnya pelan sekali. Permainan dilanjutkan tanpa kehadiran Nadin, semua orang bermain main seprofesional mungkin, semua orang sibuk dengan kegiatan masing-masing hanya Iyan lah ah yang masih terus menanti kedatangan Nadin. "Bapak tidak ada niatan untuk ikut bermain?" Zizi bertanya karena tak enak melihat Iyan duduk tanpa melakukan apa-apa selain melihat pintu. Lagipula dia tidak suka melihat saudaranya seperti orang bodoh menunggu seorang wanita datang. Pria di sebelah Zizi mencolek pahanya, "jangan cari mati." Pria itu mencoba tersenyum pada Iyan. "Iya deh iya. Lanjut main!" Zizi tidak tahu takut kalau di depan Iyan. Pintu yang terbuat dari kaca hitam itu terbuka perlahan, Nadin masuk sambil menebar senyum seolah tidak terjadi apa-apa. Wanita ini memang sudah terdidik untuk tetap tenang dalam kondisi apapun. "Sorry." Iyan langsung meminta maaf ketika p****t Nadin baru saja menyentuh kursi. "For what?" Wanita cantik itu menaikkan sebelah alisnya. "Karena tadi menciummu." Mendengar itu membuat Nadin terkekeh pelan, sambil menggeleng dia berbisik di telinga Iyan "tadi itu tidak bisa disebut sebagai ciuman, dasar Anak Bodoh." Wajah Iyan seketika berubah kesal, dia sudah menyelamatkan Nadin dari 2 gelas wine dengan satu ciuman meskipun ada perantaranya tetapi tetap saja itu dinamakan ciuman bukan? Sekarang ia malah merasa Nadin seolah tengah mengejeknya. "Ayo teruskan permainannya, kali ini aku tidak akan menahan lagi." Nadine memberi instruksi sambil tersenyum menatap Iyan, senyuman yang mampu membuat Iyan terkesima beberapa detik. Permainan dilanjutkan dengan adanya tambahan pemain baru yakni Iyan, tampaknya pria itu tidak mau kalah dari Nadine. Kertas berpindah dari bibir ke bibir, sejauh ini belum ada yang gagal sampai tiba giliran Nadin menerima kertas dan harus mentransfernya ke bibir Iyan. Nadine memasukkan kan Hampir seluruh kertas ke dalam mulutnya dan menyisakan sedikit untuk Iyan ambil. Semua orang terkejut melihatnya karena Nadin memang terkenal sebagai orang yang akan membalas apa yang orang lain lakukan padanya. Apakah Nadin berniat mempermalukan Iyan? "Are you serious? Crazy." Iyan tidak tahu harus berbicara apa selain perlahan menunduk dan memperkikis jarak di antara keduanya, semua pasang mata menatap mereka seolah ini ialah siaran langsung. Cukup lama Iyan memandangi bibir Nadin karena dia terus mengukur seberapa banyak Kemungkinan dia akan dapat mengambil kertas tersebut, setelah diukur keberhasilannya hanya 1 persen saja. "Saya tahu kamu merasa dendam pada saya karena kejadian tadi, tapi tolong jangan begini cara membalasnya." Dia berbisik sedikit memelas di telinga Nadin, tetapi yang orang lain lihat mereka seperti sedang bermesraan. Nadin menggeleng dan menggerakkan matanya menyuruh Iyan lekas mengambil kertas yang ada di bibirnya saat ini. Tidak ada cara lain selain menuang dua gelas wine ke dalam cangkir kemudian meneguknya hingga tandas. Iyan menghela napas perlahan kemudian menatap Nadin kesal. Sepertinya Nadine memang sengaja melakukan ini, kejadian serupa terus berulang membuat Iyan mabuk secara perlahan. Kalau dihitung sekitar 10 gelas sudah Iyan teguk, membuat beberapa orang merasa kasihan padanya, tetapi sebagian malam nanti kapan kira-kira adegan kissing terjadi. Sepertinya Nadin tidak akan berhenti sebelum mencapai tujuan utamanya yakni balas dendam. Iyan mabuk tapi kesadarannya masih tersisa sedikit, pria itu menatap Nadin, ini sudah kali ke enam wanita itu melakukan hal yang sama. Tadinya Iyan hanya iseng saja sekaligus tidak mau Nadin mabuk tetapi hal itu malah membuat Nadin sedikit tertantang. Nadin sendiri bukan tipe orang yang akan diam saja ketika ada yang yang mengganggu ketenangan hatinya. Entah kenapa malam ini ini dia ingin mengerjai Iyan sebagai balasan, ingin membuat pria ini mabuk berat tetapi tanpa sadar membuat sisi lain dalam diri Iyan perlahan bangkit. "Nadin, Aku adalah pria yang berusia 22 tahun, kamu harus tahu itu." Iyan memberi peringatan. Nadin membuang kertas di dalam mulutnya ke tong sampah di sebelah sofa. Baiklah malam ini Nadin akan mengalah meskipun dia belum merasa cukup puas mengerjai Iyan sebagai genjeran karena kelakuannya tadi. Tampaknya Nadin masih memiliki sedikit rasa kasihan. "Baiklah semuanya, sekarang sudah larut malam ayo kita pulang." Nadine mengambil tasnya lalu memapah Iyan berdiri. Semua orang pergi duluan menyisakan Nadin dan Iyan di ruangan tersebut. Sambil menghela napas berat Nadin bertanya, "kamu membawa mobil?" Iyan mengangguk tak bisa berkata-kata efek mabuk. Nadin sedikit menyesal telah membuat Iyan seperti ini, ia mencari kunci mobil di saku baju Iyan, kunci ditemukan di saku celana. "Baiklah let's go." Nadin berusaha memapah Iyan keluar dari bar susah payah. Sampai di mobil Nadin memasangkan sabuk pengaman lalu mematikan AC karena suasana dingin menusuk kulit. Nadin memandang Iyan sebentar diam-diam memuji pahatan Tuhan yang terlihat indah, Nadin berpikir sepertinya Tuhan sedang dalam mood baik ketika menciptakan Iyan. Baru saja ingin menyalakan mobil tiba-tiba tangan kekar Iyan menarik satu tangan Nadin, membawa tangan Nadin ke pipinya. "Maafkan aku karena menciummu tadi, aku hanya tidak ingin kamu mabuk dan berbuat onar dan akan merusak reputasimu." Suara Iyan terdengar manja. Wanita cantik itu menghela nafasnya kemudian mencondongkan tubuh menghadap Iyan yang tengah mengucapkan punggung tangannya ke pipi. Kenapa pria ini terlihat sangat menggemaskan ketika sedang mabuk? Kalau seperti ini terus Nadin pasti betah membuat Iyan mabuk tiap hari. Ide gila macam apa ini. "Tapi!" Tiba-tiba Iyan berteriak membuat Nadin kaget dan menarik tangannya. " Kamu harus ingat satu hal, aku adalah seorang pria yang memiliki nafsu, Jangan karena usiaku berbeda 3 tahun dari kamu, kamu bisa menganggapku sebagai anak kecil atau adik, aku seorang pria jika kamu lupa." Suasana tiba-tiba senyap ketika Iyan mengakhiri kata-katanya. "Kamu pria?" tanya Nadin dengan suara pelan, "bagiku kamu hanyalah seorang anak kecil yang tidak tahu apa-apa tentang nafsu." Mata Iyan perlahan terbuka, objek pertama yang ia lihat adalah Nadin. Tiba-tiba pria itu menarik tengkuk Nadin membuat wanita yang belum sempat memasang sabuk pengaman jatuh ke dalam dekapannya. "Aku tidak menganggapmu sebagai Kakak." Suara serak Iyan membuat bulu kuduk berdiri. Nadin meronta berusaha lepas tetapi Iyan seperti hulk berkekuatan besar. "Aku akan menghukummu wanita menyebalkan." Belum sempat Nadin mengelak bibir Iyan sudah mendarat tepat di atas bibirnya, benar-benar hanya menempel tidak ada ada hal yang lebih hot tetapi tetap saja membuat jantung Nadin bekerja lebih ekstra dari biasanya. Tak lama Iyan terkulai pingsan membuat Nadin dapat bernapas lega. Wanita itu mengambil napas dari mulut seketika Nadin lupa fungsi hidung yang sesungguhnya. "Gila." Hanya itu yang dapat Nadin katakan sebelum akhirnya menginjak pedal gas dan melajukan mobil menjauh dari parkiran bar. Sepanjang perjalana Nadin terus memegangi bibirnya, jujur dia sering berciuman dengan Edward bahkan ciuman yang lebih panas tetapi tidak pernah semendebarkan saat ini. Nadin tidak tahu harus ke mana selain membawa Iyan ke hotel tempat kemarin Iyan membawanya. Setelah bersusah payah mencari hotel dan membawa Iyan masuk, Nadin pulang usai meninggalkan catatan kecil di meja sebelah kasur. "Anak itu akan mati jika bertemu denganku besok." Nadin menyetop taksi dan pulang. Di dalam kamar hotel yang terang benderang, Iyan duduk menyandarkan punggungnya ke kepala ranjang, matanya lurus menatap ke depan sedangkan tangannya memegang catatan kecil yang ditinggalkan Nadin tadi. 'Aku akan memukul kepalamu besok sampai pecah' Kalimat yang tertulis di catatan kecil itu mampu membuat Iyan terkekeh pelan, sebenarnya pria itu sudah tersadar sejak tadi, Iyan sudah sering minum-minum dan tidak akan tepar hanya karena 10 gelas kecil. Wine sudah seperti teman baginya. Perlahan jari kekarnya terangkat mengusap bibir bawah sambil perlahan menarik sudut bibir membentuk senyum aneh. "Gue dapet meski cuma sebentar." *** Waktu makan siang sudah tiba, Iyan keluar lebih dulu dari ruangan meninggalkan Nadin seorang diri dengan wajah keheranan. Hei, harusnya kan Nadin yang marah karena ia mencuri ciumannya tadi malam. Nadine mengemasi barang-barangnya gusar, mengambil tas kasar, wanita itu segera keluar dari ruangan membawa kegondokan hati. Nadin sampai di lantai bawah dan ia sudah tidak terlihat batang hidungnya padahal baru sebentar mereka berpisah. Zizi melihat temannya keluar dari lift dengan wajah masam segera menghampiri dan mengajaknya mengobrol sebentar. "Tadi malam?" "Apa?" tanya Nadin galak. Senyum jahil muncul di wajah Zizi, sambil menyenggol bahu Nadin, Zizi bertanya tepat sasaran, "apa kalian berciuman?" "Iya." Wajah Zizi berubah kaget. "What the f**k are you seriously?!" "Kalau sampai hal ini nyebar ke sana sini orang yang pertama gue bunuh ya elo." Nadin sedikit menyesal karena keceplosan, tapi sudahlah Zizi memang tahu banyak tentang dirinya berharap saja wanita penyebar gosip ini tidak akan membeberkan hal ini. Masih dengan wajah terkejut Zizi bertanya, "bermain lidah?" 'Plak!' Nadin menepuk penuh tenaga ke bahu Zizi sebagai bentuk pelampiasan amarahnya. "Gue bakalan ngebunuh lo kalo lo nanya lagi, awas aja lo." Nadin menunjuk wajah Zizi kesal sembari menaikkan tali tasnya yang jatuh dia berlalu dari hadapan wanita tersebut. "Ternyata Adik Sepupu gue doyannya sama yang lebih tua." Zizi terkekeh pelan setelah itu mengeluarkan senyum aneh. Apa? Maksudnya apa ini? Adik Sepupu? Jadi selama ini dua sepupu berpura-pura tidak saling mengenal? Wahhh pintar sekali akting mereka. Pantas saja Zizi tidak pernah takut berhadapan dan berbicara lantang di depan Iyan dan Iyan tidak pernah menegur kelakuannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN